Mediatani.co – Petani di Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur mengeluh kesulitan memperoleh pupuk dan minim pemberian bantuan alat pertanian modern. Hal tersebut mencuat dalam kunjungan reses anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, Subianto, di Kampung Wisata Edukasi Labu Madu Desa Toyoresmi, Minggu (26/11/2017).
“Kami minta aturan pembelian pupuk disederhanakan. Dengan program kartu tani itu, kami sulit memperoleh pupuk,” aku Winarso, petani asal Desa Tugurejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Minggu (26/11/2017).
Selain persoalan pupuk, petani juga mengadu tentang pemasaran hasil pertanian. Karena di Kecamatan Ngasem ini berada di tengah tengah antara Pasar Induk Pare dan Pasar Grosir, Kelurahan Ngronggo, Kota Kediri. Mereka berharap adanya pendirian pasar baru yang dapat memangkas ongkos distribusi.
“Di desa kami ada 100 hektar lahan pertanian produktif yang menghasilkan padi setiap musim panennya. Kami kesulitan memasarkan produk karena jauh dari pasar. Ini karena lokasi kami berada di tengah. Kami usul seandainya bisa didirikan pasar di sini yang bisa memangkas ongkos pemasaran,” pintanya.
Menjawab keluhan petani, Subianto mengaku, program pertanian pada pemerintah Presiden Joko Widodo, Jawa Timur akan menjadi pilot project pertanian. Sehingga seluruh petani di Jatim akan mengikuti program kartu tani.
“Untuk mekanisme pembelian pupuk memang mutlak melalui RDKK, dan yang penting jangan sampai ada tanah pertanian secuil yang tidak terdata pupuk dan kedua memang harus melalui SK Bupati. Kalau petani sudah tua, memang harus ada regenerasi, yang bisa mengarahkan. Sebab, kartu tani manfaatnya banyak, supaya datanya tidak salah dan ke depan pemerintah tampaknya akan mencabut subsidi,” jelas Subianto.
Mengenai permasalahan hasil pertanian yang jauh, tentunya kata politisi Partai Demokrat ini, akan disampaikan ke Pemerintah Kabupaten Kediri melalui lembaga DPRD Kediri, khususnya ke Fraksi Partai Demokrat.
Yulianto, Koordinator paguyuban petani labu madu Desa Toyoresmi berbeda dengan petani lainnya. Atas nama petani labu madu, dia minta adanya pelatihan dan pembinaan dari pemerintah serta bantuan alat pengolahan produk menjadi aneka makanan.
“Awal dari konsep wisata edukasi labu madu ini, pertama menginginkan icon di Kecamatan Ngasem, khususnya di Dusun Besuk, Desa Toyoresmi. Kami butuh sarana pembinaan sumberdaya manusia. Bagaimana cara pelayanan terhadap tamu yang ada, standar pelayanan, dan cara menanam yang baik,” ucapnya.
Yulianto menambahkan, kelompok petani labu madu di Desa Toyoresmi ini telah melahirkan aneka olahan seperti getuk pisang labu, stik labu dan bakso labu. Untuk itu, petani meminta bantuan alat pengolahan untuk mengembangkan produk olahan labu madu.
Agus, Ketua Kelompok Budaya Ikan di Desa Toyoresmi, juga meminta bantuan pelatihan seperti petani labu madu. Pelatihan yang dimaksud adalah untuk pemasaran ke luar negeri melalui teknologi informasi (TI).
“Dari tahun 2005 sampai sekarang, penjualan ikan cupang atau berta itu tidak pernah mandek. Ikan cupang paling cocok memang di Kediri, Surabaya dan Jakarta. Dan satu satunya terbesar di Indonesia adalah Kediri. Penjualan mulai dari Batam sampai Ujung Pandang. Ikan ini sifatnya premium, pemeliharaannya tidak asal- asalan. Petani di sini menggunakan bambu dan plastik sebagai tempat. Saya punya beberapa reseller yang bisa jual ke luar negeri. Teknik khusus pemotretan bagus, ternyata hasilnya lebih menjanjikan dijual ke Amerika. Kita tidak ada pembinaan, sehingga ketinggalan zaman. Kalau disini saya jual Rp 5-10 ribu, di sana bisa dijual USD 30. Kami minta pelatihan dan pembinaan pemasaran berbasis online,” ucapnya.
Menanggapi persoalan ini, Subianto meminta petani bisa mengajukan surat, dan akan ditindaklanjuti. Dalam resesnya ini, Subianto juga melihat pertanian labu madu yang akan disulap menjadi kampung wisata edukasi. Dia melakukan panen langsung dan berdialog dengan petani mengenai potensi pertanian ini.