Mediatani – Armada perikanan dinilai perlu diperkuat untuk meningkatkan ekspor ikan tuna. Pasalnya, potensi yang dimiliki perairan di Indonesia masih sangat besar. Pernyataan tersebut disampaikan oleh anggota Komisi VI DPR Amin Ak kepada pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Menurut Amin, minimnya kapal-kapal yang bertonase besar, yaitu kapal di atas 150 tonase kotor (Gross Tonnage/GT), membuat Indonesia saat ini masih belum mampu untuk berbuat banyak dalam memanfaatkan sumber daya perikanan di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI).
Untuk diketahui, volume ekspor perikanan selama periode Januari-10 Desember 2020, mencapai 388.655 ton atau tumbuh 8,74% dibanding periode yang sama 2019 sebanyak 357.402 ton. Selain itu, nilai ekspor juga mencapai Rp20,57 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 8,09%.
Meski mengalami peningkatan, namun Amin masih menyayangkan potensi sumberdaya perikanan, terutama jenis-jenis ikan dengan harga jual tinggi di pasar dunia seperti ikan tuna yang berada di perairan Indonesia masih belum dimanfaatkan lebih optimal.
“Padahal jika melihat di wilayah ZEEI itu potensi perikanan yang bisa dimanfaatkan sangat besar, terutama jenis-jenis ikan yang memiliki harga jual tinggi di pasar global seperti tuna,” kata Amin dilansir dari Bisnis.Tempo, Kamis, 31/12/2020.
Beberapa jenis ikan seperti tuna, cakalang, dan tongkol (TCT) dengan potensi sebesar 2,478 juta ton per tahun, sedangkan produksi TCT 2019 yang dimanfaatkan ternyata hanya 129.785 ton atau baru 5,2 persen.
Amin menyebutkan bahwa berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor tuna nasional 2019 hanya mencapai 184.130 ton. Nilai tersebut hanya menguasai sebesar 4,6 persen pangsa ekspor tuna global.
“Nilai ekspornya pun hanya sebesar 747.535 dolar AS. Jumlah tersebut jauh di bawah potensi yang dimiliki, di mana berdasarkan data KKP yang ada harusnya Indonesia mampu mengekspor sedikitnya 1 juta ton tuna dengan nilai sebesar 2,5–3 juta dolar per tahun,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP Rina menyatakan bahwa untuk memenuhi persyaratan pasar ekspor hasil perikanan, Indonesia melalui BKIPM KKP sebagai otoritas kompeten Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dengan beberapa negara mitra, sudah melakukan kerja sama harmonisasi.
Kerjasama yang dimaksud adalah salah satunya dengan General Administration of Custom of the People’s Republic of China (GACC), yang telah terjalin kerja sama SJMKHP sejak 11 November 2008, kemudian diperpanjang pada 27 November 2019.
Beberapa waktu lalu, ketika KKP dinakhodai oleh Menteri Kelautan dan Perikanan ad Interim, Syahrul Yasin Limpo, KKP melepas ekspor perikanan sebanyak 1.739 ton. Kegiatan ekspor tersebut secara serentak dilakukan di tiga tempat, yaitu di Koja, JICT, dan NPCT 1 dengan total 96 kontainer.
Komoditas perikanan yang diekspor di antaranya sword fish, yellow fin tuna, cumi, sotong, shrimp, gindara, gurita, kakap, mahi-mahi, manyung, marlin, sarden, surimi, tenggiri, tuna dan ubur-ubur.
Dalam pelepasan ekspor tersebut, Syahrul juga memberikan sertifikat kesehatan (Health Certificate) kepada para eksportir sebagai jaminan bahwa komoditas yang diperkirakan mencapai Rp129 miliar itu merupakan produk yang bermutu dan aman dikonsumsi.
Adapun negara tujuan ekspor perikanan yang dilepas yaitu Malaysia, Thailand, Singapura, Hongkong, Vietnam, Jepang, Tiongkok, Sri Lanka, Korea Selatan, Spanyol, Portugal, Amerika Serikat, dan Kanada.