Mediatani – Kehadiran Lembaga Kepolisisan (Polri) di Republik Indonesia adalah suatu keniscayaan untuk menciptakan keamanan di tanah air. Tak hanya berperan menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat, Polri juga turut terlibat dalam pertempuran di masa penjajahan untuk merebut kemerdekaan.
Dalam struktur kepangkatannya, pangkat Jenderal adalah yang tertinggi. Butuh perjalanan panjang dan berliku untuk mendapat lambang bintang itu. Seorang polisi harus setahap demi setahap naik pangkat sesuai pengalaman, kemampuan dan prestasi yang dimilikinya. Ia juga harus menjalani berbagai latihan dan pendidikan khusus, juga setidaknya pernah ikut serta dalam tugas operasi kepolisian tertentu.
Seiring berkembangnya zaman, Polri telah melahirkan sosok-sosok jenderal polisi yang mengemban amanah untuk menjabat di lembaga penegak hukum, maupun di kementerian atau lembaga negara lainnya. Namun karena berbagai alasan, sebagian dari mereka telah purna tugas dan memilih menjalani aktivitas yang tak disangka sangat berbeda dengan tugas yang dilakoninya dulu.
Seperti dua tokoh kepolisian yang memutuskan untuk menjadi petani ini. Mereka memutuskan untuk meninggalkan ibu kota dan memilih pulang ke kampung untuk bergelut di dunia pertanian. Ini dia dua sosok Jenderal purnawirawan tersebut.
Komisari Jenderal Polisi (Purn) Susno Duadji
Sosok mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Komjen Pol (Purn) Susno Duadji sempat membuat heboh publik tanah air karena pernyataannya ucapan cicak versus buaya saat berseteru dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2009 lalu.
Selain itu, Jenderal tiga bintang ini juga terpaksa harus mendekam di balik bui akibat kasus penggelapan dana pengamanan Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2008 dan kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari yang melibatkan banyak nama penting di kepolisian dan beberapa pejabat.
Kini, sejak bebas dari jeruji besi, Susno Duadji memilih untuk kembali ke kampung halamannya di Pagaralam, Sumatera Selatan untuk menjadi seorang petani dengan menggarap lahan pertanian milik kedua orangtuanya di sana. Beberapa lahan yang dikelolanya mulai dari sawah, ladang tembakau, hingga ladang cabai.
“Karena habitat saya petani. Orang tua saya petani, keluarga petani, kok nyasar ke polisi 32 tahun,” ujar Susno Duadji saat diwawancara oleh Deddy Corbuzier di pertengahan tahun 2019 lalu.
Berbagai kegiatan bertaninya pun sering dia bagikan ke media sosial miliknya. Dalam akun instagram miliknya, tampak Susno Duadji turun tangan langsung dalam mengelola lahannya. Unggahannya itu mendapat komentar beragam dari publik, ada yang mendukung dan ada pula yang menyebutnya sebagai pencitraaan semata.
“Kalau petaninya moderen, kita lebih kaya dari Thaliand dan lebih kaya dari Vietnam,” berikut penggalan ucapan Susno Duadji, mantan Kabareskrim Polri dalam postingan akun instagramnya.
Kini mantan Jenderal itu hidup tentram di pedesaan. Penampilannya pun kian berubah. Ia lebih sering mengenakan kaus dan celana panjang gombrang. Ia juga kerap memakai topi untuk melindungi kepala dari sinar matahari. Tak lupa, handuk kecil pun kerap menggantung di pundaknya.
Selain aktivitas bertaninya, Susno Duadji kerap terlihat sedang beristirahat bersama petani desa lainnya di tengah kebun. Mereka tampak melepas lelah sambil menyantap makanan berupa nasi bungkus sambil duduk lesehan di atas tanah. Ia tampak cuek meski hanya beralaskan rerumputan yang tumbuh di sekitarnya.
Menurutnya, momen makan tersebut terasa lebih nikmat daripada makan di hotel berbintang. Susno Duadji mengaku, bisa makan secara nikmat karena merasakan semilir angin disertai kicauan burung di alam bebas.
“Halal bi Halal ala petani desa, di bawah pepohonan ditiup semilir angin sejuk, diiringi kicauan burung yg hidup bebas, rasanya lbh nikmat dp di “htl bintang”,” tulis Susno Duadji pada keterangan fotonya.
Ada pula potretnya yang memamerkan buah pisang yang dipanen dari halamannya. Ia tampak bangga bisa menanam pisang yang buahnya berukuran besar dan tandan yang panjang. Ia mengatakan buah pisangnya itu adalah buah alami tanpa rekaya genetik. Ia juga menawarkan buah pisangnya itu bagi yang menginginkannya.
“Betapa kayanya Sumatera Selatan khususnya daerah Pagar Alam dengan tanah yang subur.
Kapolri Jenderal (Purn) Sutarman
Kapolri Jenderal (Purn) Sutarman juga merupakan salah satu Jenderal Polisi yang memilih untuk pulang ke kampung halamannya untuk bertani. Keputusan itu diambilnya setelah Presiden Jokowi menerbitkan surat keputusan (keppres) berisi pemberhentian dengan hormat Jenderal Sutarman sebagai Kapolri.
Keppres yang terbit 16 Januari 2015 itu itu menghentikan kiprah Sutarman di kepolisian setelah menjabat sejak 25 Oktober 2013. Presiden Jokowi sempat menawarkan sebagai duta besar, namun tawaran itu ditolaknya.
Sutarman justru ingin terjun ke dalam kegiatan sosial dan ikut membantu sang ayah di kampung halaman. Tidak tanggung-tanggung, Lulusan akademi kepolisian tahun 1981 itu mengaku ingin membantu ayahnya yang berprofesi sebagai seorang petani.
“Saya loyal 100 persen pada presiden apapun yang diputuskan, bahkan sampai beliau menawari saya beberapa jabatan. Saya katakan saya akan pensiun menikmati sisa-sisa hidup ini. Saya bilang ke presiden akan bantu bapak saya bertani,” kata Kapolri Jenderal (Purn) Sutarman.
Menurut Sutarman, langkah tersebut dipilih karena itulah kontribusi yang akan dilakukannya demi Indonesia dengan menjadi, “petani kecil-kecilan”. Ia mengatakan bahwa dirinya bertani di Sukoharjo, Jawa Tengah adalah salah satu bentuk membantu pemerintah dalam meningkatkan cadangan pangan (beras).
“Saya dulu anak petani dan kini ingin kembali menjadi petani. Saya bermimpi bisa ikut menghasilkan beras untuk negeri ini sehingga hasil pertanian atau produksi pertanian tidak lagi menggantungkan cadangan pangan dari impor,” tambahnya.