Mediatani – Organisasi Pangan Dunia (FAO) melaporkan adanya virus African Swine Fever (ASF) atau yang biasa dikenal dengan Flu Babi Afrika. Penyakit ini merupakan penyakit virus yang menyerang babi dan sangat menular.
Penyakit ini disebabkan virus DNA dari keluarga Asfarviridae. Namun, Flu babi Afrika berbeda dengan flu babi H1N1. Menurut Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), ASF tidak tergolong zoonosis alias tidak menular pada manusia.
Beberapa waktu lalu, FAO melaporkan virus ini telah menjangkit hewan ternak di beberapa daerah di Indonesia. Salah satunya terjadi di tiga peternakan babi di wilayah Gondangrejo, Karanganyar.
Untuk mengatasi persebaran penyakit, Dinas Pertanian Peternakan dan Perikanan (Dispertan PP) Karanganyar meminta pemilik peternakan menghentikan transaksi babi sementara waktu.
Pengawas dan Pengendali Penyakit Hewan Dispertan PP Karanganyar, Sutiyarmo, mengatakan sudah mengecek adanya temuan ASF pada hewan babi di tiga peternakan wilayah Gondangrejo, Karanganyar, itu.
Sutiyarmo mengatakan, hingga saat ini belum ada vaksin atau obat untuk penyakit tersebut demam afrika pada babi itu. Tindakan sementara yakni dengan membunuh dan mengubur atau membakar ternak yang mati terjangkit penyakit itu.
“Berdasarkan hasil pengecekan, ini baru kali pertama demam afrika masuk Karanganyar. Sebelumnya belum pernah. Ini penyakit baru dan belum ada obat atau vaksinnya,” terangnya dilansir dari Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Minggu (11/10/2020).
Meski demikian, Sutiyarmo mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan langkah antisipasi penularan dengan menyingkirkan langsung ternak yang terjangkit demam afrika.
“Untuk ternak memang jika ada penyakit baru, walaupun hanya satu yang terdeteksi, kami anggap semuanya kena,” ujarnya.
Demam afrika yang saat ini menjangkiti sejumlah babi dapat membuat hewan ternak mati secara mendadak dan massal. Oleh karenanya, ia mengimbau peternak tidak melakukan transaksi terlebih dulu khususnya mendatangkan hewan dari luar kota.
“Ancaman untuk manusia terkhusus pada peternak yang akan mengalami kerugian besar karena adanya penyakit ini. Karena berpotensi membuat babi mati secara massal dan juga mendadak,” terangnya.
Babi yang terinfeksi wabah ini ditandai dengan demam tinggi, depresi, anoreksia, dan kehilangan nafsu makan. Bahkan terdapat perdarahan pada kulit di bagian telinga, perut, dan kaki. Pada fase akut, dapat menyebabkan kematian pada babi dalam 6-13 hari.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito pun telah memastikan penyakit ini tidak akan menular dari babi ke manusia lewat konsumsi makanan.
“Data yang ada yang sudah disampaikan pada kami, virus ini tidak menimbulkan wabah penyakit pada manusia atau menular dari babi ke manusia. Jadi, babinya saja itu yang jadi penyakit dan itu saya pikir sudah ada kebijakan dari pemerintah untuk menghentikan di peternakan dengan pertanian, dimatikan hewan tersebut ya, babi yang sudah terjangkit,” kata Penny.