Go-Digital, Kunci Kesuksesan UMKM untuk Maju

  • Bagikan
Ilustrasi: transaksi online di era digital

Mediatani – Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM) dianggap harus segera merambah pasar digital atau go-digital untuk dapat mengembangkan usahanya, terlebih di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini.

Ketua Asosiasi UMKM Indonesia, Ikhsan Ingratubun mengatakan bahwa meskipun transaksi offline sudah memiliki keunikan dan pasar tersendiri, tetapi cara seperti itu tidak akan bisa lancar seperti sebelum pandemi.

“Masalahnya teman-teman di daerah tidak banyak yang mengerti soal digitalisasi. Asosiasi juga rajin buat pelatihan, tapi tidak bisa menjangkau semuanya. Selain pemerintah, kalau ada perusahaan digital swasta yang bisa bantu tentu akan lebih baik,” ungkap Ikhsan.

Di sisi lain, kondisi pandemi ini juga telah menjadi momentum tumbuhnya UMKM di Indonesia mengingat gelombang pemutusan hubungan kerja yang banyak terjadi di sektor formal.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa gelombang UKM baru yang bermunculan ini merupakan imbas dari terjadinya pandemi. Pasalnya, banyak pekerja dari sektor formal yang terkena PHK.

Menurutnya, kondisi ini bisa menjadi peluang untuk menumbuhkan ekosistem kewirausahaan nasional. Namun, pelaku UKM juga perlu mempersiapkan bisnisnya secara serius dengan melakukan berbagai persiapan atau inovasi.

“Pendampingan dan pendanaan sangat diperlukan kehadirannya. Begitu juga digitalisasi yang memberi nilai tambah bagi UKM yang sangat positif,” kata Bhima.

Meski menjadi pukulan berat bagi dunia usaha, namun pandemi ini membuat pelaku UMKM, yang kreatif dan adaptif terhadap dunia digital memiliki daya tahan yang lebih baik.

Hal itulah yang juga dialami oleh Ruth Nathalia, CEO Pempek Rama yang sudah telah menjalankan usahanya selama 33 tahun di Kota Bandung.

Ruth menceritakan bahwa omzet usahanya sempat menurun saat awal pandemi tahun lalu. Untungnya, beberapa bulan sebelum pandemi, ia sudah mulai beradaptasi digital, dengan menerima pesanan via online, promosi sosial media, endorse influencer, dan pasar digital lainnya.

“Semua kami lakukan karena kami paham kalau hanya mengandalkan cara lama, bisa tenggelam,” katanya.

Ruth mengutarakan, hal itu bisa terjadi karena para pelanggan Pempek Rama tetap ada, hanya saja mereka tidak bisa datang langsung untuk menyantapnya. Pemikiran itulah yang membuatnya untuk segera bertransformasi bisnis dengan cara digital.

Namun, ia menyadari go-digital tidak cukup memajukan usahanya jika hanya sebatas promosi di media sosial. Perlu mempersiapkan banyak strategi lainnya agar hasil go-digital ini bisa sesuai harapan.

“Kami merasakan sendiri manfaat digitalisasi selain bisa tetap menjaga pelanggan lama, kami juga bisa ekspansi ke pelanggan baru secara signifikan,” terang Ruth.

Hal yang paling vital dalam digitalisasi itu, lanjut Ruth, terletak pada pengelolaan pencatatan transaksi. Maka dari itulah keberadaan aplikasi e-commerce sangat dibutuhkan.

“Terlebih di era sekarang ini, saat orang lebih berhitung dalam pengeluaran operasionalnya,” kata Ruth.

Terpisah, CEO Qasir (perusahaan ekosistem digital), Michael Williem menuturkan bahwa kunci kesuksesan UMKM yang mampu bertahan, bahkan bisa berekspansi di tengah pandemi Covid-19 adalah mau beradaptasi dan membuka diri untuk berinovasi serta memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggannya.

“Kesadaran akan pentingnya go-digital juga sudah mulai marak dilakukan para pelaku UMKM, baik pemain lama maupun pemain baru yang mencoba peruntungan berusaha di tengah pandemi.

Terbukti, jumlah pengguna aplikasi meningkat hingga lima kali lipat selama periode pandemi hingga saat ini, dimana transaksi yang tercatat sebelumnya hanya sekitar Rp. 200 milyar meningkat menjadi lebih dari Rp. 1 triliun.

Hingga kuartal pertama 2021, merchant Qasir didominasi oleh 76 persen usahawan di sektor kuliner, 16 persen usaha Fesyen dan sekitar 8 persen di bisnis salon dan kecantikan. Sementara lokasi usahawan Qasir yang tersebar di berbagai lokasi itu, yang terbesar di area Jawa Barat 31 persen, Jawa Timur 26 persen, dan 21 persen masing -masing di area Jabodetabek dan Jawa Tengah.

  • Bagikan