Mediatani – Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Prof HM Nurdin Abdullah mengatakan telah mengirim empat pemuda asal Sulsel ke Jepang untuk menjalani pelatihan budidaya ikan.
“Empat orang anak-anak kita sekarang sudah ada di sana untuk training dalam rangka alih teknologi. Diharapkan nantinya akan menjadi pembina bagi pelaku budidaya ikan di Sulsel,” ungkap Prof Nurdin saat bersama perwakilan Mendagri, Jumat (5/2/2021).
Keran kerja sama antara Pemprov Sulsel dan Pemproc Ehime Jepang memang telah kembali dibuka sejak era kepimpinan Gubernur Sulsel, Prof HM Nurdin Abdullah. Hubungan yang terjalin antara keduanya juga sudah semakin kuat, bahkan dikatakan telah menjadi sister province.
Prof Nurdin membenarkan bahwa telah menandatangani kesepakatan untuk membuat Sulsel dan Provinsi Ehime menjadi sister province. Menurutnya, hal itu berarti hubungan tersebut tidak lagi terbatas pada penerimaan hibah.
“Tetapi juga akan mendorong investor yang ada di sana untuk Sulawesi Selatan dan Wajima Projects salah satunya,” jelasnya.
Nurdin berharap, kerja sama yang terjalin antara Pemprov Sulsel dan Pemprov Ehime Jepang terus dijaga dengan komitmen yang telah dibuat sebelumnya, sehingga hubunga tersebut dapat berlangsung sepanjang masa.
“Harapan kita, Jepang memberikan perhatian khusus terhadap Sulawesi Selatan. Jepang kan sarat akan teknologi yang tentu memperhatikan pengembangan sumber daya manusia,” tutupnya.
Kerja sama Sulsel – Ehime
Kerja sama yang dijajaki oleh pemerintah provinsi dengan Jepang tersebut dilakukan di sektor akuakultur atau budi daya perairan. Jepang menilai Sulsel memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan budidaya perairan mengingat secara geografis wilayah Sulsel dikelilingi perairan dan kepulauan.
Guna mewujudkan kerja sama itu, Gubernur Perfekture Ehime, Jepang, Tokihiro Nakamura hadir di Makassar pada awal tahun 2019 lalu, untuk menandatangani kesepahaman bersama atau Letter of Intent (LoI) dengan Pemprov Sulsel.
Nakamura menjelaskan, produksi ikan akuakultur di Ehime merupakan hasil budidaya nomor satu. Karena itu, kerja sama yang akan dijajaki di sektor perikanan, yaitu transfer teknologi pembudidayaan di Sulsel.
“Jadi secara umum kerja sama yang kita jajaki ini tidak langsung berupa investasi melainkan pertukaran transfer teknologi,” ungkap Nakamura usai penandatanganan LoI di rumah jabatan Gubernur Sulsel.
Namun, menurutnya, pihaknya masih perlu melakukan peninjauan pada sejumlah faktor untuk menentukan jenis ikan yang akan dibudidayakan, seperti sisi arus air, kedalaman air dan faktor lingkungan lainnya yang dapat mempengaruhi keberhasilan budidaya.
Selain itu, potensi pasar dari ikan yang akan dibudidayakan juga perlu diperhatikan. Menurutnya, ikan yang dibudidayakan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun, sejauh ini kedua pihak menilai salah satu jenis ikan yang berpotensi dibudidayakan yaitu ikan tuna.
Nakamura mengatakan bahwa kedatangannya tersebut juga menyertakan beberapa pengusaha di sektor perikanan yang berencana melakukan relokasi budidaya ikan tuna ke Sulsel. Dari kondisi iklim yang dipantaunya, masa pemeliharaan ikan tuna bisa lebih mudah dilakukan di Sulsel.
Nakamura membandingkan iklim yang ada di Jepang, suhu udara yang dingin di negaranya membuat masa pemeliharaan ikan tuna butuh waktu hingga tiga tahun. Sementara dengan iklim yang ada di Indonesia, ia memperkirakan masa pemeliharaan hanya sekitar 1,5 tahun.
Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah memaparkan potensi budidaya ikan tuna cukup besar, terutama dalam menyokong pendapatan daerah dari sektor perikanan.
“Ikan tuna yang dipelihara dalam satu keramba itu setidaknya bisa menampung 1.500 ekor dengan berat mencapai 100 kilogram. Nilai jualnya mencapai Rp27 miliar,” ujarnya.
Pemerintah Ehime Jepang dan Pemprov Sumsel juga akan menjajaki kerja sama untuk komoditi lainnya di sektor akuakultur, salah satunya adalah pengolahan garam. Dalam hal ini, Sulsel akan mempelajari cara Jepang mengolah garam.
Sebab, Sulsel memiliki salah satu wilayah dengan produksi garam terbesar yaitu Kabupaten Jeneponto. Salah satu kendala petani garam di wilayah tersebut yaitu belum mampu memproduksi garam dengan kualitas yang baik. Sehingga, Sulsel membutuhkan transfer teknologi untuk pengolahan garam.