Mediatani – Program food estate yang diandalkan pemerintah rupanya membuahkan hasil. Para petani padi yang berada di Kalimantan Tengah, kini tengah bersiap – siap untuk panen. Syamsuddin selaku Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan tengah, rata-rata hasil panen akan mendapatkan empat sampai enam ton per hektar (Ha). Kondisi lahan dan pertanaman sudah ditinjau dan siap dilakukan panen pada minggu pertama Februari sekitar 200-250 hektare (Ha).
Taufik, salah satu pemilik pertanaman padi di Desa Belanti Siam yang tergabung dalam kelompok tani Karya Makmur dengan total lahan yang dimilikinya sekitar seratus Ha. Taufik ini mampu memperoleh hasil panen sekitar 6,4 ton per Ha. Varietas yang ditanam Inpari 42 dan hasilnya meningkat dari yang sebelumnya. Selain itu, hasil dari panen tersebut juga akan digunakan sebagai benih.
Edi Subairi sebagai petugas pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT) Desa Belanti Siam mengatakan bahwa terdapat seratus Ha total lahan dengan hasil yang sangat memuaskan di Desa Belanti. Rata – rata hasil panen sekitar 5,5 – 5,6 ton per Ha. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa ada beberapa titik hasil kurang memuaskan karena faktor iklim yang membuat padi jadi roboh. Sehingga petani panen lebih cepat dari waktu panen seharusnya.
Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, Syamsuddin merespon terkait robohnya tanaman padi di beberapa titik tersebut. Beliau menjelaskan bahwa pihaknya telah menghimbau kepada petani untuk melakukan tanam pindah agar bisa memperkuat perakaran tanaman sehingga memperkecil kemungkinan roboh. Namun, beberapa petani belum mampu menerapkan hal tersebut dan masih memilih dengan cara tanam tabur, sehingga tanaman roboh dan panennya harus dipercepat.
Sementara itu, Fadjry Djufry selaku Kepala Balitbangtan mengatakan sejak awal adanya program food estate, pihaknya telah terjunkan tim terbaik dalam melakukan kajian, memberikan rekomendasi dan juga mengadakan pendampingan baik kepada pemerintah daerah setempat maupun pendampingan langsung kepada petani.
Pada beberapa kesempatan, Syahrul Yasin Limpo selaku Menteri Pertanian mengungkapkan rasa optimismenya terhadap program Food Estate, meskipun terjadi dinamika di lapang seperti lahan yang dinamis. Lahan rawa yang kontur tanahnya berbeda – beda. Program ini diharapkan dapat menerapkan mekanisasi serta teknologi pertanian untuk mengoptimalkan rawa tersebut menjadi lahan yang berproduktif dan bisa meningkatkan hasil produksi.
Merespon hal tersebut, Kepala Balitbangtan menyatakan bahwa pihaknya sudah menerapkan teknologi budidaya Rawa Intensif, Super dan Aktual (RAISA) yang dapat mendukung produksi padi pada lahan dengan kandungan zat besi dan natrium yang tinggi. Diharapkan dengan adanya aplikasi teknologi ini akan dapat meningkatkan produktivitas padi serta diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman dari IP 100 menjadi IP 200 atau bahkan IP 300 dalam setahun.
Pemilihan varietas seperti Inpari 32 dan Inpari 42 adalah berdasarkan dari rekomendasi petani. Karena varietas tersebut sudah cukup dikenal oleh petani, cara budidaya juga sudah diketahui sehingga menjadi primadona sebab varietas tersebut mempunyai rendemen beras tinggi dan harga gabah konsumsi sekitar Rp. 5.300 per Kg.
Wasis Haryanto salah satu anggota dari Kelompok tani Rukun Santosa mengungkapkan bahwa sejak mengikuti program Food Estate ini hasil panennya mencapai 5,1 ton per Ha yang menggunakan varietas Inpari 42, dan sebagian akan digunakan untuk benih. Petani berusia 35 tahun ini juga berharap kepada pemerintah agar terus memberikan inovasi dan pendampingan pada para petani di wilayahnya.
“Saya senang dengan adanya program Food Estate ini, dan kami ingin terus didampingi supaya hasilnya bisa lebih baik lagi.” tutupnya.