Mediatani – Maggot adalah larva dari lalat Black Soldier yang diperoleh dari proses biokonversi Palm Kernel Meal. Nama latinnya adalah Hermetia illucens (Diptera, famili: Stratiomydae). Biokonversi merupakan hasil fermentasi sampah-sampah organik menjadi sumber energi metan yang melibatkan organisme hidup.
Belum banyak yang tahu dan minat membudidayakan Maggot atau belatung lalat Black Soldier ini untuk dijadikan pakan ikan. Padahal, manfaat dalam kandungan Maggot ini cukup besar.
Seperti dikutip dari situs Mongabay.co.id, Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) KKP Sjarief Widjaja mengatakan Maggot memenuhi kriteria yang dibutuhkan untuk pembuatan pakan ikan.
“Salah satu nutrisi pakan yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan ikan adalah protein. Kualitas protein sangat tergantung dari kemudahannya dicerna dan nilai biologis yang ditentukan oleh asam amino yang menyusunnya. Semakin lengkap kandungan asam aminonya maka kualitas protein akan semakin baik,” papar dia.
Artinya, kata dia, komponen yang dibutuhkan untuk membuat pakan ikan yang mengandung gizi cukup baik, bisa didapatkan dari Maggot.
Kemudahan lainnya dari maggot sendiri ialah mudah untuk memperolehnya. Mudah didapat, diproses, dan bisa dijangkau oleh masyarakat luas dengan harga yang murah. Adapun, komponen yang dimaksud, adalah protein yang menjadi kebutuhan utama ikan dan bisa didapatkan dari pakan ikan.
Padahal, dia menuturkan, sebelum kemunculan alternatif pakan, para pembuat pakan ikan harus bekerja keras untuk menghadirkan produk yang baik dan berkualitas dengan kandungan protein yang tinggi. Namun, upaya tersebut berujung pada konsekuensi harga dari produk pakan ikan tersebut menjadi mahal, karena bahan baku dengan protein tinggi harus didatangkan dengan cara impor.
“Alhasil, tingginya harga pakan semakin melambung karena harus ditambah dengan biaya impor,” ucap Sjarief.
Sama halnya dengan Sjarief, seorang pemrakarsa budidaya maggot Kota Salatiga dari Black Soldier Fly Indonesia Raya, Yeka Johar, dilansir dari situs Jatengprov.go.id mengungkapkan, awalnya budidaya maggot dilakukan karena keprihatinan melihat banyaknya sampah organik yang belum terolah. Akibatnya, sampah yang membusuk itu justru membuat lingkungan kotor, bau, dan menyebabkan penyakit.
Lalu, dirinya mulai mengamati karakter lalat BSF, yang ternyata hanya hidup di buah nangka yang mengandung alkohol, bukan di daging atau bangkai. Dari riset yang dilakukan di ITB, diketahui maggot memiliki protein tinggi.
“Kami ujicobakan pada ayam, ikan, bebek, dan telurnya itu kuningnya dua. Maggot juga membuat ikan lele cepat besar, ikan hias berwarna lebih cerah. Ini bisa menghemat pakan ternak hingga 50 persen. Bahkan jika untuk pupuk, daun tanaman bisa lebih bagus,” kata Yeka.
Maka dari itu, potensi Maggot yang mumpuni ini harus diteruskan bila perlu dibududayakan di tengah masyarakat sebagai bahan pengganti pakan ternak ikan yang berguna.
Hal itu pun telah dilakukan seorang pembudidaya Maggot asal Gurun Bagan Kota Solok, Ahmad Said (40).
Dikutip dari Gatra.com, Ahmad menyebut Maggot sebagai pakan alternatif menghemat harga pakan ternak seperti pelet yang mulai menanjak naik dipasaran. Bahkan dengan budidaya Maggot dia mampu mendapat keuntungan selangit.
Budidaya maggot kata dia tidaklah sulit.
Pertama, Pengembangbiakannya, bisa didapatkan dari alam. Lalat Black Soldier Fly BSF (indukan Maggot) sangat mudah didapatkan di alam, biasanya mudah ditemukan di tempat pembuangan buah-buahan yang sudah membusuk. Maggot Black Soldier Fly (BSF) adalah larva dari jenis lalat besar berwarna hitam yang terlihat seperti tawon. BSF Memiliki siklus pertama dari larva BSF yang nantinya bermetamorfosa menjadi lalat dewasa. Fase metamorfosa BSF dimulai dari telur, Larva Prepupa, pupa, dan lalat dewasa, dengan proses perubahan memakan waktu sekitar 40 hari hingga 45 hari saja.
“Dengan metamorfosa Maggot yang tidak memakan waktu yang lama membuat budidaya maggot ini cukup menjanjikan terlebih banyaknya peternak ikan yang mulai berlalih dari pakan ikan pelet ke Maggot ini,” ungkapnya.
Tahap kedua, pembudidaya cukup memberikan makanan organik bagi maggotnya. Berikan labu siam 4 kali dalam sehari, agar bisa tumbuh dengan baik.
“Kemampuan maggot BSF dalam memakan limbah organik sangat memukau. Sejumlah 15 ribu larva Black Fly Soldier dapat menghabiskan sekitar 2 kg makanan dan limbah organik hanya dalam waktu 24 jam saja,” katanya.
Bahan media maggot lainnya juga bisa berupa buah dan sayuran yang bisa diperoleh dari pasar, supermarket. Proses pembudidayaannya pun relatif cepat. Dari lalat bertelur sampai dewasa siap dipanen hanya 11-15 hari.
Ahmad menambahkan, keunggulan maggot BSF lainnya, yakni tidak bau amis seperti pakan lainnya, tidak jorok, mudah diambil dan disimpan. Mudah dicerna oleh hewan ternak, murah dibeli dan hemat, sehat bagi hewan ternak, budidayanya mudah dan tanpa ribet, panen jelas dan teratur.
Sementara itu untuk pemasaran Maggot dirinya bahkan kewalahan.
“Saat Ini saja sudah mulai kewalahan, mengingat banyak permintaan peternak lele yang memesan maggot ini, belum lagi untuk persiapan saya untuk ternak lele nantinya,” katanya.
Dengan pembudidayaan Maggot ini pihaknya mampu menghasilkan uang sekitar Rp500.000 per hari. Selain maggot, dirinya juga mengembangkan usahanya pada budidaya jamur tiram, ternak ayam kampung petelur, dan lainnya.
Sementara itu, bagi Yeka Johar maggot juga diolah menjadi kering, pupuk, dan minyak. Maggot kering dan pupuk dijual dalam kemasan kecil seharga kisaran Rp5.000 hingga Rp50.000 per kemasan. Maggot juga naik kelas saat diolah menjadi untuk minyak, karena harganya mencapai Rp1,5 juta per 100 mililiter.
“Minyak maggot ini dijual ke Jepang, untuk bahan produk kecantikan. Maggot kering juga bisa dikonsumsi manusia. Rasanya enak, proteinnya tinggi. Di Belanda untuk sereal, di Thailand tumis fresh maggot dijual Rp175 ribu satu piring kecil,” kata Yeka.
Usaha yang dirintis sejak 2017 bersama dua rekannya, yakni Arif Jatmiko dan Hijri Adi Ridwan, terus berkembang. Bahkan mereka telah membina 25 mitra di Salatiga, termasuk, Kelompok Wanita Tani Sugihwaras
“Pemerintah melalui Menteri Pertanian sudah perdana mengekspor 30 ton maggot kering ke Inggris. Menteri Kelautan dan Perikanan juga mencanangkan maggot sebagai alternatif pakan organik dengan nutrisi dan nilai ekonomi yang tinggi. Makanya, daripada sampah organik dibuang begitu saja, mending kita manfaatkan untuk budidaya maggot. Hasilnya pun menjanjikan,” terangnya.