Mediatani – Dampak dari meletusnya Gunung Merapi begitu luas termasuk bagi para peternak yang terpaksa harus menjual hewan ternaknya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena tidak bekerja selama di pengungsian, sebagian warga memilih menjual ternaknya.
Seperti dilansir dari Kontan.co.id bahwa hal itu dilakukan karena warga sudah tidak mempunyai pemasukan lagi sehingga hasil penjualan ternaknya digunakan untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.
“Kemarin sebagian hewan ternak ada yang dibawa ke atas (pulang) dan belum dibawa turun lagi. Jumlahnya tidak banyak. Ada juga yang dijual. Di pengungsian tidak bisa untuk aktivitas mencari uang. Sementara harus mengeluarkan uang karena anaknya jajan, dan lainnya. Akhirnya yang tidak punya pilihan harus menjual hewan ternaknya,” kata Kepala Desa Balerante, Sukono.
Sukono pula mwnuturkan hewan ternak milik pengungsi sementara masih berada di kandang komunal tak jauh dari lokasi tempat evakuasi sementara.
Sementara itu, dia menjelaskan, ada sekitar 227 jiwa yang diungsikan di tempat pengungsian sementara Balerante yang mana mereka juga merupakan kelompok rentan. Mereka berasal dari empat dusun, yakni Dusun Ngipiksari, Dusun Sambungrejo, Dusun Sukorejo dan Dusun Gondang.
Sedangkan dikutip dari Tempo.co, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta belum mendeteksi dan menemukan kemunculan titik api diam di Gunung Merapi.
“Hingga saat ini belum terpantau,” ujar Kepala BPPTKG Yogyakarta Hanik Humaida, Minggu, (3/1/2021).
Dalam amatan BPPTKG justru adanya peningkatan suhu asap keluar dari sekitar lava 1997.
“Hal ini terjadi seiring dengan adanya peningkatan aktivitas vulkanik dalam beberapa hari terakhir,” ujar Hanik.
Saat ini tambah dia, potensi bahaya Gunung Merapi masih berstatus Siaga atau level III atau belum berubah dari sebelumnya. Potensi itu lanjut dia, berupa guguran lava, lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif, dan proyeksi luncuran awan panas sejauh maksimal 5 kilometer.
“Namun sampai saat ini di puncak Merapi belum muncul kubah lava baru,” ujarnya.
Sementara itu, hasil pengamatan Gunung Merapi per 3 Januari 2021 diketahui, terjadi guguran 1 kali arah ke Kali Lamat dengan jarak luncur 1.500 meter pada pukul 05.54 WIB, terdengar suara guguran 1 kali dengan intensitas sedang dari pos pengamatan Babadan. Guguran juga terjadi 1 kali ke arah Kali Senowo II dengan jarak 1.500 meter dari Pos Babadan.
Untuk titik api diam, ungkapnya, selama ini menjadi satu gejala pertumbuhan kubah lava baru dan penanda erupsi berangsur berakhir. Pada erupsi Gunung Merapi 2010, titik api diam muncul pasca erupsi eksplosif pada 26 Oktober.
Sebelumnya, juga diberitakan Kontan.co.id, lava pijar muncul di Gunung Merapi, Jawa Tengah, pada Senin (4/1/2021), sekitar pukul 19.52 WIB. Peningkatan aktivitas Merapi tersebut terpantau dari kamera pengawas di sisi barat daya gunung dan kamera thermal di Stasiun Panguk. Video dari kamera CCTV mode nightview menampilkan pendaran sinar yang diduga adalah lava pijar.
Hasil pengamatan tersebut, llanjutnya didukung dengan foto DSLR dari Pos Kaliurang yang menunjukkan rona merah di lokasi yang sama. Dalam kesempatan yang sama, jaringan seismik Gunung Merapi merekam gempa guguran.
“Terjadi guguran yang tercatat di seismogram dengan amplitudo 33 mm dan durasi 60 detik. Suara guguran terdengar hingga Pos Pengamatan Gunung Merapi Babadan,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Hanik Humaida.
Gunung Merapi itu disebutnya juga merupakan gunung berapi yang paling aktif di Indonesia. Terakhir kali Gunung Merapi meletus terbesar pada 2010 yang menimbulkan korban jiwa sebanyak 273 orang. (*)