Mediatani – Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) memberikan pendidikan kepada petani agar mereka dapat mengembangkan kembali budidaya sorgum atau gandrung sebagai pilihan tanaman pangan alternatif yang dapat menggantikan beras, terutama dalam menghadapi fenomena El Nino.
Direktur Eksekutif DPN HKTI, Subuh Prabowo, sorgum memiliki potensi sebagai alternatif pangan selain beras. Kelebihan sorgum yang menonjol adalah kebutuhan air yang rendah serta kemampuannya untuk ditanam di lahan yang sulit.
“Karenanya HKTI di temu profesi PENAS ini mengangkat soal budi daya sorgum,” ungkap Prabowo dilansir dari Republika, Kamis (15/6/2023).
Subuh, yang hadir dalam acara Temu Profesi PENAS Petani Nelayan XVI di Padang, Sumatera Barat, menjelaskan bahwa sorgum memiliki keunggulan tidak hanya dalam kebutuhan air yang minim, tetapi juga memiliki kemampuan untuk tumbuh di lahan yang mengalami masalah, sehingga lahan kritis yang sebelumnya tidak termanfaatkan dapat dimanfaatkan dengan baik melalui budidaya sorgum.
Menurutnya, sorgum memiliki keistimewaan lain yang menarik yaitu kemampuannya untuk bisa tiga kali panen hanya dengan satu kali penanaman. Setelah dipanen dengan memotong batangnya, sorgum akan tumbuh tunas baru, yang merupakan keuntungan yang signifikan.
Meski begitu, Subuh tetap menekankan bahwa sorgum bukanlah pengganti beras, melainkan sebagai alternatif pangan. Oleh karena itu, tidak disarankan untuk membandingkan keunggulan sorgum dengan beras.
Dalam kesempatan Temu Profesi HKTI di PENAS tersebut, Fery Arlius, Ketua DPD HKTI Sumatera Barat yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas, menyatakan bahwa sorgum memiliki kemampuan untuk menyimpan air dan memiliki tingkat penguapan yang rendah, sehingga sangat cocok dalam menghadapi fenomena El Nino.
Sorgum juga mampu tumbuh dan berkembang dengan baik di lahan dengan kondisi kritis, sehingga tidak menggantikan tanaman seperti padi atau tanaman lain yang sudah ditanam di lahan subur.
Ia menjelaskan, sorgum dapat ditanam mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian mencapai 900 meter di atas permukaan laut (mdpl), dan metode penanaman dan pemeliharaannya mirip dengan tanaman jagung.
“Sorgum juga adaptif dan tidak memerlukan banyak air, daun dan akarnya bisa menampung banyak air dengan minimal penguapan,” katanya lagi.
Senada, Wakil Sekjen DPN HKTI dan pembudidaya sorgum Diana Widiastuti menjelaskan semua bagian dari tanaman sorgum memiliki nilai ekonomi. Bulir sorgum dapat digunakan sebagai alternatif pangan pengganti beras, serta sebagai pakan ternak. Daun dan batangnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan untuk sapi dan kambing. Selain itu, akar sorgum dapat diolah menjadi sapu lantai.
“Semua bagian tanaman sorgum bisa menghasilkan uang, dan cukup sekali menanam untuk 3 kali panen, sangat menjanjikan,” ujar Diana.
Diana juga telah berhasil melakukan budidaya sorgum di area seluas 10 hektar yang sebelumnya merupakan lahan bekas tambang milik Semen Cibinong (Semen Solusi Bangun Indonesia). Selain itu, dia juga melakukan inovasi di bidang kuliner dengan menghasilkan berbagai produk dari sorgum, seperti tepung, cookies, gula cokelat, gula cair, dan ice cream.