Mediatani – Komoditas udang di Indonesia masih memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi produk pangan unggulan di sektor kelautan dan perikanan. Tahun 2019, nilai ekspor udang mencapai hingga 39 persen terhadap total ekspor produk perikanan nasional atau sebesar US$ 1,7 miliar dengan harga rata-rata udang sebesar US$ 8,2 per kg.
Di tahun 2020, nilai ekspor udang kembali menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hingga November 2020 lalu, nilai eskpor udang yang dicatat Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah mencapai US$ 1,86 miliar. Dengan nilai tersebut, target pemerintah untuk meningkatkan nilai ekspor udang sebesar 250% pada 2024 bisa saja tercapai jika volume produksi terus ditingkatkan.
Maka dari itu, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa saat ini pihaknya bersama pemerintah daerah berencana untuk membangun shrimp estate atau kawasan pangan udang di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh. Rencana pembangunan shrimp estate tersebut disampaikannya saat melakukan pertemuan dengan Bupati Aceh Timur Hasballah Bin H.M Thaib.
“Kalau ada lahan fresh kita akan bangun shrimp estate. Itu yang nantinya jadi model industri,” ujar Menteri KP Trenggono dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (13/1/2021).
Menteri Trenggono mengusulkan lahan yang dibangun untuk shrimp estate di Aceh, yaitu seluas 5.000 sampai 10.000 haktare. Agar hasil panennya maksimal, teknologi yang diterapkan bisa berupa tambak intensif maupun super-intensif dengan hasil yang bisa mencapai lebih dari 40 ton per haktare per siklus.
Aceh Timur dikenal sebagai salah satu kawasan potensial sebab memiliki kondisi air dan lahan yang sangat cocok untuk pengembangan tambak udang. Meski demikian, Menteri Trenggono menegaskan, pembangunan shrimp estate tersebut harus melalui perencanaan bisnis dan kajian yang matang agar tetap memperhatikan nilai ekonomi dan kelestarian lingkungan.
“Shrimp estate harus ditata bagus, mulai dari produksi sampai proses kemasannya. Jangan sampai mencemari lingkungan. Kondisi air harus diperhatikan, termasuk pemberian pakan dan kotorannya jangan sampai malah meracuni lingkungan dan udang itu sendiri,” tegasnya.
Menurutnya, jika shrimp estate tersebut berhasil, makan daerah lain juga dapat menirunya. Untuk itu, ia meminta pembangunan shrimp estate di Aceh Timur segera direalisasikan. Sebab proyek ini akan menjadi pemicu dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar Aceh serta menambah pendapatan pemda dan negara.
Pembangunan Shrimp estate di Aceh Timur ini juga sebagai salah satu langkah untuk mewujudkan target Menteri Trenggono, yakni menjadikan Indonesia sebagai negara produsen udang terbesar di dunia, dengan tambak budidaya seluas 200 ribu hektare.
“Kalau bisa di tahun 2022 kita sudah panen perdana. Target saya Indonesia jadi produsen udang terbesar di dunia,” ungkapnya.
Sementara itu, Bupati Aceh Timur Hasballah Bin H.M Thaib mengatakan bahwa usulan Menteri Trenggono untuk berkolaborasi membangun shrimp estate tersebut juga sejalan dengan program yang digagas oleh Pemda, yaitu program pembangunan 10.000 haktare klaster tambak udang vaname. Sehingga, lahan yang diharapkan juga sudah tersedia.
“Program shrimp estate 10.000 hektare ini sangat sejalan dengan program klaster kami, dimana klaster-klaster ini akan menjadi satu dalam suatu kawasan shrimp estate. Jadi 10 haktare untuk program klaster merupakan bagian dari shrimp estate,” ujar Bupati Hasballah.
Menurutnya, shrimp estate merupakan menjadi model usaha yang nantinya dapat ditiru oleh masyarakat, terutama yang mengelola tambak secara konvensional. Luasan tambak di Aceh Timur mencapai 18.697 haktare dengan hasil produksi 13.508 ton/tahun. Hasballah juga mengaku optimis daerahnya bisa menjadi sentra prduksi perikanan budidaya dengan dibangunnya shrimp estate tersebut.
“Kami akan bekerja secara cepat, membentuk tim percepatan dalam pelaksanaan kegiatan karena sangat bagus untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Akan banyak tenaga yang terserap dan perputaran ekonomi akan menjadi lancar, secara otomatis ekonomi daerah juga akan meningkat,” pungkasnya.