Industri Pakan Ternak Usul ke Pemerintah Lakukan Impor Jagung untuk Penuhi Kebutuhan Pakan

  • Bagikan
angkut jagung
Ilustrasi: Seorang Pekerja Menyiapkan Jagung Untuk dikemas

Mediatani – Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) mengusulkan kepada pemerintah agar mempertimbangkan kebijakan impor jagung untuk pakan ternak.

Hal ini ditengarai seiring dengan naiknya harga jagung lokal sebagai bahan baku pakan.

“Ketika harga sudah diluar batas kewajaran perlu dipilih opsi impor jagung tapi tentu ini harus hati-hati dan tetap dikendalikan pemerintah. Idealnya, pemerintah punya cadangan stok nasional yang bisa menjaga stabilitas suplai dalam negeri,” kata Ketua GPMT, Timbul Sihombing, dalam sebuah webinar, Rabu (30/6/2021), melansir, Kamis (1/7/2021) dari situs republika.co.id.

Dia mengungkapkan, harga pakan secara keseluruhan pada 2019-2020 tak terdapat fluktuasi meski pada akhir 2020 mulai terdapat indikasi kenaikan harga.

Terutama dan khususnya untuk pakan ternak ayam broiler. Apalagi, terlebih lagi, 90 persen dari total produksi pakan ternak diperuntukan untuk unggas.

Timbul menuturkan bahwa pada Januari 2021, harga pakan ayam broiler starter dihargai Rp7.115 per kilogram (kg). Harga ini terus mengalami kenaikan hingga rata-rata Mei menyentuh Rp 7.613 per kg.

Adapun harga untuk finisher dari Rp6.973 per kg pada Januari 2021 melonjak menjadi Rp 7.489 per kg. Ia menyampaikan, rata-rata harga jagung nasional pada Mei 2021 sebesar Rp5.427-Rp6.233 per kg dengan kadar air 15 persen.

Harga itu tercatat naik hampir dua kali lipat jika dibanding Mei 2020 yang sebesar Rp3.302-Rp4.320 per kg. Adapun, komponen jagung pada kebutuhan pakan ternak ayam broiler mencapai 45 persen sehingga kenaikan pada jagung akan sangat berdampak pada harga pakan.

Sementara itu, persediaan jagung selama Mei 2021 tercatat hanya 34 hari, jauh lebih rendah ketimbang Mei tahun lalu yang tercatat di angka 59 hari.

Di samping itu, komponen penting lainnya yakni soy bean meal (SMB) dan meat bone meal (MBM) masing-masing berkontribusi 25 persen dan 4 persen. Keduanya diperoleh dari impor.

“SBM berkontribusi sekitar Rp400-500 per kg terhadap kenaikan harga sedangkan MBM sekitar Rp150-250 per kg,” kata dia.

“Kontribusi bahan baku sangat signifikan terhadap harga pokok pakan ternak. Jadi inilah gambaran industri kita yang fluktuatif,” ujarnya.

Pakar Ilmu Peternakan IPB Sebut Bungkil Kedelai Berpeluang Jadi Pakan Ternak

Selain jagung sebagai pakan ternak, seorang Dosen Departemen Proteksi Tanaman IPB University Nadzirum Mubin membuat inovasi baru. Dia menyebut bungkil kedelai punya potensi tinggi menjadi pakan ternak.

Kesimpulan ini dikemukakan setelah mengunjungi salah satu perusahaan penyedia pakan ternak. Secara umumnya, lanjut dia, pakan dari serealia dilakukan penggilingan terlebih dahulu sehingga diperoleh tekstur yang lebih halus.

Tekstur yang halus itu pun nantinya dimanfaatkan untuk bahan baku pakan.

Berdasarkan hasil pengamatan Nadzirum, perusahaan penyedia pakan yang dikunjunginya melakukan metode lain, yakni melakukan pengepresan pada bahan baku pakan.

Sementara, hal yang menurutnya unik adalah bahan baku yang digunakan bukan dari kedelai yang utuh, tetapi berasal dari bahan sortiran yang biasa disebut menir kedelai.

Menurut Nadzirum, nilai tambah pada metode yang dilakukan yaitu adanya dua produk yang dihasilkan yakni hasil press-an itu sendiri dan minyak kedelai.

Ketika bahan pakan dilakukan penggilingan, minyak tersebut masih tersimpan di dalam bubuk kedelai hasil penggilingan, tetapi pada metode pengepresan diperoleh hasil samping berupa minyak sebagai nilai tambah.

Harga jual minyak kedelai lebih tinggi, yaitu sekitar Rp8.300 per liter. Sedangkan, bungkil kedelai atau hasil meniran yang di-press berharga Rp5.400 per kilogram.

“Jika dibandingkan dengan pemanfaatan kedelai sebagai pakan secara langsung, kedelai utuh mempunyai nilai jual yang relatif mahal yaitu Rp9.000 per kilogram,” ujar Nadzirum mengutip, Minggu (9/5/2021) dari laman Medcom.id….baca selengkapnya dengan klik di sini. (*)

  • Bagikan