Tanaman randu sangat terkenal akan khasiatnya. Bagi manusia, begitu juga tumbuhan.
Tanaman yang terinfeksi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) memerlukan pestisida. Baik pestisida organik maupun kimia, tanaman tersebut harus mengonsumsi bahan-bahan yang digunakan untuk menolak, mengendalikan, atau membasmi organisme yang akan mengganggu produktifitasnya. Berdasarkan aspek keperuntukan, pestisida ini terbagi menjadi beberapa jenis. Ada insektisida, akarisida, bakterisida, herbisida, rodentisida, moluskisida, dan fungisida.
Mengenai fungisida sendiri, ia adalah jenis pestisida yang berfungsi mengekang kinerja jamur atau patogen yang menginfeksi. Istilah fungisida berasal dari dua kata yaitu fungus (jamur) dan caedo (membunuh). Adapun senyawa dalam fungisida, yang mana bersifat membuhuh atau menghambat pertumbuhan jamur disebut dengan senyawa fungistatik.
Lebih lanjut lagi, fungisida juga memiliki dua jenis yakni kimia dan organik, sama seperti pestisida. Fungisida kimia terbuat dari bahan-bahan kimia sintetis, sedangkan fungisida alami terbuat dari bahan-bahan yang berasal dari alam, seperti minyak rosemary, minyak cengkeh, pohon the, minyak jojoba, dan tak terkecuali kulit randu.
Nah, menyinggung kulit randu, mungkin teman-teman masih ingat dengan Apriliani Sofa Marwaningtyas, seorang pelajar Indonesia yang berhasil mengembangkan biofungisida dari limbah pohon randu. Saat itu, ia melihat keadaan di daerahnya yang kesulitan dalam menghadapi gangguan jamur pada tanaman. Lalu, sebenarnya mengapa pohon randu bisa berpotensi dalam memerangi jamur?
Potensi Pohon Randu dalam Mengatasi Jamur
Pohon randu, yang juga dikenal sebagai tanaman budidaya penghasil kapuk, selain dimanfaatkan bagian kayu dan kapuknya, tetapi ada potensi lain dalam aspek pengobatan. Tanaman ini dimanfaatkan untuk obat anti-inflamasi, analgesik, antibakteri, antijamur, antidiabetes, antimalaria, dan antioksidan.
Menurut hasil penelitian Pratiwi (2004), terdapat beberapa kandungan yang dimiliki pohon randu, yang mana menjadi alasan bagaimana tanaman tersebut berhasil membasmi jamur. Kandungan itu adalah berupa senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, hidrokuinon, triterpeoid, dan senyawa lain yang bersifat polar.
Selain itu, di dalam penelitian Anosike et. Al., dikatakan juga bahwa adanya ekstraksi senyawa metabolit sekunder pada ekstrak kulit batang randu menggunakan methanol lebih baik jika dibandingkan pelarut etanol.
Mekanisme berdasarkan senyawa yang ada di dalamnya :
- Flavonoid
Tanaman randu mengandung flavonoid yang bekerja sebagai antimikrob atau pembrantas infeksi mikroba. Flavonoid bekerja dengan cara mengurai protein menjadi struktur primernya (denaturasi), mengacaukan kerja lapisan lipid, dan merusak dinding sel jamurnya.
Kemudian, flavonoid ini juga memiliki sifat lipofilik yang akan mengikat fosfolipid pada membrane sel jamur dan menyebabkan kemampuan jamur dalam meloloskan membran partikelnya dengan cara menembus, atau disebut permeabilitas, menjadi terganggu. - Tarin
Kandungan tarin yang ada di dalam pohon randu berguna dalam hal penghambatan sintesis khitin. Yang mana, khitin ini digunakan untuk pembentukan dinding sel pada jamur. Lalu, khitin pun mampu melakukan perusakan terhadap membrane sel yang mengakibatkan terlambatnya pertumuhan jamur - Saponin
Tegangan yang ada di permukaan jamur pada pohon randu, dapat diturunkan dengan senyawa saponin. Hal tersebut mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan senyawa intraseluler akan keluar - Alkohol
Konsentrasi alcohol yang dimiliki pohon radu adalah sekitar 30-40 mg/ml. semakin banyak kadarnya, semakin efektif pula bagi pohon radu dalam mencegah pertumbuhan jamur. Hal ini selaras dengan fungsi alcohol itu sendiri sebagai obat yang menyembuhkan luka.
Namun tidak berhenti sampai di situ, kandungan etanol dan metanol di dalam tumbuhan randu, memiliki konsentrasi yang tinggi pada senyawa tanin, flavonoid, alkaloid, dan saponin. Melalui konsentrasi yang tinggi itu, fungisida berbahan pohon randu menjadi lebih mampu dalam membasmi jamur. Temasuk ekstrak kulit batang tanaman randu mempunyai pengaruh dalam menghambat pertumbuhan jamur.
Bagaimana Cara Membuat Fungisida dari Bahan Tanaman Randu?
Belajar dari Apriliani Sofa Marwaningtyas, ia menggunakan limbah abu kulit kapuk sisa pembakaran genteng dan baru bara. Dengan modal sedikit dan caranya yang mudah, ia berhasil membuat Indonesia harum melalui prestasinya dalam memproduksi fungisida berbahan tanaman randu.
Ketika itu, Apriliani dan temannya mengumpulkan abu kulit kapuk. Ia merendamnya, dan hasil rendaman tersebut diinjeksikan ke tanaman yang terinfeksi jamur. Hasil penelitiannya menyebutkan, air rendaman kulit kapuk bisa menekan penyakit jamur yang menyerang secara signifikan.