Mediatani – Beberapa hewan jenis krustasea, seperti rajungan, udang dan kepiting merupakan makanan laut (seafood) yang sudah sering menjadi menu favorit di berbagai restoran.
Hal tersebut membuat hasil perikanan krustasea ini menjadi komoditas andalan yang diekspor Indonesia ke pasar global. Selain memiliki rasanya yang lezat, berbagai hewan laut tersebut juga banyak mengandung nutrisi yang penting bagi tubuh.
Krustasea merupakan suatu kelompok besar dari artropoda, yang memiliki kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan. Kelompok ini juga biasanya dianggap sebagai suatu subfilum.
Krustasea pada umumnya mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Kelompok ini merupakan hewan air, baik air tawar maupun laut, meski beberapa diantaranya telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat.
Kebanyakan dari krustasea mampu bergerak secara bebas, walaupun terkadang ada takson yang bersifat parasit dan hidup dengan menumpang pada inangnya.
Untuk diketahui, krustasea sendiri dibagi menjadi 2 sub-kelas, yakni Entomostraca (udang-udangan rendah) dan Malacostrata (udang-udangan besar).
Entomostraca umumnya hewan berukuran kecil dan merupakan zooplankton yang biasa ditemukan di perairan laut atau air tawar dalam jumlah yang banyak. Golongan biota ini sering menjadi makanan untuk ikan, contohnya adalah ordo Copepoda, Cladocera, Ostracoda, dan Amphipoda.
Sementara, Malacostrata umumnya hidup pada perairan laut dan pantai. Beberapa diantaranya termasuk dalam Malacostrata adalah ordo Decapoda dan Isopoda.
Contoh dari spesies Malacostrata yaitu udang windu (Panaeus monodon), udang galah (Macrobanchium rosenbergi), rajungan (Neptunus pelagicus), dan kepiting (Portunus sexdentalus).
Dari kebanyakan spesies krustasea ini, seperti rajungan, udang, dan kepiting ini umumnya memiliki tampilan yang berbeda ketika telah dimasak, dimana spesies krustasea tersebut akan berubah warna menjadi kemerahan.
Apa yang membuat krustasea tersebut berubah warna ketika telah dimasak? ini penjelasannya.
Mengandung astaxanthin
Dilansir dari ABC Education, hewan krustasea, seperti rajungan, udang dan kepiting termasuk kelompok hewan yang memiliki exoskeleton atau cangkang keras yang tumbuh di bagian luar tubuhnya.
Exoskeleton ini berperan sebagai pelindung krustasea dari serangan predator. Warna krustasea-krustasea tersebut yang cenderung gelap saat masih hidup, semakin menyulitkan pandangan predator untuk mencari keberadaan mereka.
Dalam exoskeleton atau cangkang kerasnya itu, terdapat kandungan bahan kimia berupa pigmen yang sering disebut astaxanthin. Kandungan pigmen ini menghasilkan warna oranye, kemerahan atau kekuningan, baik pada hewan maupun tumbuhan.
Kandungan astaxanthin yang terdapat pada krustasea seperti rajungan, udang dan kepiting ini terbungkus rapat dan terlindungi oleh kandungan crustacyanin yang merupakan suatu jenis protein khusus. Sama seperti astaxanthin, crustacyanin juga berperan untuk menghasilkan warna pada krustasea.
Kandungan crustacyanin pada krustasea akan membuatnya cenderung berwarna gelap saat masih hidup. Dengan warna tersebut, ia mampu berkamuflase dengan lingkungan sekitar habitatnya. Misalnya kepiting yang cenderung berwarna hitam abu-abu.
Crustacyanin yang tidak tahan panas
Melansir Mentalfloss, kandungan astaxanthin yang terdapat pada rajungan, udang dan kepiting ini sebenarnya tahan terhadap suhu yang panas. Akan tetapi, protein yang melindungi astaxanthin atau crustacyanin ini yang tidak mampu menahan panas.
Sehingga, ketika krustasea dimasukkan ke dalam panci untuk dimasak, ikatan protein crustacyanin akan mengurai secara perlahan dan pigmen astaxanthinnya akan terlepas. Akibatnya, krustasea-krustasea tersebut menjadi warna kemerahan saat dimasak.
Menariknya, perubahan warna yang terjadi pada makanan laut atau seafood ini menjadi penanda tingkat kematangan masakan. Ketika warnanya kurang merah, kemungkinan masakan tersebut masih mentah.