Mediatani.co – Di tengah melemahnya produktifitas pertanian dalam negeri, sekelompok alumni institut teknologi Bandung (ITB) justru ciptakan inovasi yang begitu menarik untuk dikembangkan. Inovasi itu bernama Encomotion, sebuah sistem yang berfungsi memaksimalkan hasil pertanian dalam rumah kaca atau green house.
Encomotion diciptakan oleh perusahaan rintisan di bidang teknologi (startup) bernama BIOPS Agrotekno yang merupakan tenant (penyewa) Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung (LPIK-ITB).
Inovasi Enmoticon mulai muncul ke mata publik setelah berhasil menyabet juara ke tiga pada gelaran Swiss Inovation Challenge.
Dikutip dari tribunjabar, Senin (9/10/2017), berikut penjelasan mengenai Enmoticon dari personel BIOPS Agrotekno .
“Jadi Encomotion ini lebih tepatnya adalah sebuah sistem. Sistem ini akan dipasang pada pertanian rumah kaca. Nantinya ada alat yang dilengkapi sensor suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Melalui alat itu, akan diatur seberapa banyak air yang akan disiram ke tanaman,” ujar pendiri BIOPS Agrotekno Nugroho Hari Wibowo di kampus ITB.
Selama ini, lanjut mahasiswa S2 Instrumentasi dan Kontrol ITB 2016 ini, banyak petani yang tidak mengatur jumlah air yang disiram.
Akibatnya, banyak tanaman buah yang tidak maksimal saat panen. Padahal, menurut Wibowo, ada kalanya jumlah air yang disiram ke tanaman harus sedikit saja.
“Sistem ini sudah diujicobakan ke beberapa petani di daerah Sersan Bajuri, Cimahi, dan Ciwidey. Totalnya sudah dipakai di lahan seluas 2.250 meter persegi,” ujar CEO BIOPS Muhammad Fahri Riadi.
Berkat alat ini, lanjut Fahri, panen petani kentang jadi maksimal.
“Sebelum pakai sistem ini, kentang yang dihasilkan paling hanya 5-7 buah saja. Setelah memakai sistem ini petani bisa hasilkan sampai dengan 20 buah,” ujar Fahri.
Selain panen jadi maksimal, lanjut Fajri, berkat sistem ini, listrik jadi hemat 75 persen, air jadi hemat 40 persen, dan waktu jadi hemat 50 persen.
“Sistem ini kan tersambung ke aplikasi di smartphone, jadinya petani bisa kendalikan dari jarak jauh,” ujar Fahri.
Sistem seharga Rp 15 juta ini pertama kali dikembangkan pada Februari 2016.
“Kami prihatin jumlah petani dari tahun ke tahun terus menurun. Menurut data Kementerian Pertanian, dari tahun 2003 sampai 2013, jumlah petani turun sebanyak lima juta orang,” ujar Marketing BIOPS Agrotekno Mohammad Ihsan Novandika.
Selain itu, lanjut Ihsan, BIOPS juga prihatin dengan banyaknya komoditas pertanian yang harus diimpor dari luar negeri.
Berbekal permasalahan itu, BIOPS pun mendaftarkan diri menjadi tenant di LPIK ITB pada Februari 2016.
“Untuk pengembangan kami mendapat dana bantuan dari Kemenristekdikti dan ITB, sampai sekarang totalnya kurang lebih Rp 400 juta,” ujar Ihsan.
“Sampai September 2017 sudah ada lima unit yang kami jual ke petani,” kata Ihsan.
Berdasarkan gambar yang dibagikan oleh BIOPS Agrotekno kepada Tribun Jabar, tampak alat utama sistem Encomotion yang dilengkapi sensor suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya itu memiliki bentuk persegi.
Alat berwarna putih itu disimpan di tengah-tengah lahan pertanian rumah kaca.