Wujudkan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan, Guru Besar IPB: Riset Aksi Holosentrik Solusinya

  • Bagikan
Ilustrasi: Guru besar IPB Prof. Hermanu Triwidodo

Mediatani – Pengembangan Riset aksi holsentrik sangat mendorong hadirnya kerja sama antar pemerintah, peneliti dengan petani dalam kerangka kerja kolabiratif yang berorientasi pada penyelesaian problem-problem pertanian di lapangan.

Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai salah satu institusi pendidikan diharapkan dapat mendorong riset aksi holosentrik sebagai alternatif upaya dalam menyelesaikan program pembangunan sektor pertanian di Indonesia yang mengalami kebuntuan yang masih mengandalkan pendekatan teknosentrik.

Hal ini diungkapkan oleh Profesor Hermanu Triwidodo melalui orasi ilmiah yang berjudul Riset Aksi Holosentrik untuk Mengatasi Ledakan Hama pada penetapan guru besar IPB yang dibacakannya pada konferensi pers di Bogor, pada Kamis (19/5/2022).

Hermanu mengatakan, riset aksi ini dapat menjadi suatu inovasi pendekatan dalam menyelesaikan masalah terkait peledakan hama yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Riset ini dapat menjadi model prototype riset dalam pertanian berkelanjutan di Indonesia.

Selain itu, menurut Hermanu, pendekatan teknosentrik masih menjadi model pendekatan utama dalam melihat problem pertanian. Ia menjelaskan bahwa pendekatan teknosentrik adalah pendekatan yang digunakan dan menjadi basis dari revolusi hijau.

Menurutnya, implementasi dari pendekatan ini dilakukan dengan menerapkan paket teknologi yang telah dikembangkan oleh pusat kepakaran dengan pola pikir yang linier.

Tambahnya lagi, melalui pendekatan ini, petani hanya diposisikan sebagai konsumen (pengguna) dari teknologi yang diproduksi oleh pusat kepakaran (center of excellence).

Dalam hal ini, permasalahan yang hadir di lapangan kemudian didokumentasikan, lalu dibawa dan diteliti hingga memperoleh suatu kesimpulan dan teknologi yang siap untuk diterapkan oleh petani.

“Pada pendekatan ini penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimiawi sintetik menjadi satu hal penting. Pendekatan ini secara nyata memiliki kelemahan dan memunculkan situasi gagal dengan terjadinya ledakan hama wereng coklat dan penggerek batang putih,” tutur sang guru besar IPB tersebut.

Selanjutnya, Hermanu mengatakan, dalam penerapan riset aksi holosentrik, peneliti tidak mengambil jarak dengan petani, melainkan bersama dengan petani dalam melakukan suatu kajian.

Menurutnya, pendekatan holesentrik akan membuka ruang dan kesempatan bagi semua pihak untuk  berkontribusi dalam upaya memecahkan masalah pertanian secara konstruktif. Kontribusi peneliti dalam pendekatan ini adalah keterlibatan secara kolaboratif untuk menemukan solusi secara langsung tanpa menunggu publikasi ilmiah.

Hal ini menurutnya, berbeda dengan model pendekatan teknosentrik yang memposisikan petani sebagai sekedar pengguna dari teknologi yang dikembangkan oleh sumber pakar.

Dijelaskannya, salah satu bentuk implementasi dan instrumen pendekatan aksi holosentrik adalah laboratorium lapang. Laboratorium lapang menjadi media tumbuh dan berkembang bagi proses pembelajaran manusia dengan rasionalitas komunikatif. Pada laboratorium lapang terlihat komunikasi yang lebih efektif, akibat tidak ada lagi jarak antara petani dengan peneliti.

Dari penelitian yang dikembangkannya, Hermanu melihat sawah tidak sekedar dipandang dari aspek fisik semata, tetapi juga aspek ‘soft side of land’. Hermanu melihat terdapat suatu potensi tersembunyi yang berasal dari pengalaman dan kearifan petani, serta keanekaragaman biologi dengan berbagai tingkatan dan fungsinya.

Harmanu menjelaskan, interaksi dari unsur sistem lingkungan, sistem sosial dan bahkan deangan berbagai pemangku kepentingan akan mempengaruhi dan menentukan hasil panen.

Hal ini ditunjukkan dalam pendayagunaan musuh alami, lampu perangkap hama, pengumpulan kelompok telur yang melibatkan kontibusi aparat desa sampai dengan anak-anak sekolah dalam upaya menekan serangan hama penggerek padi.

Di Desa Panyingkiran, Kabupaten Karawang, didirikan laboratorium lapangan yang menjadi penanda penelitian dengan pendekatan holosentrik yang telah dilakukan oleh Hermanu brsam dengan peneliti lainnya.

Selain itu, Safari Gotong Royong yang sebelumnya dilakukan pada 2007 yang menjangkau 24 kabupaten di Pulau Jawa menjadi suatu wujud nyata dari pengembangan pendekatan riset aksi holosentrik ini.

Hermanu menyarankan agar IPB dapat menjadi pelopor dalam mengolaborasikan pendekatan ini dengan sistem insentif yang setara dengan dua dharma peguruan tinggi lainnya, yaitu pendidikan dan penelitian

Selama ini IPB telah merintis berbagai program dan kegiatan seperti, Dosen Pulang Kampung, Dosen Mengabdi dan IPB Quick Respons. Sayangnya, sistem insentif yang kaitannya dengan BKD dan SIJ serta syarat untuk kenaikan pangkat masih belum tertata dengan baik.

Selain itu, terkadang juga prasyarat penerima hibah dana kegiatan tersebut kurang pas dan kontra produktif. Misalnya, persyaratan untuk mendapatkan dana dosen pulang kampung adalah harus menghasilkan publikasi bertaraf internasional.

“Di sinilah IPB bisa menginisiasinya untuk menjadi lebih baik dan utamanya bagaimana ilmu pengetahuan itu bisa benar-benar kembali dan memberikan solusi buat pertanian menjadikan petani Indonesia merdeka,” ungkap Hermanu.

  • Bagikan