Mediatani – Menghadapi musim tanam 2 tahun 2020, sejumlah petani di berbagai wilayah Jawa Barat harus menghadapi kelangkkaan pupuk bersubsidi. Bukan karena pasokan tidak ada, melainkan kuota pupuk subsidi yang bisa diedarkan mulai menipis.
Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat Otong Wiranta mengaku, sulitnya petani mendapatkan pupuk subsidi ini lantara kuota di berbagai wilayah sudah habis. Dirinya mengungkapkan, saat ini, untuk wilayahnya saja distribusi pupuk subsidi sudah mencapai 95 persen.
“Di daerah Pantura terutama, dari Bekasi sampai ke Cirebon. Akhir-akhir ini agak pusing, banyak petani yang ngeluh pupuk subsidi susah. Saya konfirmasi ke kios distributor memang alokasinya sudah habis,” kata dia kepada wartawan, Kamis (13/8/2020).
Otong Wiranta menjelaskan bahwa sebenarnya sejak awal tahun, pihaknya sudah menyurati pemerintah provinsi untuk kekurangan pupuk subsidi ini. Sudah diperkirakan, dengan besaran kuota 388 ribu, alokasi akan habis di September 2020. Saat ini stok tersebut tidak bisa didistribusikan.
Maka dari itu, saat ini KTNA sudah mengajukan surat penambahan kuota pupuk subsidi sekitar 100 ribu ton. Terlebih, yang sulit didapatkan petani saat ini adalah pupuk jenis Urea.
“Yang kritis itu di Subang, Bekasi, Indramayu. Padahal Jawa Barat menjadi salah satu provinsi penyumbang beras terbesar di Indonesia,” tegas dia.
Jika dihadapkan kemungkinan terburuk, dimana di kios distributor hanya menjual pupuk nonsubsidi, dia memastikan akan mempengaruhi produktivitas petani.
“Petani tetap lakukan pemupukan tapi mungkin dosisnya tidak sesuai anjuran. Jadi ujung-ujungnya mempengaruhi produksi,” tutup dia.
Perlu diketahui, pupuk subsidi saat ini dijual dengan harga Rp 180 ribu per kuintal. Sementara pupuk nonsubsidi sendiri di kios distributor dibandrol sekitar Rp 600 ribu.
“Karena disparitas harga yang tinggi ini, kalau petani 100 persen gunakan pupuk nonsubsidi, daya beli petani belum bisa jangkau untuk itu. Apalagi sekarang serba susah gara-gara Corona,” ucap dia.
Dia meminta kepada pemerintah untuk tidak menganggap remeh persoalan pupuk ini. Sektor pertanian, kata dia, terbukti menjadi sektor yang tumbuh cukup tinggi di tengah hantaman Covid-19. Sektor ini juga yang menjadi penggerak utama ekonomi Indonesia.
“Untuk itu, pemerintah harus hargai petani,” pungkas dia.