Mediatani – Akan aneh rasanya jika masih ada orang di dunia ini yang tidak mengenal buah durian. Meski tidak semua orang menyukainya, buah yang dijuluki King of Fruit ini memiliki banyak penggemar khususnya di Indonesia. Hal itu karena buah ini memang memiliki aroma khas dan rasa yang nikmat.
Namun, dibalik lezatnya buah durian, ternyata ada hewan yang menjadi faktor penting dalam menyukseskan penyerbukan bunga tanaman tersbut. Hewan apakah itu? Yup, kelelawar!
Hal ini dibuktikan oleh Sheherazade et al (2019) dalam penelitiannya yang berjudul “Contributions of bats to the local economy through durian pollination in Sulawesi, Indonesia”.
Walaupun tidak dipungkiri keberadaan serangga yang juga menjadi penyerbuk, peneliti menyebutkan bahwa kontribusinya sangat kecil dan tidak seefektif kelelawar yang menjadi penyerbuk utama bunga durian. Dapat dibayangkan jika populasi kelelawar menurun, maka produksi buah durianpun akan mengalami penurunan.
Melansir dari Mongabay, jenis kelelawar menjadi berbeda tergantung pada tempatnya. Misalnya di Sulawesi, ada tiga jenis kelelawar penyerbuk utama bunga durian yaitu Pteropus alecto (kalong hitam), Acerodon celebensis (kalong Sulawesi), dan Eonycteris spelaea.
Tidak seperti di semenanjung Asia Tenggara, yang pada umumnya menggunakan sistem monokultur, pohon durian di sebagian besar wilayah Sulawesi tersebar di hutan sekunder dengan sistem kebun campur atau agroforestry yang dikelola bersama tanaman lain seperti kakao, rambutan, langsat, dan mangga.
Kelelawar melakukan penyerbukan saat menghisap nektar pada bunga durian, kemudian serbuk sari melekat pada kaki kelelawar dan terbawa ketika hewan tersebut berpindah pada bunga yang lain.
Para peneliti sepakat bahwa di antara semua hewan penyerbuk pada bunga durian, kelelawar tinggal paling lama, paling sedikit merusak bunga dan dianggap telah memindahkan cukup banyak serbuk sari untuk menghasilkan buah.
Tidak tanggung-tanggung, para peneliti memperkirakan nilai durian sebesar 117 dolar AS (sekitar 1.640.000 rupiah) per hektar per musim yang dihasilkan dari penyerbukan kelelawar untuk 1.500 ton buah di Batetangnga, Sulawesi Barat. Durian sebanyak 1,5 juta dihargai $450.000 (6,3 miliar rupiah).
Saat ini, kelelawar berada dalam ancaman, sebab daging kelelawar kini dapat dijual di pasar lokal. Kelelawar buah Sulawesi menjadi hewan yang rentan punah dan telah dimasukkan dalam Daftar Merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam.
Konservasi kelelawar harus dilakukan pada habitat aslinya seperti hutan bakau yang merupakan tempat bertengger utamanya, dan area seperti hutan primer dan perkebunan campuran.
Bukan hanya itu, perburuan kelelawar sebagai satwa liar yang marak dikonsumsi dan diperjual belikan di pasar hewan di Sulawesi Utara pun harus segera dikurangi.
Penelitian ini membuktikan bahwa peningkatan konservasi kelelawar berpotensi meningkatkan produktivitas durian di Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar domestik yang tinggi.
Selain itu, Pemerintah Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya juga harus mempertimbangkan potensi pemasaran durian organik dari hutan sekunder yang diserbuki kelelawar. Pasalnya, buah-buahan organik memiliki harga yang lebih tinggi di pasar daripada buah-buahan non-organik.