Kementan Utarakan 4 Komoditas yang Perlu Diimpor

  • Bagikan
ILUSTRASI. daging sapi impor/bisnis tempo/IST

Mediatani – Kementrian Pertanian melalui Menteri Pertanian  Syahrul Yasin Limpo mengutarakan empat macam komoditas bahan pangan pokok yang perlu diimpor untuk menjaga ketersediaannya di masyarakat menjelang bulan suci Ramadan dan hari raya Idul Fitri.

Keempatnya itu yakni, bawang putih, daging sapi/kerbau, gula, dan kedelai. “Dari 12 komoditas pangan pokok, bawang putih, daging sapi/kerbau, gula, dan kedelai menjadi perhatian khusus dari kami,” kata Mentan Syahrul pada rapat kerja dengan Komisi IV DPR bersama dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait persiapan dan ketersediaan pangan menghadapi Ramadan dan hari besar keagamaan, Kamis (18/3/2021), melansir, Jumat (19/3/2021) dari laman katadata.co.id

Menurut Mentan SYL, keempat bahan pokok ini pun harus dipenuhi melalui impor lantaran produksi dalam negeri yang belum dapat memenuhi total kebutuhan masyarakat. Hal ini juga sebut dia, berdasarkan perhitungan prognosa neraca pangan pokok sampai dengan Mei 2021.

Menurut prognosa yang dihitung berdasarkan stok akhir tahun 2020, perkiraan produksi dalam negeri, dan perkiraan kebutuhan, perkiraan impor keempat bahan pangan pokok tersebut yakni, kedelai sebanyak 1,05 juta ton, bawang putih 257,82 ribu ton, daging sapi/kerbau 111,29 ribu ton, dan gula pasir 646,94 ribu ton.

“Jelang Ramadan dan Idul Fitri, ketersediaan pangan pokok di masyarakat harus diantisipasi dengan baik, karena berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, pada Ramadan dan Idul Fitri, ketersediaan, kecukupan hingga lonjakan/penurunan harga pangan akan mendapat sorotan,” ujarnya.

Makanya, salah satu strategi Kementan adalah mempercepat impor komoditas pangan yang menurut data yang ada harus dipenuhi.

Meski begitu, ada delapan komoditas pangan pokok lainnya yang diklaim kebutuhannya sampai dengan Mei 2021 dapat dipenuhi oleh stok sisa akhir 2020 dan perkiraan produksi dalam negeri, termasuk beras yang belakangan ini ramai diperbincangkan setelah pemerintah mengumumkan rencana impor.

Dari data Kementan, kebutuhan konsumsi beras dalam negeri untuk periode Januari hingga Mei 2021 sebesar 12,3 juta ton. Sedangkan stok pada akhir 2020 tercatat 7,4 juta ton dan produksi diperkirakan mencapai 17,5 juta ton. Sehingga neraca sampai dengan Mei 2021 tercatat surplus 12,6 juta ton.

“Beras diperkirakan surplusnya kurang lebih di atas 12 juta ton, surplus karena pada Maret – April 2021 ini masih dalam masa panen raya,” ujar Syahrul.

Dia juga menuturkan bahwa berdasarkan hasil perhitungan sampai minggu kedua Maret, stok beras yang tersimpan di berbagai tempat seperti Bulog, penggilingan, pedagang, pasar beras induk Cipinang, lumbung pangan masyarakat, Horeka, dan rumah tangga mencapai 6,79 juta ton.

Pemerintah sendiri sudah mengumumkan rencana impor beras sebanyak 1 juta ton pada awal Maret. Impor dilakukan untuk menjaga ketersediaan stok beras domestik dalam dalam jumlah aman.

“Pemerintah melihat bahwa komoditas pangan itu menjadi penting, sehingga salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1 juta-1,5 juta ton,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Rapat Kerja Kementerian Perdagangan, Kamis (4/3).

Sementara, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan bahwa kebijakan impor beras akan diupayakan agar tidak mengganggu penjualan hasil panen petani. Ia memastikan bahwa beras yang diimpor oleh pemerintah hanya untuk cadangan Bulog, bukan untuk dijual bebas.

“Iron stock itu adalah barang yang memang ditaruh oleh Bulog sebagai cadangan. Dia mesti memastikan barang itu selalu ada. Jadi, tidak bisa dipengaruhi oleh panen atau apapun karena memang dipakai sebagai iron stock,” ungkapnya.

Namun rencana impor ini mendapat sorotan, karena impor akan dilakukan saat panen raya yang membuat stok beras mengalami surplus yang cukup besar yakni lebih dari 12 juta ton hingga Mei 2021 menurut data Kementan.

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan bahwa produksi beras pada tahun 2020 meningkat dari 31,31 juta ton pada 2019 menjadi 31,33 juta ton. Sedangkan potensi produksi periode Januari-April 2021 mencapai 14,54 juta ton, naik 26,84% dibandingkan periode yang sama 2020 sebesar 11,46 juta ton.

“Jika produksi beras nasional surplus, apa urgensi impor beras? Apa kebutuhan mendesaknya? Berapa kebutuhan beras nasional kita sehingga pemerintah malah memilih mengimpor beras?,” tanya Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Achmad Baidowi.

Untuk itu, dia meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan data-data tersebut secara transparan. Hal itu, lanjut dia, agar publik harus tahu data yang valid tentang ketersediaan dan pasokan beras dari petani, serta kebutuhan beras dalam negeri.

“Kemendag jangan buru-buru mengeluarkan izin impor beras. Data komoditas pangan kita masih semrawut, sehingga impor yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada,” katanya, lagi.

Komisi IV DPR pun menolak rencana ini karena dilakukan di saat stok padi dalam negeri melimpah sehingga berpotensi merugikan petani.

“Komisi IV meminta pemerintah lebih mengutamakan produksi dalam negeri,” kata Wakil Ketua Komisi IV Hasan Aminuddin pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Pertanian, Perum Bulog, dan BUMN kluster pangan di Jakarta, Senin (15/3), lalu. (*)

  • Bagikan