Kenapa Ayam Berkokok? Ini Penjelasan Ilmiahnya

  • Bagikan
Ilustrasi: Ayam Berkokok
Ilustrasi: Ayam Berkokok

Mediatani – Kokok ayam merupakan salah satu suara alam yang mudah dikenali di dunia selain meongan kucing dan gonggongan anjing. Kokok ayam dideskripsikan sebagai onomatopetik, istilah imitasi vocal dari suara yang dikeluarkan.

Dalam bahasa Indonesia, suara kokok ayam dikenal dengan sebutan kukuruyuk, sedangkan dalam bahasa inggris disebut cock-a-doodle-doo, di Jerman ki-ke-ri-ki, dan di Jepang ko-ke-kok-koh.

Para peneliti dan ahli unggas  (ornithologis) beranggapan bahwa ayam dapat berkokok karena berbagai hal. Mereka beranggapan bahwa kokokan ayam sebelum fajar adalah karena respon mereka terhadap perubahan level cahaya, ketika disinari lampu mobil atau sumber cahaya buatan.

Namun, dalam beberapa tahun para peneliti dari Nagoya University di Jepang kemudian mencoba menggali lebih dalam apakah memang ayam-ayam tersebut mengantisipasi matahari terbit.

Takashi Yoshimura bersama tim melakukan penelitian untuk mengetahui perilaku kokok ayam jantan. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 ini dituangkan dalam tulisan ilmiah berjudul Circadian Clock Determines the Timing of Rooster Crowing dalam Current Biology.

Dilansir dari laman nationalgeographic.grid.id, tujuan Takashi Yoshimura melakukan penelitian yaitu untuk menjawab rasa penasaran tentang perilaku dan makna kokok ayam serta kenapa ayam berkokok di pagi hari dan apakah ayam berkokok di pagi hari saja?

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa perlakuan pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda, dimana 40 ayam jantan ditaruh pada sebuah ruangan yang selalu terang sepanjang hari, mencatat ayam yang berkokok.

Adapun perlakuan yang dilakukan pada tahap awal, para ayam tersebut dimasukkan ke dalam eksposur lingkungan yang berbeda selama beberapa minggu.

Sesuai ekspektasi, semua kelompok ayam tersebut berkokok sepanjang hari ketika telah diberi makan. Hal ini karena ayam tersebut merespon ke berbagai stimulus atau rangsang muncul setiap hari.

Perlakukan selanjutnya dilakukan selama 2 minggu untuk mengetahui bagaimana ayam berkokok di pagi hari, sekelompok ayam diberi perlakuan lingkungan yang disinari selama 12 jam, dan dalam keadaan gelap selama 12 jam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam mulai berkokok sebelum fajar atau sekitar 2 jam sebelum cahaya dinyalakan. Namun demikian, kokokan ayam ternyata tidak hanya dilakukan saat sebelum fajar, tetapi berfungsi untuk menunjukkan dominasi pada batasan kawasan kekuasaan.

Data awal menunjukkan bahwa ayam akan berkokok saat fajar, yang duluan berkokok adalah ayam yang dominan atau berkuasa di daerah tersebut. Lalu menyusul berkokok ayam kelas bawahnya dengan sabar menunggu.

Eksperimen kedua dilakukan dengan lingkungan yang digelapkan selama 24 jam, Ternyata, ayam dengan cepat menyesuaikan diri serta berkokok setiap 23,8 jam sekali setiap hari. Hal ini menandakan bahwa cahaya bukanlah faktor dalam alasan berkokok pada ayam.

Percobaan ketiga yaitu dengan melakukan pengacakan pemberian cahaya terang dan suara keras pada waktu yang berbeda-beda. Walau memang memicu berkokok ringan, ayam tersebut tetap berkokok saat waktu fajar.

Setelah melakukan serangkaian percobaan, Yoshimura dan timnya menyimpulkan, ayam lebih banyak berkokok pada pagi hari. Untuk wilayah kekuasaan terjadi sesaat setelah ayam tersebut bangun.

Selain itu, paling utama adalah ayam memiliki jam didalam tubuhnya untuk mengatur kapan waktu berkokok yang tepat. Tidak peduli dengan cahaya lingkungan yang ada di sekitarnya.

Namun, perilaku berkokok itu jauh lebih kuat pada dini hari. Temuan ini menunjukkan bahwa perilaku tersebut didorong oleh jam circadian internal, bukan kondisi eksternal.

“Di sini kami menunjukkan bahwa kokok dini hari berada di bawah kendali jam circadian. Meskipun rangsangan eksternal seperti cahaya dan kokok oleh individu lain juga menyebabkan ayam berkokok, besarnya induksi ini juga diatur oleh jam circadian,” ungkap Yoshimura.

  • Bagikan