Mediatani – Berbagai catatan tentang sejarah Indonesia menjelaskan bahwa tujuan utama bangsa Portugis datang ke Maluku adalah untuk mencari rempah-rempah. Kapal-kapal mereka berlabuh di Tanah Air setelah menaklukkan Bandar Malaka, Malaysia, pada 1511.
Dikutip dari penelitian Syahyunan Pora, Dosen Filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Khairun Ternate dalam Prosiding Seminar Nasional Banda Neira, disebutkan bahwa rakyat Maluku dulunya sangat makmur berkat rempah-rempah yang dihasilkan dan dikumpulkan di Bandar Malaka yang menjadi pelabuhan utama distribusi cengkeh serta rempah-rempah di Asia Tenggara.
Sejak duku, rempah sudah dikenal sebagai substansi dari tumbuhan tropis yang memiliki rasa kuat dan aromatik. Rempah-rempah ini dimanfaatkan untuk memberikan aroma atau mengawetkan sesuatu.
Rempah merupakan diperoleh dari bagian kulit, akar, pucuk, bunga, getah, dan damar, termasuk sari bunga atau buah dari suatu tumbuhan. Lain halnya dengan rempah, herba, yang biasa ditemukan tumbuh di negara bersuhu dingin, diambil dari daun tanaman.
Mitos kesehatan
Marco Polo dalam tulisannya melaporkan tentang keberadaan rempah di Nusantara. Ia menulis bahwa di negeri ini memiliki komoditas yang berlimpah ruah, mulai dari lada, pala, spikenard, laos, kemukus, cengkih, dan segala jenis rempah serta obat-obatan.
Saat wabah Black Death melanda Eropa, Fakultas Kedokteran Paris menyarankan semua orang untuk menghindari udara buruk yang ada di bagian Selatan. Udara buruk tersebut dapat dihilangkan dengan melakukan pengasapan dengan membakar rempah-rempah atau tanaman aromatik.
Selain itu, ia juga menyarankan untuk tidak makan dan minum berlebihan, rebus daging dengan menggunakan rempah dalam sup kasia, kayu manis, anggur, cuka, dan jahe, serta menambahkan cengkih saat membuat saus.
Sementara Marco Polo saat itu belum mengetahui bahwa titik pengumpulan dan distribusi rempah-rempah tersebut hanya terdapat di Jawa. Kabar angin lainnya yaitu mitos rempah-rempah memiliki mitos, yakni mampu membuat daging awet dan menutupi bau amis daging.
Cengkeh (Syzigium aromaticum, atau Eugenia aromatica, atau kuntze) sendiri sebenarnya berasal dari lima pulau kecil yang terdapat di bagian utara Maluku, yaitu Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan.
Sementara buah pala (Myristica fragrace) aslinya berasal dari Kepulauan Banda yang terletak di bagian tenggara Pulau Ambon, serta di Halmahera Timur, termasuk Maba, Patani, dan Weda.
Kedua jenis rempah ini merupakan beberapa komoditas yang memiliki nilai jual yang mahal dan dapat ditukar dengan beras, kain, dan lainnya, yang dapat dijual di Eropa dengan keuntungan yang sangat besar.
Bangsa Portugis datang ke Maluku
Kedatangan bangsa Portugis pertama kali di kawasan Maluku, yaitu pada 1512, masa Sultan Bayanullah dari Kesultanan Ternate. Kapal-kapal Portugis yang tiba di perairan Banda itu dinakhodai oleh kapten Antonio de Abreu.
Dikutip dari penelitian Rosdiyanto, “Kesultanan Ternate dan Tidore” dalam Jurnal Aqlam, IAIN Manado, disebutkan bahwa Sultan mengutus saudaranya dan beberapa pejabat kesultanan untuk menjalin komunikasi dan mengajak Fransisco Serrao, salah seorang bangsa Portugis tersebut.
Dari hasil pertemuan dengan Fransisco itu, ada beberapa kebijakan Sultan yang kelak melemahkan posisi Kesultanan Ternate. Salah satu kebijakan tersebut mengizinkan Portugis untuk membangun benteng di Ternate, salah satunya adalah benteng Toloko yang dibangun pada 1522.
Kedekatan Sultan dengan bangsa Portugis membuat rakyat resah karena bangsa tersebut ikut campur dalam urusan dalam negeri, seperti pengangkatan dan perwarisan tahta kerajaan. Rakyat Ternate yang merasa kecewa lantas meracuni Sultan Bayanullah hingga akhirnya tewas.
Pada 1528, Dom Jonge de Meneses bersama sekutunya, Ternate dan Bacan mengalahkan Tidore dan Spanyol (Kastilia). Namun ia dan Kapten Goncalo Pereira dibunuh karena memaksa masyarakat Ternate menyetor 1/3 cengkeh yan dihasilkannya ke Raja Portugis.
Portugis akhirnya diusir dari Ternate ketika Tristoa de Altaida mulai bersikap kasar terhadap penduduk Ternate, sehingga menimbulkan pemberontakan. Raja Ternate membakar memobilisasi masyarakat Maluku dan Irian untuk membakar Benteng Portugis dan mengusirnya dari Maluku.
Pada abad itu, bangsa Portugis, Inggris, dan Belanda sangat tertarik untuk mengambil pala di Tanah Air. Portugis yang telah menguasai Malaka kemudian melanjutkan jajahannya di rute menuju Maluku dan kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah dan merahasiakan rute yang mereka pelajari agar bisa dimonopoli.