Mediatani – Kisah sukses nan inspiratif kali ini datang dari seorang peternak ayam hias yang berjenis ayam Chabo, ayam asli dari negeri sakura, Jepang.
Dilansir dari akun Youtube Capcapung, Syafruddin sosok peternak itu pun membagikan pengalaman suksesnya.
Syahfruddin merupakan Owner dari Sampurna Farm Jogja, yang beralamat di Jalan Nitian Gang Srikandi no 4 Sorosutan, Umbulharjo, Jogjakarta.
Pria ini bisa dikatakan sukses menekuni peternakan ayam Chabo salah satu ayam hias yang masih kurang populasinya di Indonesia. Ayam ini bisa dibilang unik karena asalnya dari Jepang.
Dia menceritkan, awalnya Syafruddin didasari hanya karena hobi, lalu kemudian dia mulai menekuni ayam Chabo ini dan dikembangkannya secara serius, dengan harapan bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk dirinya dan untuk orang lain.
“Awalnya senang dengan Ayam Laga kemudian pindah ke ayam Pelung dan terakhir ke ayam hias. Sekarang ini fokus ke ayam Kate Chabo Black Tail yang kebetulan belum lama didatangkan dari negeri asalnya, Jepang,” kata dia di sela-sela wawancara dengan CapCapung.
Memang awalnya sengajadidatangkan beberapa pasang untuk dikembangkan di Indonesia. Kenapa dirinya memilih ayam Chabo khususnya Balck Tail dikarena di sekitar tenpatnya tinggal sudah banyak ayam hias sehingga dia mencari apa yang belum ada di Indonesia. Sehingga menjatuhkan pilihan di Chabo Black Tail.
Usai dirinya mempelajarinya dari internet dan juga berdiskusi dengan beberapa teman. Maka niatnya pun bulat beternak ayam ini.
Dia mengatakan, untuk mendapatkan ayam ini pun tidak mudah karena langsung diambil dari Jepang.
“Yang menarik dari ayam Kate Chabo ini jika memiliki lebih dari 5 ekor maka tampaknya indah sekali, apalagi ketika jalan bareng-bareng itu kelihatannya bagus sekali,’ katanya sambil tertawa kecil.
Dari mudahnya mengakses internet kata dia, maka semua orang bisa lebih memilih beberapa varian ayam sekaligus bisa memanfaatkan dalam penjualan dari ayam hias tersebut.
“Sebenarnya ayam Chabo kan asli Jepang, varietasnya banyak, macamnya banyak, warnanya juga bermacam-macam cuma memang saya lebih tertarik kea yam Chabo Black Tail. Dengan postur Kate atau mini, berwarna putih, dengan ekor hitam,” akunya.
Dia menuturkan alasan mengapa dirinya memilih Chabo yang berekor hitam. Hal itu dikarenakan warnanya yang unik karena tidak bisa juga direkayasa. “Jika ingin disilangkan dengan ayam lain pun akan sulit mendapatkan black tail itu. Jika jadi pun hasilnya tidak seperti aslinya,” ungkapnya.
Di Indonesia sendiri, Ayam Chabo belum tertalu banyak.
Perihal perawatannya, dia bilang, perkembangannya hampir sama dengan ayam lain, cuma ada sedikit perawatan khusus di usia 0-2 minggu. Pada waktu-waktu itu pun memang harus lebih intensif karena saat menetas ayamnya kecil sekali. Setelah menetas harus disimpan di box khusus disertai pakan dan minumnya harus diawasi serius untuk menghindari kematian.
Beberapa hal yang diperhatikan dalam perawatan ayam ini ujar dia, ialah tentang kebersihan kandang, kedua asupan makanan, vitamin, dan gizi harus diperhatikan supaya pertumbuhan ayam dan bulunya maksimal.
Dia menyarankan, saat mulai bertelur juga harus ada tambahan gizi agar kualitasnya bagus.
“Biasa saya gunakan pakan untuk ayam biasa, untuk hariannya. Kemudian saat mulai bertelur ditambahkan konsentrat dan estimulan (obat-obatan) dari poultry. Untuk telur ayam Chabo sendiri hampir sama dengan ayam kampung bisa mencapai 8-12 butir satu periode. Periode telur bergantung dengan siklus ayamnya, jadi tidak terpengaruh dengan musim,” ujarnya.
Untuk ideal ukuran kandang Chabo ternaknya, dia menggunakan ukuran 2 setengah x 2 meter itu bisa diisi satu jantan dan satu betina. Sampai satu jantan dengan maksimal empat betina. Jangan lebih dari lima betina karena dikhawatirkan proses kawinnya tidak maksimal.
Ayam Chabo sebenarnya bisa mengeram sendiri, hanya saja dirinya mengambilnya dan disimpan di mesin penetas.
Bercerita soal suka dukanya, kata dia, suka kalau ayam hiasnya berkembang dengan baik, bertemu dengan banyak teman. Adapun, dukanya, seperti menghadapi penyakit atau ayamnya mati.
Perihal permintaan ayam Chabo dikatakannya cukup banyak hanya saja, karena produksinya terbatas jadi belum bisa memenuhi kebutuhan pasar.
“Pemasarannya lewat internet untuk penjualannya, komunikasinya lewat wa atau telpon, selain itu tidak saya layani. Harganya bersaing karena masih langka di Indonesia. Sejauh ini penjualan baru di wilayah Jawa dan Sumatera, daerah lain belum ada permintaan. Hasilnya sudah bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ungkapnya.
Keinginan beternak ayam hias sudah menjadi panggilan hati. “Jadi saya jalani dengan senang hati juga,” tuturnya.
Dia berpesan, untuk peternak pemula agar memastikan diri ketika membuka usaha pertama perihal niat, kedua semangat dan ketiga jangan lupa berdoa. “Modal itu busa belakangan yang penting niat” pungkasnya. (*)