Kisah Petani yang diberkahi Allah dalam Usaha Pertaniannya

  • Bagikan
Ilustrasi: Pertanian Indonesia

Mediatani – Allah SWT adalah pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta. Allah akan senantiasa memerintahkan alam untuk menjaga dan memberikan kebaikan dan kemaslahatan bagi hambaNya yang mengamalkan ajaran agama yang merupakan perintah Allah.

Sebuah kisah menceritakan tentang seorang petani yang taat menjalankan perintah Allah yang kemudian kebunnya disirami oleh awan atas perintah Allah. Dan siapa pun juga bisa mendapat penjagaan dari Allah apabila orang tersebut benar-benar istiqomah menjalankan ajaran agama Allah.

Kisah tentang seorang petani yang saleh ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Ketika ada seorang sedang berjalan di sebuah padang yang luas tak berair dan sunyi, tiba-tiba dia mendengar suara dari awan, “Siramilah kebun si Fulan!” maka awan itu menepi (menjauh) lalu menumpahkankan airnya di tanah dengan bebatuan hitam.

Ternyata ada saluran air yang telah dipenuhi dengan air. Maka ia menelusuri (mengikuti) jalannya air tersebut. Ternyata ada seorang laki-laki yang sedang berada di kebunnya, dia sedang mengalirkan air dengan menggunakan cangkulnya.

Kemudian dia bertanya, “Wahai hamba Allah, siapakah nama anda?”

Dia menjawab, “Fulan.” Sebuah nama yang didengar dari suara di awan tadi.

Kemudian orang itu balik bertanya, “Mengapa anda menanyakan namaku?”

Dia menjawab, “Saya mendengar suara dari awan yang ini adalah airnya, mengatakan ‘Siramilah kebun si Fulan!’ yaitu nama anda.

“Maka apakah yang telah anda kerjakan?”

Dia menjawab, “Karena anda telah mengatakan hal ini maka akan saya ceritakan bahwa saya memperhitungkan (membagi) apa yang dihasilkan oleh kebun ini; sepertiganya saya sedekahkan; sepertiganya lagi saya makan bersama keluarga dan sepertiganya lagi saya kembalikan lagi ke kebun (untuk ditanam kembali).”

Dalam riwayat lain disebutkan:

“Dan aku jadikan sepertiganya untuk orang-orang miskin dan peminta-minta serta ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan).”

Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan dan mengisahkan tentang kisah orang-orang terdahulu, yaitu pada zaman sebelum datangnya risalah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kisah dalam hadits tersebut memang menakjubkan. Diceritakan dalam hadits itu, seorang yang sedang menempuh perjalanan di sebuah padang pasir yang sunyi, kemudian dia mendengar suara dari awan (mendung) yang merupakan suara dari malaikat yang mengurusi awan (hujan).“Siramilah kebun si Fulan”. Karena penasaran mendengar suara itu, laki-laki itu kemudian mengikuti awan tersebut. Dia penasaran dengan nama laki-laki yang disebutkan dalam suara itu.

Awan itu ternyata menurunkan hujannya disebuah tanah dengan yang berupa bebatuan hitam. Hujan itu membentuk aliran air menuju arah tertentu. Laki-laki itu pun mengikuti dan menyusuri aliran air hujan tersebut. Dia melihatnya aliran air itu bermuara di sebuah kebun.

Di kebun itu ada seorang laki-laki yang sedang mengairi kebunnya dengan menggunakan cangkul keseluruh bagian kebunnya. Dia pun menghampiri laki-laki pemilik kebun untuk menanyakan namanya, ternyata nama orang tersebut adalah nama yang ia dengar dari awan yang disebut oleh malaikat.

Kejadian ini membuatnya merasa takjub dan penasaran dengan orang tersebut. Dia langsung menanyakan tentang apa saja yang telah dilakukan oleh petani tersebut. Pastilah ada perbuatan yang istimewa sehingga dia mendapat karomah dari Allah subhanahu wa ta’ala yaitu turunnya air dari awan yang khusus mengairi kebun petani tersebut.

Hujan yang selama ini kita ketahui turun membasahi semua kebun atau daerah yang ada, tetapi dalam hadits ini hujan atau air khusus mengairi kebun petani tersebut, ini adalah suatu hal yang menakjubkan. Untuk menghilangkan rasa penasarannya maka dia bertanya kepada petani tersebut tentang apa yang dilakukannya dalam bertani sehingga diberi kemudahan oleh Allah subhanahu wa ta’ala sampai-sampai diberi air secara khusus.

sebenarnya dia enggan menceritakan amal perbuatannya tetapi setelah diminta dan melihat adanya manfaat menceritakan amalnya, kemudian petani itu menceritakan bahwasanya hasil panennya dibagi menjadi tiga bagian, sepertiga yang pertama dialokasikan untuk disedekahkan kepada orang-orang yang membutuhkan (fakir miskin, musafir, dan para peminta-minta) dan sedekah adalah suatu amal yang utama.

Lalu sepertiga yang kedua dari hasil panennya dia alokasikan untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya dan sepertiga yang terakhir dari hasil panennya dialokasikan untuk ditanam lagi.

Dari penjelasannya, dapat diketahui bahwa petani tersebut tidak membuat kerusakan terhadap alam dan lingkungannya dengan tidak menguras semua hasil panen untuk dimanfaatkan semua, namun dia alokasikan sepertiganya dikembalikan ke kebunnya baik ditanam lagi atau menjadi modal pertanian selanjutnya.

Kita mengetahui bahwa sedekah menjaga hartanya, mengembangkan hartanya dan memberkahi hartanya. Kita juga mengetahui seorang memberikan nafkah kepada tanggungannya (keluarganya) adalah kewajiban dari Allah. Kita juga mengetahui bahwa tanaman itu perlu perawatan dan pemeliharaan, perlu pemupukan dan irigasi.

Petani muslim tersebut telah mengetahui hak Allah atas hartanya sehingga dia bersedekah. Dia juga mengetahui hak diri dan keluarganya maka dia memberikan nafkah. Dia juga ahli dalam pertanian sehingga menyisakan modal untuk mengolah dan memelihara kebun dan tanamannya.

Dalam kisah di atas juga dapat diambil pelajaran tentang cara pertanian yang barokah yaitu dengan melakukan seperti yang dilakukan petani tersebut. Jadi hasil panen itu dialokasikan untuk ketiga perkara yaitu pertama untuk memenuhi kebutuhan kita dan keluarga.

Kedua untuk medekatkan diri kepada Alloh subhanahu wa ta’ala baik dengan sedekah, maupun ibadah lainnya, dan ketiga untuk modal usaha selanjutnya. Tidaklah petani shalih itu menggunakan hasil panennya untuk menumpuk dan mengumpulkan harta serta menghambur-hamburkan harta untuk hal yang tidak bermanfaat.

Pelajaran yang juga penting dalam kisah ini yaitu orang saleh bukanlah orang yang hanya sibuk beribadah, melupakan dan meninggalkan pekerjaannya, yang tidak peduli dan menelantarkan keluarga dan masyarakatnya. Petani saleh inilah membuktikan dia bisa saleh dengan usaha pertaniannya.

Penulis : Sugeng Priyadi

  • Bagikan