Kisah Triyono, Peternak Sukses & Peraih MURI yang Namanya Sampai Masuk dalam Soal Kelas 4 SD

  • Bagikan
Nama Triyono dalam buku halaman 25 Tema 6 Kelas 4 SD/MI, Pembelajaran 3, Subtema 1

Mediatani – Siapakah Triyono? Apa saja yang telah dilakukannya untuk menjadi pengusaha? Pertanyaan tersebut merupakan soal halaman 25 Tema 6 Kelas 4 SD/MI, Pembelajaran 3, Subtema 1. Materi Subtema 1 tentang Aku dan Cita-citaku, Tema 6 Cita-citaku, pada Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 edisi revisi 2017 yang dikutip dari Tribunpadang.com, Selasa, (22/12/2020), lalu.

Kisahnya bermula sejak 2006 silam ketika Triyono muda masih berstatus sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret (Solo). Berdasarkan situs Swa.co.id, (11/4/2013), diceritakan di sela-sela kesibukannya selama berada di kampus, lelaki yang akrab dipanggil Tri ini nekat memulai bisnis ternak bebek dengan modal usaha sebesar Rp 5 juta. Dia lalu membeli 500 ekor bebek dan dibudidayakan di pekarangan milik keluarganya.

Meski harus berjalan dengan bantuan tongkat (kruk), namun kejeliannya dalam melihat pasar dan kemampuannya di bidang peternakan membuat bisnisnya menghasilkan untung besar. Akhirnya dia mulai menekuni dunia agrobisnis dengan mengembangkan usaha ternak bebek potong, ayam potong dan sapi potong.

Dengan nama CV Tri Agri Aurum Multifarm, Tri berbisnis peternakan terpadu sapi potong, ayam potong, dan pupuk organik. Bekal kuliahnya menjadi nilai plus mengembangbiakan ternak. Alhasil, di 2008, dia mampu meraih omzet Rp 50 juta per bulan. Dia juga berhasil membuka lapangan kerja baru di desanya.

Sejak memiliki bendera Tri Agri, omset Triyono terus menanjak setiap tahun. Jika pada 2008, penghasilannya baru sebesar Rp 500 juta. Di 2010 lalu, pendapatannya melonjak enam kali lipat menjadi Rp 3 miliar. Triyono, yang kerap memberikan penyuluhan kepada mahasiswa dari pelbagai perguruan tinggi, seperti Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan Universitas Sebelas Maret, Surakarta, memanfaatkan kotoran hewan ternaknya menjadi pupuk kompos, kemudian dijual ke pasar seharga Rp 350 per kilo. Dalam sebulan, Triyono dapat mengolah 15 ton kotoran ternak yang disulap menjadi pupuk.

Pria yang sempat mengenyam pendidikan di sekolah luar biasa (SLB) selama setahun saat usia delapan tahun ini bilang, ide mengolah limbah peternakan muncul ketika ia melihat kotoran ternak yang makin menggunung di sekitar lahan peternakannya.

Berikut wawancara singkat SWA dengan Triyono dikutip dari Swa.co.id, (11/4/2013).

Bagaimana Anda membangun CV Tri Agri Aurum?

Saya sering alami penolakan dari SD sampai kuliah karena masalah fisik. Dari sini saya pikir, daripada saya mengalami penolakan lagi saat cari kerja, maka saya beralih ke potensi bisnis. Sejak kuliah, saya menjalani beragam usaha, mulai dari percetakan, konveksi, sampai servis komputer. Saat itu, di tahun 2005-2006, saya sebagai mahasiswa sudah mempunyai utang. Waktu semester tiga saya meminjam BPKB teman agar bisa meminjam uang sebesar Rp 5 juta dari Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ketika KUR tersebut lunas, saya menggandakan pinjaman KUR lagi sebesar Rp 17 juta, kemudian Rp 60 juta, begitu terus. Namun beberapa usaha semasa kuliah tidak sesuai harapan. Percetakan hanya berjalan satu tahun, sementara konveksi hanya bertahan enam bulan. Saya berpikir untuk mencari bisnis yang tidak capek, karena saat menjalankan bisnis percetakan dan konveksi, untuk berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya dibutuhkan upaya yang melelahkan. Akhirnya saya melirik bisnis komoditas pangan.

Mengapa Anda terjun di Agribisnis?

Saya suka agribisnis karena melihat tiga hal di Indonesia yang bakal selalu ada potensi dikembangkan yakni pendidikan, kesehatan, dan pangan. Menurut saya, jika kita berkecimpung di ketiga bidang ini, tidak akan ada matinya. Ini tidak sekedar idealisme saya saja, namun sudah saya kalkulasi secara bisnis.

Bagaimana cara Anda mencari mitra?

Saya sering menginap di rumah pemotongan daging dan pasar. Hal itu saya lakukan untuk mengetahui siapa pembeli dan siapa penyuplai daging. Biasanya satu pemotong atau penyuplai utama daging membawahi beberapa pedangang kecil di pasar. Penyuplai utama itulah yang saya ajak kerja sama.

Terobosan apa yang dilaukan untuk mengembangkan bisnis ini?

Dulu kami hanya bermain pada sektor sapi potong, tapi akhirnya mulai bermitra dengan sektor ayam potong. Kami juga mulai pengembangan sektor hilir sejak tahun 2010, termasuk proyek produk olahan berupa bakso.

Kesulitan apa saja yang pernah dihadapi dan bagaimana solusinya?

Paling banyak dan utama pada masalah pemasaran, termasuk masalah harga, politik, alam, dan SDM. Dalam alam peternak, dua masalah utama yakni market dan kesehatan. Pada masalah kesehatan, kami lakukan pembekalan materi sebelum kegiatan produksi untuk para peternak. Untuk mengatasi permasalahan harga, setiap pagi saya melakukan koreksi harga di pasar tradisional. Untungnya fluktuasi harga daging sapi terjadi secara bulanan atau tahunan, dibandingkan fluktuasi harga daging ayam yang terjadi harian. Maka, saya menambah tenaga SDM untuk sektor ayam potong untuk mengelola teknis dan melakukan koreksi harga di pasar.

Target pasar siapa saja?

Targetnya lebih kepada pedagang kecil menengah di pasar-pasar tradisional. Saya juga memberikan insentif kepada pedagang kecil menegah seperti bonus. Untuk membina hubungan dengan baik biasanya saya ajak mereka diskusi, saya ajak mereka jalan-jalan, sampai pada membantu ‘urusan dapur’ mereka. Dari pengalaman ini membuat pedagang dan mitra bisnis jadi loyal. Artinya perlu menjaga ikatan emosional dengan mereka.

Bagaimana kinerja CV Tri Agri Aurum?

Di tahun 2010 kami membukukan omset Rp 3 miliar per bulan. Saat ini omset kami sebesar Rp 4,5 miliar per bulan. Saya memang menargetkan pertumbuhan omset sebesar 100-200% per bulan setiap tahunnya. Ambisi pribadi saya sejak tahun 2005 adalah saya bisa membukukan nilai transaksi sebesar Rp 120 miliar, karena itulah saya menggandeng koperasi. Hitungan saya, jika saya mampu mengelola sistem transaksi daging untuk pedagang kecil menengah di seluruh Jawa Tengah maka angka Rp 120 miliar bisa saya dapatkan kurang dari sebulan. Saat ini kapasitas produksi CV Tri Agri Aurum bersama dengan para mitra bisnis adalah 120 ton per bulan untuk ayam, kemudian untuk sapi kurang lebih kapasitasnya 12 ekor per bulan.

Apa mimpi/obsesi Anda dalam karier?

Saya ingin menjadi bagian penting dari bangsa ini dan juga orang lain. Caranya, saya membangun bisnis dengan pola sebanyak mungkin mitra, sehingga ada timbal baliknya, orang pun bisa memanfaatkan saya. Saya tidak akan bertahan selamanya di agribisnis, target saya setelah sukses di agribisnis adalah terjun ke politik. Menurut saya, untuk mengubah sejarah diperlukan pengaruh, saya tidak akan bisa memajukan sektor agribisnis Indonesia secara total jika saya tidak punya kekuatan untuk membuat kebijakan yang mendukung hal tersebut. Tokoh panutan saya dalam bidang bisnis adalah Bill Gates, karena ia memiliki kepekaan sosial yang tinggi dan memiliki cara mengelola teamwork yang bagus. Untuk tokoh lokal, saya menyukai Chairul Tanjung karena kedekatan latar belakang kehidupannya dengan saya.

 

Usai sukses dengan bisnis peternakannya, Triyono juga baru-baru ini mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia atau MURI dengan menetapkan layanan ojek khusus difabel asal Yogyakarta, Difa Bike, sebagai pencatat rekor untuk kategori Pelopor Ojek Online Bagi Penyandang Disabilitas. Pencatatan rekor MURI ini bertepatan dengan momentum HUT RI ke-75 tahun sekaligus ulang tahun MURI ke-30.

Dilansir dari Tempo.co, Sabtu, (22/8/2020), MURI menyerahkan piagam untuk Difa Bike secara virtual pada Sabtu, 8 Agustus 2020 dengan nomor rekor 9580. Sang penerima penghargaan rekor MURI itu ialah Triyono, sang perintis dan pendiri Difa Bike.

“MURI menghubungi saya dan memberikan penghargaan karena memecahkan rekor untuk kategori tokoh difabel yang fokus bergerak terhadap kesetaraan tanpa batas,” kata Triyono.

Triyono mengapresiasi pernyataan pendiri MURI, Jaya Suprana yang membuatnya tetap bersemangat dalam mengelola Difa Bike, mengayomi pengemudi, dan melayani penumpang. “Saat itu Jaya Suprana bilang, ‘difabel itu bukan orang berkebutuhan khusus, tapi orang berkemampuan khusus’,” ujarnya menirukan ucapan Jaya Suprana.

Dalam catatan MURI, layanan Difa Bike yang dibuat Triyono ini memberikan pengaruh positif bagi mobilitas penyandang disabilitas di sekitarnya. Difabel daksa dengan alat bantu tongkat, kaki palsu, kursi roda, dan tunanetra menjadi mandiri.

Triyono sendiri seorang difabel daksa akibat kedua kakinya terkena polio. Dia merupakan alumnus Ilmu Peternakan Universitas Sebelas Maret Surakarta. MURI menilai Triyono sebagai sociopreneur yang turut membantu menciptakan lapangan kerja bagi penyandang disabilitas. (*)

  • Bagikan