Mediatani – Belum usai pandemi Covid-19 yang melanda negara K-Pop itu, kasus Flu Burung nampaknya pun belum berakhir. Baru-baru ini, otoritas di sana melaporkan penambahan total kasus di Peternakan Lokal itu menjadi 67 kasus.
Korea Selatan pun dinilai masih belum dapat mengatasi lonjakan kasus flu burung di peternakan lokal mereka.
Dilansir dari situs berita Kontan.co.id, Rabu (20/1/2021), Kementerian Pertanian, Pangan dan Urusan Pedesaan Korea Selatan mengungkap saat ini pihak mereka tengah menyelidiki satu lagi kasus dugaan flu burung yang sangat pathogen. Hal itu pun membuat total kasus infeksi yang dikonfirmasi mencapai 67 kasus.
Kasus dugaan flu burung yang ganas yakni H5N8 pun sedang diselidiki itu diduga berasal dari sebuah peternakan telur di Eumseong, 131 kilometer sebelah selatan Seoul.
Kasus terbaru sendiri dikonfirmasi otoritas Korsel berasal dari peternakan lain yang berada di Yongin, yakni tepat di selatan Ibu Kota, pada Selasa, (19/1/2021) waktu setempat.
Dari total kasus yang telah dikonfirmasi sebuah Provinsi di Korsel yakni Provinsi Gyeonggi yang mengelilingi Seoul tercatat menyumbang 18 kasus, sedangkan Provinsi Jeolla Utara dan Selatan masing-masing menyumbang 14 dan 13 kasus flu burung.
Korea Selatan sendiri pertama kali mengidentifikasi kasus flu burung yang dinilai sangat patogen itu ditelusuri ke peternakan lokal dalam hampir tiga tahun lalu pada bulan November 2020 lalu.
Sejauh ini, pihak Korsel sudah memusnahkan sekira 19,2 juta unggas. Jumlah yang banyak itu terjadi karena pihak terkait yang berada diradius 3 km dari peternakan terinfeksi juga melakukan hal yang sama pada unggas mereka.
Dari keseluruhan unggas yang dimusnahkan itu didominasi ayam yang mencapai 15 juta ekor.
Dampak dari merebaknya dugaan kasus flu burung di Korea Selatan ini mengakibatkan harga telur naik 23,3% dari tahun sebelumnya. Tidak hanya telur, harga daging ayam dan itik juga melesat. Naik masing-masing 11,7% dan 35,3%.
Belum tuntas kasus flu burung di peternakan lokal itu, pihak mereka juga dipusingkan dengan semakin menumpuknya jumlah burung liar yang terinfeksi.
Pihak berwenang juga semakin sulit membatasi penyebaran penyakit menular tersebut. Sejak akhir Oktober lalu, tercatat Korsel sudah menemukan 87 kasus flu burung yang sangat patogen dari unggas liar.
Sementara itu, di Indonesia, kasus dugaan Virus flu babi Afrika atau ASF menyerang Kabupaten Flores, NTT.
Dilansir dari situs berita Pos-Kupang.com, Rabu, (20/1/2021), Virus flu babi Afrika atau ASF itu diiduga menyerang ternak babi di Nusa Tenggara Timur umumnya dan Kabupaten Lembata.
Virus ini pun membuat peternak harus mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah.
Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Lembata, Kanis Tuaq menuturkan sekitar 30 hari yang lalu virus tersebut terdeteksi menyebar di kabupaten Lembata. Dirinya bersama stafnya pun kini merancang beberapa skenario untuk menanggulangi penyebaran virus ini.
Diutarakannya, selain menyediakan tempat penguburan gratis untuk meminimalisasi pembuangan bangkai ternak di sembarang tempat, hal ini diungkapnya agar mencegah penyebaran ke ternak babi lainnya.
“Pemerintah sudah ambil alih penguburan massal, dilakukan sejak tanggal 14 Januari sampai 28 Januari di lokasi eks GOR Lamahora, sejak kemarin dan hari ini ada 69 ekor. Masyarakat yang mengantar babi ke lokasi penguburan massal dan gratis,” ucap Kanis ketika dihubungi, Sabtu (16/1/2021), dikutip dari Pos-Kupang.com.
Perihal upaya pencegahannya, Kanis bersama-sama staf melakukan skema pencegahan dengan melakukan edukasi ke masyarakat melalui media sosial, surat imbauan untuk menguburkan ternak mati, melarang lalu lintas ternak antar kecamatan, biosecurity kandang, pelarangan pemotongan ternak yang sedang sakit.
Sejak tertanggal 29 Desember 2020 dilaporkan adanya kematian ternak babi sebanyak 21 ekor, bersamaan dengan ini, timnya pun langsung mengirimkan sampel uji ke laboratorium pengujian di Denpasar, Bali.
Jumlah total babi yang mati diungkapkannya sudah ada sebanyak 495 ekor babi di Lembata dengan kerugian ditaksir mencapai 1,7 miliar hingga 2 miliar. (*)