Lobster di Perairan Pangandaran Nyaris Punah, Hasil Tangkapan Nelayan Nihil

  • Bagikan
Nelayan di Pangandaran

Mediatani – Sepanjang tahun 2020 lalu, tidak ada lagi nelayan yang menjual lobster di tempat pelelangan ikan (TPI) Koperasi Nelayan Minasari Pangandaran. Hal serupa juga masih terjadi di tahun ini, dimana hasil tangkapan lobster nelayan kembali anjlok.

Dalam rapat anggota tahunan, Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata yang juga merupakan Ketua KUD Minasari mengungkapkan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya, transaksi lobster di KUD Minasari masih bisa mencapai angka Rp 2 hingga Rp 3 miliar.

“Nah tahun 2020 lalu, transaksi lobster nol rupiah. Nelayan kita kesulitan cari lobster,” ungkap Jeje, Kamis (18/3/2021).

Jeje menuturkan hal yang memprihatinkan tersebut juga telah menjadi pertanda bahwa populasi lobster di perairan sekitar Pangandaran sudah dalam kondisi yang kritis. Untuk itu, pihaknya sejak awal telah menolak dilakukannya eksploitasi benih lobster di Pangandaran.

“Termasuk di acara RAT ini kami melakukan pernyataan sikap menolak eksploitasi baby lobster,” kata Jeje.

Dia menerangkan bahwa benih lobster termasuk bagian penting dari rantai makanan, dimana baby lobster berada di tingkat dua setelah fitoplankton. Sehingga, jika baby lobster hilang, rantai makanan akan terganggu.

“Teri kehilangan mangsanya, cumi kehilangan mangsanya. Jadi dampaknya luas sekali,” kata Jeje.

Nelayan anggota KUD Minasari sendiri juga telah meminta agar pemerintah melakukan evaluasi dan penertiban terhadap bagang yang semakin banyak di perairan Pangandaran. Tempat penangkapan ikan itu menangkap semua ukuran ikan, sehingga dianggap tak ramah lingkungan.

Ketua KUD Minasari Pangandaran, H. Jeje Wiradinata mengatakan, Pemda Kabupaten Pangandaran akan menertibkan, dan mengkaji keberadaan bagang-bagang yang setiap malam beroperasi menggunakan lampu karena baby lobster akan ikut tertangkap mengganggu rantai makanan.

Nelayan yang tergabung dalam anggota KUD Minasari ini membacakan pernyataan sikap penolakan penangkapan benih lobster di Hotel Horison Pangandaran pada Kamis, 18 Maret 2021.

Isi daripada ikrar tersebut menjelaskan kesinambungan dan pelestarian hayati kelautan dengan memperhatikan kondisi yang memperhatikan saat ini.

Selain itu, para nelayan itu juga mendesak agar pemerintah segera melakukan penertiban terhadap bakul atau pengepul ikan yang ilegal. Pasalnya, mereka kerap menerapkan sistem ijon kepada nelayan.

“Ya bagang dianggap tidak ramah lingkungan, kemudian bakul ilegal sering menerapkan ijon. Ini tentu menjadi bahan evaluasi bagi saya sebagai Bupati Pangandaran. Segera akan kami lakukan kajian dan evaluasi untuk melakukan penertiban,” kata Jeje.

Padahal, tambahnya, kehadiran tempat pelelangan ikan itu sebenarnya berfungsi juga untuk mengendalikan harga agar bakul ikan tidak semaunya menetapkan harga.

“Misalnya harga di TPI 10 rupiah, sementara bakul 8 rupiah, nelayan pasti menjual ke TPI. Yang penting harga pasaran ikan terjaga,” kata Jeje.

Sebelumnya, Bupati Jeje Wiradinata telah khawatir ketika keluarnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Menurutnya, legalitas tersebut telah membuat orang beranggapan memiliki ruang untuk mengambil baby lobster sebanyak-banyaknya.

“Kalo sudah begitu orang akan menangkap baby lobster semua dan saya khawatir tahun depan sudah tidak ada lagi lobster karena diambil secara jor-joran,” ungkap Jeje beberapa waktu lalu.

Maka dirinya memutuskan untuk melakukan rapat koordinasi dengan beberapa pihak untuk membahas terkait dirinya yang mengaku keberatan jika Pangandaran dijadikan tempat pengambilan baby lobster.

“Dan kita juga akan minta pendapat dari tokoh-tokoh, seperti salahsatu nya ibu Susi Pudjiastuti. Tapi secara pribadi saya memang berkeberatan karena siklus rantai lobster akan punah kalo benih lobster nya di tangkapin, inintinya kami menolak” ujarnya.

Namun, dirinya tetap akan mengkaji, apakah bisa tidak untuk mengabaikan Permen tersebut atau melalui pratun, mungkin tidak dengan kewenangan yang dimiliki kepala daerah sebagai daerah otonom untuk mengkaji dari aspek hukum, dan bisa tidak mengabaikan Permen KP tersebut yang melegalkan penangkapan baby lobster.

  • Bagikan