Mediatani – Nelayan di Bantul mengeluhkan hasil tangkapan ikan di laut selatan yang mengalami penurunan drastis sejak masuk bulan Juni. Hal ini dipicu karena terjadinya peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau atau yang biasa dikenal dengan musim pancaroba.
Fenomena musim pancaroba ini tentu mempengaruhi kondisi air laut, dimana gelombang air laut akan menjadi tinggi. Hal inilah yang membuat para nelayan menghentikan sejenak aktivitas melautnya.
Menanggapi hal ini, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Bantul, Suyanto menjelaskan bahwa kondisi gelombang air laut dan angin saat ini tidak menentu dalam artian lain kondisinya sedang ekstrem sehingga nelayan harus lebih waspada dan berhati-hati.
Menurutnya, puncak musim paceklik ikan ini akan berlangsung selama Juli hingga awal Agustus. Nelayan yang tetap ingin melaut dalam jumlah sangat sedikit karena angin timuran yang cukup kencang dan gelombang air lautnya yang tidak bersahabat.
“Sebenarnya para nelayan atau warga pinggiran pantai sudah pandai membaca tanda-tanda alam sehingga saat melaut harus hati hati,” ungkap Suyanto saat ditemui di Pantai Baru, pada Rabu (8/6/22).
Meski sudah ada peringatan terkait bahaya gelombang tinggi, tapi tetap saja ada nelayan yang nekat melaut. Hasil tangkapannya juga tidak terlalu banyak. Hanya ikan tertentu yang didapatkan nelayan dan hanya laku untuk diekspor, seperti lobster, tenggiri besar, layur dan bawal putih.
Jika keseluruhan hasil tangkapan para nelayan sebelum pancaroba dijumlahkan, bisa mencapai hingga 1 ton dalam sehari. Rata-rata nelayan memperoleh 70 kg per satu kapal, namun selama paceklik ikan mereka dapatkan hanya 30-35 kg dalam sekali melaut.
“Kalau kondisi saat ini tangkapan ikan dari seluruh nelayan di Bantul tidak sampai satu ton karena nelayan yang melaut sedikit tangkapan ikan juga hasil sedikit,” kata Suyanto.
Suyanto juga membeberkan terkait pasokan ikan ke warung-warung kuliner di lokasi wisata pantai. Baik musim paceklik ikan atau tidak, pasokan ikan untuk kuliner tetap kurang dan harus didatangkan dari luar Bantul.
Hal tersebut juga merupakan imbas dari hasil tangkapan para nelayan Bantul yang terkadang tidak sesuai dengan permintaan pengusaha kuliner. Wisatawan pada umumnya menyukai cumi-cumi, kepiting, udang, kerang dan cajalang. Sementara hasil tangkapan nelayan Bantul terkadang kurang ramah di kantong wisatawan.
“Sehingga dijual kepada pengepul ikan langganan dari nelayan. Ikan bawal laut, layur adalah ikan kualitas ekspor sehingga harga tinggi dan tidak dilirik oleh wisatawan,” beber Suyanto.
Salah satu nelayan yang nekat melaut, Khabi, mengaku bahwa hasil tangkapannya sangat sedikit bahkan hanya berhasil mendapat dua ekor ikan caru dari jaring di tengah laut.
“Ikannya memang ukurannya besar karena jaring kendengan sengaja dengan ukuran untuk menjaring ikan dengan ukuran besar. Jaring kita pasang di tengah laut kemudian diberi jangkar dan dibiarkan di laut dan hari berikutnya baru dicek ikan yang terjaring di jaring,” ujarnya.
Sementara nelayan yang lain lebih memilih untuk mengurungkan niatnya melaut dan mengisi waktu untuk memperbaiki alat tangkap ikan mereka.