Mediatani – Fitoremediasi adalah istilah yang cukup asing di telinga masyarakat awam. Apakah Sobat Mediatani mengetahui istilah ini? Jika belum, tak perlu khawatir karena pada artikel ini akan dijelaskan mengenai istilah ini.
Selain itu, akan dijelaskan mengenai proses terjadinya fitoremediasi. Dengan demikian, pengetahuan Sobat Mediatani mengenai sistem yang ada pada tanaman menjadi semakin luas. Baca artikel ini sampai tuntas untuk mengetahuinya, yuk!
Mengenal Fitoremediasi
Fitoremediasi adalah sebuah sistem yang terjadi pada tumbuhan dan juga mikroorganisme organik. Sistem ini berguna untuk mengubah zat berbahaya menjadi zat yang tidak berbahaya lagi. Hal ini tentu saja sangat berguna bagi kelangsungan makhluk hidup.
Banyak orang menganggap fitoremediasi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan pencemaran yang biasanya disebabkan oleh logam berat. Proses penanganan ini dilakukan dengan menggunakan tanaman.
Nantinya, tanaman akan menyerap logam berat tersebut kemudian diproses menjadi bahan yang tidak berbahaya lagi. Proses fitoremediasi ini tidak akan merusak tanaman karena terdapat proses translokasi logam yang diserap pada sel-sel tertentu.
Sistem fitoremediasi ini terbukti ampuh untuk menghilangkan kandungan logam berat pada tanah. Seperti yang dilakukan di New Zealand dengan menanam pohon poplar untuk mengurangi kandungan kadmium pada tanah.
Selain itu, di Indonesia sistem ini juga kerap digunakan. Seperti pada pengolahan limbah domestik di Bali menggunakan metode Wet Land. Nantinya, air limbah akan dialirkan pada kolam yang berisi batu dan ditanami oleh berbagai tumbuhan air.
Proses pada Fitoremediasi
Setelah mengetahui apa itu fitoremediasi, langkah selanjutnya adalah mengetahui bagaimana proses dari sistem ini. Adapun sistem yang terjadi pada sistem fitoremediasi adalah:
1. Phytoacumulation
Proses ini adalah proses awal dalam sistem fitoremediasi. Pada proses ini, akar tumbuhan akan menyerap ataupun menarik zat-zat kontaminan yang ada di dalam tanah ataupun air. Kemudian, zat kontaminan tersebut akan berkumpul di sekitar akar tumbuhan.
2. Rhizofiltration
Setelah zat kontaminan berhasil dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah mengendapkan zat kontaminan tersebut. Proses pengendapan tersebut dilakukan oleh akar tanaman. Nantinya zat kontaminan tersebut akan ditarik sehingga menempel pada akar tanaman.
3. Phytostabilization
Proses inilah yang akan membuat zat kontaminan tersebut menempel dan terikat pada akar tanaman. Tujuan dari penempelan ini adalah agar zat kontaminan tersebut tidak akan mengalir ataupun terbawa oleh aliran air.
Jika zat kontaminan terbawa aliran air, maka akan lebih banyak lingkungan yang terkontaminasi. Proses ini juga tidak akan membuat zat kontaminan ini terserap oleh akar tanaman sehingga membahayakan kelangsungan hidup tumbuhan.
Akar hanya akan mengikat zat tersebut secara erat dan stabil. Dengan demikian, tanaman dapat menahan kontaminasi yang lebih luas lagi tanpa harus melukai dirinya sendiri.
4. Rhizodegradation
Nantinya, zat kontaminan yang diikat oleh akar tumbuhan akan diuraikan oleh mikroba yang ada di sekitar tumbuhan tersebut. Proses penguraian tersebut biasanya dilakukan oleh bakteri ataupun jamur yang hidup di sekitar akar tumbuhan.
5. Phytodegradation
Tumbuhan juga akan menguraikan zat kontaminan tersebut dari yang memiliki rantai molekul kompleks menjadi zat yang memiliki rantai molekul yang sederhana.
Jika telah berhasil diuraikan, maka zat kontaminan tersebut tidak akan berbahaya lagi dan dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman.
6. Phytovolatization
Zat kontaminan yang berhasil diuraikan selanjutnya akan diuapkan oleh tumbuhan ke atmosfer. Proses penguapan ini berbarengan dengan proses penguapan air pada tumbuhan yang terjadi setiap hari.
**
Ternyata proses penguraian zat berbahaya menjadi zat yang tidak berbahaya lagi dapat dilakukan dengan bantuan tumbuhan. Dengan demikian, fitoremediasi adalah salah satu cara terbaik untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan.