Mediatani – Permintaan akan kelapa sebagai bahan minuman segar masih sangat tinggi. Hampir semua restoran dan tempat rekreasi menyajikan minuman dari bahan kelapa ini, apalagi jenis kelapa kopyor yang sudah pasti digemari oleh banyak kalangan.
Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) terus mendorong masyarakat dan petani serius budi daya kelapa kopyor. Harga yang sangat menjanjikan yakni mencapai Rp25 ribu per buah membuat komoditas ini bisa menjadi usaha andalan.
“Kelapa kopyor sangat menguntungkan untuk dikembangkan sebagai peluang usaha karena harga jualnya rata-rata Rp25 ribu per buah, jauh lebih mahal ketimbang kelapa muda biasa,” ujar Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim Ujang Rachmad di Samarinda, dikutip dari Antara, Selasa, 21 Juli 2020.
Didampingi Umani selaku Kasi Bimbingan Usaha Bidang Pengolahan dan Pemasaran, Ujang melanjutkan bahwa Dinas Perkebunan Kaltim terus menyosialisasikan peluang perkebunan komoditas kelapa kopyor dan peluang ekonominya.
Selain itu, kelapa dalam jenis kopyor ini masih minim dibudidayakan di Provinsi Kaltim, padahal kelapa ini punya sejumlah keunggulan, yakni daging buahnya tebal, empuk, dan terlepas dari tempurung, namun sedikit memiliki kadar air.
Umani mengungkapkan, selain banyak konsumen lokal yang mencari kelapa dalam jenis kopyor ini, secara nasional pun masih kekurangan bahkan permintaan dari luar negeri juga ada sebagai bahan pembuat kosmetik.
Umani melanjutkan bahwa kelapa dalam jenis kopyor masih minim dibudidayakan di Provinsi Kaltim, padahal kelapa ini punya sejumlah keunggulan, yakni daging buahnya tebal, empuk, dan terlepas dari tempurung, namun sedikit memiliki kadar air.
Ia menuturkan kelapa kopyor terbentuk akibat adanya proses genetik. Ada kelainan genetik pada individu tanaman yang menyebabkan tidak melekatnya daging buah pada tempurung kelapa.
Kelainan tersebut kemudian menjadi menetap hingga sifat genetiknya bisa diturunkan pada generasi berikutnya. Kalainan genetik ini bisa terjadi akibat adanya pengaruh nutrisi, agroklimat, sinar matahari ataupun karna serangan penyakit.
Pembibitan benih kelapa kopyor hanya bisa dikembangkan melalui sistem kultur jaringan. Hal inilah yang menyebabkan perkebunan kelapa kopyor sangat minim karena pengembangan bibitnya pun masih sangat terbatas.
“Disbun Kaltim telah mengembangkan komoditas kelapa kopyor sejak 2002. Saat itu kami membawa bibit dari proses kultur jaringan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor,” katanya.
Pembibitan kelapa kopyor masih terbatas karena hanya bisa dilakukan melalui teknologi pertanian kultur jaringan. Harga bibit pun tergolong mahal yang senilai Rp400 ribu hingga Rp1 juta per bibit.
Awalnya, lanjut Usmani, pihaknya menanam 109 pohon kelapa kopyor di atas lahan milik Disbun Kaltim seluas 0,5 hektare, yakni di Km 41, Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara. Kemudian tahun 2015 ditambah lagi sebanyak 75 pohon.
Ia menjelaskan pengembangan kelapa kopyor tidak semudah kelapa biasa. Dari ratusan pohon yang ditanam oleh Disbun Kaltim, beberapa pohon tidak berbuah, bahak ada sebagian yang mati.
Tidak berbuah dan matinya kelapa kopyor yang ditanam selain karena faktor lingkungan, tanaman ini juga sensitif sehingga diperlukan penanganan khusus.
Usmani juga menuturkan, perkebunan kelapa kopyor tidak boleh tercampur dengan tanaman kelapa biasa dalam radius 100 meter, karena hal itu akan memengaruhi pembuahan.