Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi Waspadai Lonjakan Harga Gula dan Kedelai Impor

  • Bagikan
Ilustrasi. Gula Pasir/IST

Mediatani – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tengah mewaspadai lonjakan harga berapa komoditas pangan yang nilai impornya cukup besar dan berpotensi membebani neraca perdagangan. Beberapa komoditas itu di antaranya adalah gula, kedelai, gandum, serta jagung.

Lutfi menuturkan bahwa lonjakan harga itu didasarkan pada data rasio stok terhadap penggunaan yang dirilis Australian Bureau of Agricultural and Resources Economics and Science (ABARES) tahun ini.

“Saya hanya menggambarkan volatile food yang kita bergantung pada impor dalam keadaan seperti itu,” ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (19/3), melansir, Minggu (21/3/2021) dari laman CNNIndonesia.com.

Untuk komoditas gula, misalnya, lanjut dia, rasio stok terhadap penggunaannya diperkirakan turun 46,1 persen. “Stok gula dunia diperkirakan turun, sehingga harga internasional sudah naik bulan ke bulannya, terutama awal tahun ini,” imbuhnya.

Kemudian, harga stok minyak nabati pula diperkirakan turun 21,7 persen, sedangkan indikator harganya naik menjadi US$941 per ton.

“Sehingga harga internasional naik, termasuk kedelai. Jadi bapak, ibu, bisa melihat harga daripada vegetable oil atau CPO merangkak lebih dari 1.070 dolar,” terang dia.

Lalu, stok gandum turun 37,7 persen dan indikator harganya naik US$255 per ton. Sementara itu, stok jagung turun pada 2021-2022 sebesar 90 persen dan indikator harganya naik jadi US$226 per ton.

“Rasio gandum diperkirakan turun 2021, sehingga harga internasional naik pada jangka panjang, meskipun diprediksi turun, dan harga jagung diperkirakan naik. Akan tetapi jangka panjang turun,” imbuh Lutfi.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengkhawatirkan ketergantungan Indonesia terhadap komoditas impor seperti gandum kedelai dan jagung.

Impor gandum misalnya, rata-rata berada di atas US$2,5 miliar tiap tahunnya. Pada 2018, misalnya, nilai impor gandum Indonesia mencapai US$2,56 miliar dan meningkat menjadi US$2,79 miliar pada tahun 2019. Kemudian pada tahun 2020 nilainya menjadi US$2,6 miliar.

Sementara itu, perihal impor beras, dikutip dari situs yang sama,  Mendag Muhammad Lutfi menjamin tidak akan mengimpor beras pada masa panen. Impor beras pun hanya akan dilakukan ketika serapan Perum Bulog tidak maksimal, sehingga cadangan beras pemerintah (CBP) menipis.

“Saya jamin tidak ada impor beras ketika panen raya, dan hari ini tidak ada beras impor yang menghancurkan petani. Karena memang belum ada impor,” imbuhnya dalam konferensi pers, Jumat (19/3), dikutip mediatani.co Minggu (21/3/2021).

Lutfi menuturkan bahwa usulan impor beras sebanyak 1 juta ton melalui Bulog didasarkan pada kekhawatirannya terhadap stok CBP yang kian menipis.

Berdasarkan data yang pihaknya terima, saat ini Bulog menyimpan CBP sebanyak 800 ribu ton. Namun dari jumlah itu, 300 ribu ton di antaranya berasal dari stok beras impor 2018 yang telah mengalami penurunan mutu dan seluruhnya berpotensi tak bisa dilepas ke pasar.

Dengan demikian, ia mengestimasikan CBP yang disimpan Bulog tak mencapai 500 ribu ton. Padahal, dalam menjamin stabilitas harga di pasaran, setidaknya Bulog membutuhkan cadangan 1 juta ton dengan perkiraan pelepasan beras untuk operasi pasar 80 ribu ton per bulannya.

“Jadi hitungan saya, stok akhir Bulog yang kira-kira 800 ribu itu dikurangi stok yang berasal dari impor 2018 itu 300 ribu, berarti Bulog itu stoknya seperti bisa dihitung hanya mungkin tidak capai 500 ribu,” terang dia.

Di sisi lain, serapan beras Bulog dari petani juga masih rendah. Ia mengatakan bahwa sejak awal Januari, Bulog baru bisa menyerap sebanyak 85 ribu ton gabah petani.

Meski jumlahnya diperkirakan meningkat jelang panen raya nanti, Lutfi tetap khawatir serapan Bulog dari dalam negeri tetap tidak maksimal.

Hal itu tidak terjadi lantaran, Bulog memiliki ketentuan kualitas gabah yang bisa diserap dari petani. Sementara, saat ini gabah petani banyak yang tak sesuai dengan ketentuan tersebut karena basah akibat musim hujan.

“Yang saya lihat di lapangan hari ini, pada Maret, hampir habis. Bulog baru bisa menyerap 85 ribu gabah petani, bukan salah Bulog karena mereka punya syarat ketika beli beras petani seperti syarat kekeringan yang terjadi hujan tidak berhenti, dan secara peraturan Bulog tidak bisa beli beras tersebut,” jelasnya.

Lutfi juga menegaskan bahwa dirinya tak bermaksud menakut-nakuti masyarakat dengan ancaman kelangkaan beras dan tingginya harga.

Sebab, menurut dia, beras merupakan komoditas pangan paling penting di Indonesia dan rentan jadi sasaran para spekulan jika stoknya menipis.

“Ini kita bicara iron stok. Kalau sudah memenuhi, tidak Impor. Ini kan tugas saya untuk memikirkan sesuatu yang belum terpikirkan. Ini yang saya kerjakan. Saya bukannya menakut-nakuti. Koefisiennya banyak sekali, kalau ada apa-apa bapak dan ibu menyalahkan saya,” tandasnya. (*)

  • Bagikan