Mediatani – Petambak di Lamongan tetap memanen ikan di tambak mereka meski harga semua jenis ikan saat ini sedang anjlok. Pasalnya, mereka sudah harus bersiap untuk memasuki musim tanam padi.
Salah seorang petambak dari Kecamatan Glagah Khoirul Anwar membenarkan bahwa saat ini harga ikan di Lamongan sedang hancur. Kenaikan harga ikan tersebut terjadi pada semua jenis ikan dari perikanan darat mulai dari mujair, bader (tawes), tombro (mas), maupun nila.
“Untuk ikan mujair, bader, tombro, dan nila ukuran besar per kilogram hanya Rp 8 ribu. Untuk cepret (anakan mujair) malah hanya Rp 500 per kilogram,” kata Khoirul Anwar dilansir dari Detik, Kamis (27/5/2021).
Sementara untuk bandeng dan udang, Khoirul menyebut harganya masih relatif mahal meski keduanya mengalami penurunan. Harga ikan bandeng sendiri saat ini memang masih mahal, yaitu mencapai Rp 12 ribu per kilogram.
Harga udang vaname juga masih mengalami hal yang sama, yaitu berkisar antara Rp 35 ribu hingga Rp 40 ribu per kilogram dan bisa lebih mahal lagi tergantung ukurannya.
“Tapi masalahnya, udang sudah banyak yang hilang ikut banjir kemarin,” ungkapnya.
Meski harus menerima kenyataan harga ikan yang anjlok, namun mereka sudah tidak dapat menuda lagi masa panen tersebut karena saat ini sudah memasuki musim kemarau dan petambak akan segera beralih untuk menanam padi.
Arif mengatakan bahwa hal serupa juga dialami oleh Khoirul, seorang petambak dari Kecamatan Kalitengah. Mereka juga terpaksa harus memanen hasil ikan budidanya meski harga saat ini tidak bersahabat karena sudah memasuki musim tanam padi.
“Kami meminta pemerintah untuk membantu kami para petani tambak ini,” harap Arif.
Sementara itu, Kepala UPT Pasar Ikan Lamongan melalui salah satu stafnya, Ani menjelaskan kepada wartawan bahwa jika harga ikan di Lamongan selama 2 pekan ini memang sedang tidak stabil. Selain itu, Ani menyampaikan, saat ini pasokan ikan yang ada di pasar ikan Lamongan juga melimpah karena sedang memasuki musim panen.
“Harga ikan itu tidak menetap mas, misalnya minggu ini ada ikan yang harganya naik dari pada minggu lalu. Dan hari ini ada harga ikan turun dari minggu lalu,” terang Ani.
Ani menekankan bahwa pihak UPT Pasar Ikan tidak bisa menentukan harga pasti ikan-ikan yang datang ke pasar, namun pihaknya hanya bisa mengawasi. Menurutnya, naik turunnya harga ikan itu merupakan hal yang wajar selama masih di ambang batas.
Kondisi harga ikan yang tidak stabil ini juga dikeluhkan oleh nelayan di Lamongan. Keluhan tersebut bahkan disampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo, yang saat itu melakukan kunjungan ke Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Dalam kesempatan itu, Jokowi memang menyempatkan untuk berdialog bersama perwakilan nelayan Kabupaten Lamongan untuk mendengarkan dan menampung aspirasi para nelayan.
Agus Mulyono, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Timur, menyampaikan beberapa keluhan nelayan diantaranya, mengenai harga ikan yang tidak bisa stabil, perlunya dibangun breakwater atau pemecah gelombang dan lampu mercusuar yang sudah harus diperbaiki.
Menanggapi beberapa keluhan para nelayan tersebut, Jokowi mengatakan akan memperbaiki sejumlah fasilitas di PPN Brondong agar nantinya bisa mempermudah aktivitas nelayan, dan meningkatkan kesejahteraanya.
“Breakwaternya Agustus, terus yang pendangkalan dua bulan, pun” kata Jokowi.
Namun, terkait dengan harga ikan yang tidak bisa stabil, Jokowi mengaku bahwa pemerintah tidak bisa mengendalikan harga ikan yang berlaku. Sebab, hal tersebut menyangkut pasar yang luas, baik itu dari dalam maupun luar negeri.
Sehingga tidak ada mekanisme yang bisa diterapkan untuk mengendalikan harga. Menurutnya, hal yang bisa dilakukan Pemerintah yaitu hanya memberikan bantuan terkait perizinan.
“Ya kalau harga komoditas, harga ikan itu kan tergantung dari permintaan pasar. Kalau permintaanya banyak supplyynya sedikit pasti harga naik. Kalau ikannya gak banyak yang mintak banyak pasti harganya juga naik. Tapi kalau ikanya banyak permintaan menurun ya pasti harga akan jatuh,” ujarnya.