Mediatani – Arif Hermawan (25), seorang pemuda asal Kecamatan Kedungjajang, Kabupaten Lumajang, rela meninggalkan pekerjaan lamanya sebagai digital marketing di salah satu perusahaan properti terbesar di Lumajang, untuk merintis bisnis baru sebagai seorang petani hidroponik.
Padahal, saat itu dirinya yang tidak lagi berstatus sebagai seorang bujangan dan harus menafkahi istrinya. Langkah yang diambilnya itu terbilang berani karena belum ada garansi sukses dengan memilih bertani hidroponik.
Berbekal sedikit ilmu yang dipelajarinya dari youtube, dia mulai merintis usahanya dengan memanfaatkan botol air mineral bekas. Namun sayang, percobaan pertamanya itu langsung gagal.
“Awal pakai botol air bekas dipotong itu 70 buah tapi gagal, dari sana terus belajar lagi sama istri,” ungkap Arif, Rabu (6/7/2022).
Arif mengaku, dirinya bukanlah seorang sarjana pertanian yang mengerti cara bertani. Dia merupakan seorang sarjana ekonomi syariah yang tidak memiliki pengetahuan sedikitpun terkait dunia pertanian.
Meski begitu, tekadnya yang kuat untuk menjadi petani sukses membuatnya tidak patah semangat meski sebelumnya telah menuai kegagalan. Di sela-sela rutinitas pekerjaannya sebagai digital marketing, dia terus mempelajari dunia hidroponik.
Bersama dengan sang istri tercinta, Arif mulai lebih giat mempelajari cara untuk bertani hidroponik. Selain berbekal pengetahuan dari youtube, ia juga mulai sering mengikuti seminar dan workshop hingga ke luar kota.
“Saya kan bukan sarjana pertanian, jadi sama istri ini selain belajar dari youtube juga ikut-ikut seminar dan workshop hidroponik sampai luar kota,” katanya.
Arif pun mencoba melakukan percobaan keduanya. Kali ini dia memanfaatkan lahan yang dimiliki di atas rumahnya sebagai tempat untuk bertani. Dia pun menyulap loteng seluas 40 meter persegi itu menjadi lahan untuk bertani hidroponik.
Dia mengatakan, ada 340 lubang yang dibuatnya dari pipa dengan aliran air itu. Dia pun mulai menanam berbagai macam sayuran mulai dari selada, sawi, hingga kangkung.
Dia mengaku, hasil yang diperolehnya ternyata cukup memuaskan. Sayuran yang ditanamnya itu tumbuh dengan lebat dan terlihat segar.
Meski begitu, Arif tidak langsung menjual hasil dari panen pertamanya. Dia membagikannya terlebih dahulu kepada tetangga dan sanak saudaranya untuk mendapatkan penilaian dari hasil tanamnya itu.
Tidak disangka, setelah mencicipi sayuran milik Arif, banyak yang puas dan malah ketagihan. Hal itu rupanya menjadi dorongan semangat bagi dirinya untuk lebih giat lagi menanam.
Saat ini, Arif juga mulai memasarkannya ke pengusaha catering, warung makan, maupun penjual kebab dan burger. Untuk satu kilogram sayuran hidroponik, dijualnya dengan harga Rp25 ribu – Rp30 ribu.
Saat itu, dalam sekali panen, Arif mampu menghasilkan sebanyak 60 kilogram sayuran hidroponik dalam kurun waktu 40 – 45 hari.
Meski belum dapat dikatakan sukses, dia mengatakan, banyaknya pesanan sayuran hidroponik yang masuk sudah membuatnya bisa memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan memilih fokus untuk menjalani profesi sebagai petani hidroponik.
“Karena pesanan tambah banyak, akhirnya saya putuskan berhenti dari pekerjaan sebelumnya dan fokus ke hidroponik,” terang Arif.
Berbekal modal yang dipinjamnya dari bank, dia pun membuka lahan baru seluas 220 meter persegi di area bekas perkebunan tebu. Di sana, terdapat sebanyak 4.200 lubang yang dibuatnya untuk menanam sayuran. Dari situ, dia mampu menghasilkan lebih dari 300 kilogram sayuran setiap bulannya.
“Ini modalnya saya dapat pinjam ke bank, Rp65 juta, tapi ini bertahap, sudah sekitar 2,5 tahun dari awal merintis sampai sekarang,” ceritanya.
Arif mengungkapkan, proses menanam dengan metode hidroponik ini memang relatif cukup mudah. Dia hanya perlu memastikan agar kadar airnya tetap sehat dengan rutin mengecek potential hidrogen (pH) air dan menambahkan nutrisi tanaman dengan takaran tertentu.
Untuk penyemaiannya, dia memilih media rockwool karena mudah menyerap air. Setelah melewati masa penyemaian selama tujuh hari, dia pun memindahkan sayuran ke pipa lain, khusus usia remaja selama 20 hari. Setelah itu, dia memindahkannya lagi ke pipa khusus usia sayuran dewasa.
Setelah 15 hari di pipa sayuran dewasa, maka sayur pun siap untuk dipanen dan diantarkan ke para pelanggan.
“Ukuran airnya dari penyemaian hingga dewasa itu beda jadi kita pisah-pisah, selain itu supaya ini bisa panen setiap minggu, terus ini tanpa pupuk, jadi hanya air bercampur nutrisi abmix,” terangnya.
Arif mengatakan, saat ini dirinya lebih fokus menanam sayuran jenis selada. Lebih dari 60 kilogram dipanennya setiap minggunya. Omzetnya pun kini sekitar Rp7 juta setiap bulannya.
Arif menerangkan, pasarnya tidak hanya di Lumajang saja. Dia pun memperluas wilayah pemasarannya hingga ke kabupaten tetangga seperti Jember dan Probolinggo.
“Alhamdulillah lumayan hasilnya, itu kadang masih kurang untuk memenuhi permintaan di Lumajang saja,” pungkasnya.