Mediatani – Pandemi covid-19 dan harga daging sapi yang terus mengalami tren kenaikan kini ‘mencekik’ para pedagang bakso di lapangan. Jika pandemi membuat omzet pedagang bakso turun drastis, maka datangnya ‘bencana’ kedua berupa kenaikan haraga daging sapi ini membuat beberapa pedagang bakso gulung tikar.
Plt Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mie dan Bakso (Apmiso), Lasiman mengatakan harag daging sapi yang kian tinggi membuat pengusaha menderita.
“Pasarnya turun dari dampak COVID-19 khususnya bakso mie. Jadi sebetulnya harga bahan baku tidak naik aja udah susah karena daya beli menurun sekali,” terangnya seperti yang diberitakan Kumparan.com, Senin (11/1/2021).
“Lebih-lebih dengan harga naik (daging sapi) iki makin ngos-ngosan,” tambahnya, memberi penekanan.
Pihaknya sendiri mencatat, rerata penurunan omzet terjadi hingga 50 persen pada saat pandemi.
Bahkan kata dia, dirinya tidak menyangkal bahwa saat ini telah banyak pengusaha bakso yang gulung tikar. Hal itu terjadi dikarenakan para pedagang tidak bisa menutup biaya operasional.
“Kerugian hal itu yang mengakibatkan pengusaha kuliner dari hari ke hari enggak kuat,” tegasnya.
Makanya, dia menuturkan, sebagian pengusaha bakso terpaksa harus memilih menutup warungnya sembari menunggu situasi membaik.
“Pedagang bakso yang tutup itu sampai 20 persen, tapi yang paling banyak perantau jual keliling itu banyak yang tutup karena pertama masuk ke kampung-kampung itu kan banyak di lockdown,” imbuhnya.
Demi melancarkan usahanya, lanjut dia, beberapa rekan anggotanya memutar otak mencari alternatif daging lainnya. Dia mencontohkan, untuk menyiasati produksi bakso anggotanya pun mengganti daging sapi dengan daging ayam.
“Mereka nyampur dengan ayam,” katanya.
Namun pihaknya juga mengatakan akan menjadi sulit lagi jika harga bakso dinaikkan. Lantaran, bisa jadi akan ditinggal pembeli. Padahal, daging memakan biaya produksi hampir 50 persen dari total produksi itu sendiri.
“Jadi memang harus banyak inovasi cara menyiasati harga daging yang semakin naik juga,” terangnya.
Meski dikatakannya, bakso yang dicampur daging ayam bakal cenderung lebih pucat dan rasa kuahnya kurang sedap.
“Tapi kalau sekali dua kali ya tidak tau kalau bakso itu dicampur ayam, pasti akan lebih lembek karena daging ayam kan halus kalau campur sapi kan lebih lebih warna dan tekstur berbeda,” jelasnya.
Sebelumnya, seperti dikutip dari situs yang sama, pada awal tahun harga daging sapi sudah terpantau naik.
Berdasarkan data pangan nasional yang dikutip Kumparan.com melalui hargapangan.id, harga daging sapi tertinggi dijual Rp 135.000 per kilogram (kg) pada Senin (11/1/2021).
Harga paling tinggi tersebut terdapat di Aceh. Sedangkan di berbagai provinsi lain seperti Jawa Barat, Lampung, Papua, Jawa Timur, dan Bali berturut-turut, mencapai harga Rp 118.750 per kg, 117.500 per kg, 113.700 per kg, 109.400 per kg, dan 108.150 per kg.
Di awal 2021, harga daging sapi nasional dirata-ratakan sebesar Rp 123.259 per kg dengan harga termahal terjadi di Maluku Utara dipatok sebesar Rp 135.000 per kilogram, dan di Jakarta yang harganya mencapai Rp 129.150 per kilogram.
Kenaikan itu telah dipaparkan Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo). Pelaku usaha itu telah mencermati naiknya harga bakalan sapi potong.
Direktur Eksekutif Gapuspindo, Joni Liano, menyebutkan harga sapi bakalan yang melonjak itu bahkantelah terjadi sejak Agustus 2020 lalu.
“Harga sapi bakalan asal Australia saat ini telah mencapai USD 3,7 per kilogram dari sebelumnya USD 3 dolar per kg. Artinya, landing cost sudah mencapai Rp 52.000 per kg berat hidup,” kata Joni, dikutip dari Antara, Rabu (6/1/2021). (*)