Mediatani – Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Taman Budaya di bawah Dinas Kebudayaan Sumatera Barat (Sumbar) untuk pertama kalinya menggelar acara Pasar Seni Payakumbuh (PSP) di Pelataran Ngalau Indah, Payakumbuh, Sumbar pada 15-17 Juni 2022.
Acara PSP tersebut menampilkan beragam kuliner dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Sumbar. Tak ketinggalan juga beberapa kuliner yang sudah langka ditemukan seperti pongek Limbanang, rubik, dan bungo durian.
Selain menampilkan aneka kuliner, acara tersebut juga menampilkan berbagai pertunjukan seni, baik yang tradisional, maupun kontemporer, termasuk juga prosesi adat di Minangkabau yang terkait langsung dengan budaya pangan.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar, Supardi menerangkan, persoalan ketahanan pangan ini seharusnya diagendakan secara konsisten dan berkelanjutan. Dengan begitu, publik mancanegara juga dapat menikmatinya.
Oleh karena itu, lanjut Supardi, perlu adanya kerja sama antar berbagai institusi pemerintah, seperti Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata dan Dinas Perdagangan.
Supardi mengungkapkan, aneka kuliner yang ditampilkan di PSP hanya sebagian kecil saja dari kekayaan kuliner tradisional yang berpotensi menjadi sumber ekonomi.
Menurutnya, hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah manajemen pengemasan dan penjualan. Ia pun mengaku siap mendukung pelaksanaan acara PSP untuk digelar dalam skala yang lebih besar.
Salah satu kuartor PSP, S. Metron M. mengatakan, keseriusan dalam membangun ketahanan pangan ini akan dilanjutkan dengan program-program yang lebih masif dan melibatkan lebih banyak pihak.
Dia menambahkan, PSP yang diadakan kali ini merupakan awal mula untuk memberikan gambaran tentang kekayaan yang dimiliki dan dapat dikembangkan secara berkelanjutan.
“Tujuan dari semua ini adalah untuk menciptakan masyarakat yang mandiri,” jelasnya.
Kurator PSP lain, Buya Zuhari Abdullah menambahkan, acara ini tidak sekadar ditujukan untuk masyarakat Sumatra Barat dan Indonesia saja, namun juga masyarakat seluruh dunia.
Buya juga mengatakan bahwa hal yang menjadi catatan penting dari PSP akan dikirimkan ke G-20 di Bali tahun ini.
“Kita ingin menunjukkan kontribusi dari budaya Minangkabau untuk menjawab persoalan pangan di masa depan. Mulai dari cara masyarakat memperlakukan bumi, mengolah sawah-ladang, hingga membagi hasil panen, mengandung sekumpulan kearifan yang mendorong terjadinya ketahanan pangan,” ungkap Buya.
Sebelum penyelenggaraan acara tersebut, sebelumnya telah diadakan Focused Group Discussion (FGD) pada 1 Juni lalu. FGD tersebut dihadiri oleh pemerintah, akademisi, budayawan, seniman, hingga perwakilan masyarakat.
Secara khusus, diskusi tersebut membahas soal iklim, pangan, dan budaya yang ada di Sumatra Barat, termasuk membahas persoalan peningkatan suhu udara dan alih fungsi lahan pertanian, serta penghijauan ruang kota.
Fasilitator FGD, Heru Joni Putra mengatakan ada beragam pandangan dan pengalaman menyangkut persoalan nyata yang terkait dengan masalah iklim dan pangan saat ini di Sumbar yang dibicarakan dan menjadi catatan dari forum tersebut.
“Setidaknya kita bisa melihat perbandingan sederhana tentang apa yang terjadi dan apa yang kita punya. Yang tak kalah penting: apa yang harus kita lakukan ke depan,” ungkap Heru.