Mediatani – Berdasarkan data dari bursa IPC (International Papper Community), harga Komoditas lada mengalami kenaikan dari Rp55.154 per kg pada Juni menjadi Rp57.109 pada Juli, dan sekarang menjadi Rp60.064 per kg pada awal Agustus.
Petani lada asal Belinyu, Bangka, Tarmizi menilai, kenaikan harga tersebut karena mulai terbatasnya pasokan di tingkat petani. Menurutnya, harga lada yang beberapa waktu yang lalu disebabkan karena banyak petani yang beralih ke tanaman lain sehingga pasokan lada menjadi sedikit.
Meskipun menjadi kabar baik bagi kalangan petani, namun mereka berharap agar harga tersebut terus mengalami kenaikan hingga Rp70.000 per kilogramnya.
Lonjakan harga lada tersebut setidaknya mampu memperbesarkan keuntungan margin yang di dapat. Pasalnya, selama ini beberapa petani cukup kesulitan untuk membiayai operasional karena tanaman lada termasuk tanaman berusia tua.
“Pupuk dan junjung itu makan biaya dan pemeliharaan sampai tiga tahun,” ujar petani lain yang bernama Hendra.
Kerjasama dengan berbagai pihak
Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Babel Deki Susato mengemukakan bahwa kenaikan harga lada tersebut tak lepas dari upaya bersama masyarakat Babel dan pihak terkait mulai dari menjaga kualitas, membuat hilirisasi, mengatur tata niaga, hingga membuat terobosan pasar dengan membuat pasar fisik lada.
Dia menuturkan, kenaikan harga lada juga ditopang berbagai elemen seperti timsus jaya lada, TP4L, BP3L, koperasi petani lada, dan dewan rempah.
Pemprov berharap agar harga tetap stabil di atas Harga Pokok Penjualan (HPP). Oleh karena itu, pemerintah, pengusaha, serta petani lada, dan lembaga pendidikan terus didorong agar tata niaga lada lebih baik.
“Kami terus berusaha agar Indeks Geografis (IG) terjaga dengan baik. Saat ini penggunaan IG diharuskan bagi lada yang akan keluar Babel, baik dalam dan luar negeri. Tim TP4L akan terus berupaya merangkul pihak-pihak yang menggunakan merek lada dari Babel,” ungkapnya.
Untuk menjaga kualitas dan keasliannya, lada Babel yang telah terkenal dengan brand atau merek Muntok White Paper (MWP) akan dipatenkan secara internasional. Upaya tersebut nantinya akan meningkatkan harga jual di tingkat petani lada Bangka Belitung.
Saat ini telah dilakukan kerja sama bersama komunitas international, dan melakukan penjualan langsung ke negara pengguna lada serta adanya komite penentu harga lada yang akan menentukan harga jual dan kualitas sebelum dipasarkan.
Selain itu, untuk mendukung ekspor komoditi pemprov bekerja sama dengan bea cukai, KSOP, Bank Indonesia, karantina dan perusahaan shipping line dalam maupun luar negeri.
“Agar ekspor komoditas Babel dapat tercatat baik keterangan asal maupun PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang). Mari kita percepat pemulihan ekonomi Indonesia melalui pemulihan ekonomi Babel,” ucap Deki.