Mediatani – Menjaga lingkungan hidup agar tetap lestari sudah menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat, termasuk bagi para pelaku bisnis dan perusahaan. Hal ini penting karena bisnis yang ramah lingkungan bisa menjadi salah satu kunci kesuksesan dan keberlanjutan suatu usaha.
Hal inilah yang juga menjadi alasan Pemerintah Kota Surabaya menegaskan kepada pelaku usaha khususnya yang bergerak pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) agar produk yang mereka buat sebisa mungkin berbasis pada produk yang ramah lingkungan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya Agus Hebi Djuniantoro menyampaikan bahwa upaya yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya ini dinilai mampu mendorong peningkatan ekonomi kerakyatan di Kota Surabaya.
“Tidak dari pengolahan sampah saja, melainkan bisa melalui pengolahan lingkungan. Bisa juga melalui UMKM yang berbasis pada produk lingkungan,” kata Hebi, dilansir dari laman republika.co.id, pada Rabu (5/10/2022).
Oleh karena itu, tambah Hebi, dalam minggu ini DLH Surabaya sudah menggelar workshop tentang UMKM Ekonomi Kerakyatan Berbasis Lingkungan. Kegiatan workshop ini diikuti oleh 150 peserta yang telah berhasil lolos seleksi program Surabaya Smart City (SSC) tahun 2022.
Menurut Hebi, pihak DLH juga akan memberi nilai tambah untuk peserta SSC 2022 yang mengkampanyekan penerapan larangan penggunaan kantong plastik. Karena itu, dirinya mengimbau agar seluruh peserta mampu berinovasi terhadap peningkatan potensi ekonomi yang berbasis lingkungan.
“Artinya, harus bisa memiliki kemampuan untuk membangkitkan ekonomi. Seperti saat kegiatan Program Kampung Iklim (Proklim) adalah yang memiliki kemampuan untuk membangkitkan kegiatan perekonomian,” kata Hebi.
Dengan adanya kegiatan tersebut, diharapkan 150 RW yang berhasil lolos dalam tahap penilaian kedua SSC 2022 ini bisa berfokus pada ekonomi kerakyatan, sebab hal tersebut menjadi poin pada penilaian selanjutnya.
“Kalau sudah ada bisa dibesarkan atau dikembangkan berbasis dengan lingkungan. Jangan berbisnis jika tidak memperhatikan lingkungan,” ujarnya.
Sebagai contoh, pada salah satu inovasi kegiatan Program Kampung Iklim (Proklim) yang ada di kawasan Kelurahan Kebonsari, di mana daerah tersebut sudah melakukan pemilahan sampah oleh usaha katering. Mereka melakukan pemilahan antara sampah organik dan sampah non organik lalu dilakukan pengolahan kembali.
“Sisa makanan tadi dibuat untuk menjadi eco enzyme, budi daya maggot, untuk pakan ternak dan sebagainya. Maka, saya menganjurkan masyarakat untuk mengonsumsi makanan secukupnya agar tidak menimbulkan sampah organik yang berlebihan,” terang Hebi.
Di sisi lain, saat ini DLH Surabaya juga sedang merancang skema terkait program padat karya yang berbasis dengan potensi pengembangan lingkungan. Diketahui sudah ada sekitar 180 orang yang ingin mendaftar untuk pembibitan tanaman.
“Sudah ada 180 orang yang hendak mendaftar untuk pembibitan tanaman. Tetapi saya sedang mengajukan untuk bisnis tanaman, mulai dari perawatan tanaman, penjualan bibit, kompos, serta cara merangkai tanaman,” tutup Hebi.