Mediatani – Pengembangan komoditi Jagung di Dompu, Bima, Nusa Tenggara Barat dinilai sangat tidak tepat. Mahasiswa Pascasarjana IPB, Rismunandar Iskandar menilai bahwa pengembangannya sangat tidak ramah lingkungan.
Keresahannya tersebut berkali-kali ia luapkan di akun media sosial miliknya. Rismunandar menilai Masyarakat diarahkan untuk menanam jagung sebagai bentuk implementasi program kementerian. Pelaksanaannya pun akhirnya membuka hutan secara massif.
“Akibat dari pembukaan hutan dan “penggundulan” gunung, setiap kali hujan pasti akan terjadi banjir. Mulai dari banjir setinggi 1,5 meter hingga menenggelamkan kota.” Ungkap Rismunandar saat ditemui di kampus IPB, 9/11/2017.
Menurut Rismunandar, upaya rehabilitasi hutan dan kerugian dari bencana alam tersebut tidak sebanding dengan keuntungan dari komoditi jagung yang dikembangkan.
“Jangan karena target swasembada jagung yang ditargetkan untuk NTB, lalu kementerian beserta stakeholder menghalalkan segala cara untuk ditanami jagung, bahkan hutan lindung pun ditanami, ini namanya merusak daerah” tutur Rismunandar.
Oleh karena itu, Rismunandar meminta pemerintah dari daerah hingga pusat untuk mengevaluasi program pengembangan komoditi Jagung tersebut.
“Jika yang ditargetkan untuk penanaman jagung adalah lahan tidur, maka hanya lahan tidur saja yang ditanami. Bukan malah membuka hutan. Selain itu, harus juga diperhatikan kelerengan saat penanaman sehingga bahaya banjir yang terjadi beberapa waktu terakhir ini tidak lagi terjadi.” Kesal Rismunandar.
Dirinya menilai keberadaan program peningkatan luas tanam jagung tersebut merupakan program yang kurang memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pengorganisasiannya pun ditengarai tidak profesianal sehingga cenderung memaksakan pencapaian target luasan lahan dan produksi tanpa peduli dampak lingkungan yang ditimbulkan.
“Kementerian pertanian melalui Gempita, tidak melulu memikirkan soal hasil produksi semata. Akan tetapi harus di identifikasi lahan mana saja yang akan di tanami agar tidak merusak alam di NTB” terang Rismunandar.
Rismunandar menjelaskan bahwa kesuksesan swasembada jagung tidak hanya di ukur dari banyaknya jumlah produksinya, akan tetapi harus diselaraskan dengan keadaan lingkungan yang sehat. Percuma petani mendapatkan hasil melimpah hari ini, tapi esoknya habis lagi untuk membiayai dampak lingkungan yang diakibatkan seperti bencana banjir. Kesejehateraan petani tidak akan bisa tercapai jika polanya seperti ini.
“Survey akan lahan yang akan di tanami, lihat kelayakannya. Perlu di buatkan formulasi yang tepat terkait produksi jagung agar hasil melimpah dengan lahan yang sudah ada sekarang” tutup Rismunandar.