Pestisida Nabati: Ekstrak Daun Pare

  • Bagikan
Sumber foto: jamberita.id

Mediatani – Tanaman pare merupakan salah satu tanaman yang bersifat insektisida nabati. Pemanfaatan dari tanaman ini cukup beragam khususnya sekali digunakan untuk bahan obat modern. Senyawa aktif yang terkandung di dalam daun pare diantaranya adalah : momordisin, momordin, karantin, resin, minyak lemak, saponin, dan flavonoid yang berfungsi sebagai antimikroba. Selain itu, di dalam daun pare terkandung alkaloid yang berfungsi sebagai insektisida.

Cara kerja beberapa senyawa tersebut yaitu alkaloid, flavonoid, minyak lemak, saponin dan momordisin adalah:

  • Bertindak sebagai racun perut. Bila beberapa senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva, maka alat pencernaannya pasti akan terganggu.
  • Tidak hanya itu, senyawa tersebut juga bisa menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini akan berdampak pada larva yang gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya, dan mengakibatkan larva mati kelaparan.

Senyawa momordisin pada estrak pare bekerja sebagai racun perut bagi serangga. Bila senyawa tersebut masuk ke dalam tubuh larva, maka proses pencernaan serangga akan terganggu dan menimbulkan kematian. Hal ini mengakibatkan larva akan gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya, akibatnya larva akan mati kelaparan.

Dengan kurangnya asupan konsumsi pada fase larva juga dapat mempengaruhi pupa yang akan dihasilkan. Rendahnya pupa yang dihasilkan disebabkan pakan yang dikonsumsi oleh larva sedikit, sehingga proses perubahan dari prapupa ke pupa tidak berjalan sempurna bahkan gagal membentuk pupa.

Senyawa saponin juga terdapat dalam ekstrak pare yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva, sehingga membuat larva menjadi korosif. Umunya, ukuran larva yang telah mati setelah memakan senyawa saponin ini akan lebih panjang sekitar 1-2 mm karena terjadi relaksasi urat daging pada larva.

Tidak hanya korosif, senyawa saponin juga dapat menampakkan fenomena antibiosis terhadap organisme yang memakan senyawa tersebut. Gejala antibiosis yang dimaksud iyalah mortalitas larva, pengurangan laju pertumbuhan, ketidakberhasilan serangga dewasa keluar dari pupa, mortalitas pupa, kegagalan imago muncul dari pupa, fekunditas dan fertilitas serangga rendah, malformasi morfologi dan sebagainya.

Senyawa toksik yang terkandung dalam daun pare, terutama momordisin dan saponin dapat menurunkan presentase munculnya imago. Kedua senyawa itu dapat menghambat perkembangan serangga dengan merusak kinerja sistem saraf dan pencernaan serangga.

Daun pare juga mengandung alkaloid yang berperan sebagai Larvarsida. Larvarsida dapat diartikan sebgai pembunuh membunuh serangga yang belum dewasa atau masih dalam fase ulat (larva). Larvasida bisanyaa berfungsi untuk membasmi nyamuk, tepatnya pada saat nyamuk berada pada tahap larva yaitu berupa jentik nyamuk.

Pada ekstrak daun pare juga terkandung senyawa Antifeedant yang menjadi senyawa kimia dalam tanaman yang berperan penting pada serangga fitopagus dalam hal menerima dan menolak tanaman sebagai makanannya. Mekanisme kerja senyawa ini tidak membunuh, tetapi hanya menghambat aktivitas makan hama serangga.

Dengan kata lain, senyawa antifeedant adalah salah satu faktor penentu besar kecilnya presentasi penghambatan aktivitas makan serangga. Rendahnya pakan yang dikonsumsi larva dapat menyebabkan rendahnya pupa. Karena diawal, larva hanya mengonsumsi sedikit pakan dapat menyebabkan perubahan prapupa ke pupa tidak berjalan sempurna bahkan dapat menggagalkan pembentukan pupa.

Hasil penelitian dengan penggunaan ekstrak daun pare sebanyak dua ratus mg mampu menghambat makan sampai 85% dari larva Spodopter litura dengan menggunakan pelarut metanol. Selain itu, penggunaan ekstrak daun pare dengan konsentrasi 20% sudah mampu mengendalikan C. pavonana atau hama ulat krop sampai 60% pada tanaman sawi.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version