Mediatani – Gempuran teknologi canggih yang terjadi di segala lini kehidupan khususnya sektor pertanian, membuat beberapa pekerjaan menjadi lebih mudah. Berbagai jenis alat dan cara untuk memanen atau memetik padi kini tidak lagi harus mengeluarkan tenaga ekstra.
Meski begitu, kehadiran teknologi tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh setiap masyarakat di Indonesia. Penerapan cara panen tradisional masih menjadi teknik pertanian yang dilakukan oleh mayoritas masyarakat petani di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Panen tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Tana Toraja salah satunya adalah maktambak atau memisahkan gabah dari batang padi dengan menggunakan alat tradisional yang disebut paktambakan.
Proses penggunaan perontok padi manual tradisional dilakukan setelah semua batang padi telah dibabat dengan menggunakan sabit atau arit. Sebelum lanjut ke tahap perontokan gabah dari batang padi, sebelumnya padi dipanen dengan menggunakan sabit.
Setelah batang padi sudah dibabat, langkah selanjutnya adalah memisahkan bulir padi dari tangkainya dengan cara merontokkannya menggunakan alat sederhana yaitu paktambakan yang berbahan baku dari kayu.
Prosesnya dilakukan dengan cara manual yaitu dengan memukul batang padi pada papan kayu. Proses membanting batang/tangkai padi ke papan kayu ini sering disebut dengan istilah maktambak padi. Teknik maktambak harus dilakukan dengan bantingan keras agar semua biji lepas sempurna dari batangnya.
Salah satu petani Tana Toraja, Selfi mengungkapkan bahwa cara konvensional seperti ini wajib dilakukan oleh petani sebagai salah satu langkah pengolahan panen padi masyarakat.
“Untuk memisahkan padi dari batangnya, petani harus maktambak,” kata Selfi, dilansir dari laman Tribun News, Kamis (16/2/2023).
Menurut Selfi, teknik tradisional perontokan padi ini masih banyak dilakukan oleh masyarakat Tana Toraja. Hal ini karena para petani setempat masih jarang yang menggunakan teknik moderen.
“Mungkin di luar sana ada cara yang lebih mudah. Tapi kalau kita disini tidak ada, rata-rata petani masih begitu semua,” tutur Selfi.
Paktambakan versi masyarakat Tana Toraja ini tergolong kuat sebab kayu yang digunakan terbuat dari papan pilihan yang bisa awet hingga berpuluh tahun.
“Papannya ini kuat, karena dibuat dari kayu uru. Jadi bisa tahan bertahun-tahun meskipun setiap panen harus dipakai,” ujar warga asli Sanggalla ini.
Selain Tana Toraja, masyarakat khususnya petani di daerah Lombok dan Kediri masih ada yang menggunakan cara tradisional untuk memanen padi. Mereka menyebutnya dengan tradisi ngerampek atau berampek.
Para amaq (bapak) dan inaq (ibu) perampek atau tukang panen akan memukulkan batang padi dengan peralatan tradisional tersebut. Prosesnya dimulai dari memotong, memilah, dan memukul padi hingga butiran gabahnya terlepas dan menjadi beras bersih.
Bukan hanya pemilik sawah yang menanti musim panen tiba, tetapi juga para masyarakat lokal yang menjadi perampek. Pemilik sawah memberi lapangan pekerjaan musiman kepada masyarakat sekitar. Kegiatan ini dinilai dapat menciptakan makna kebersamaan antara pemilik sawah dengan para perampek.