Mediatani – Peternakan ayam di Kabupaten Banyumas tengah berguguran. Mereka kini sedang gulung tikar. Hal itu diketahui sejak awal pandemi, ditambah saat ini di tengah kenaikan harga pakan dan harga telur yang anjlok.
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Banyumas, Gembong Heru Nugroho menyebut kondisi itu terjadi sejak awal masa pandemi Covid-19.
”Baik peternak ayam pedaging dan petelur, hampir semuanya gulung tikar,” jelas dia Selasa (26/1/2021) dikutip Kamis dari situs republika.co.id, (28/1/2021).
Gembong menyebut kondisi peternak ayam, baik ayam pedaging maupun petelur, sejak beberapa waktu terakhir sedang menghadapi masa-masa sulit.
Bahkan, bagi mereka yang masih bisa meneruskan usahanya, harus menanggung kerugian cukup besar.
Selain itu harga telur ayam ras di tingkat peternak saat ini juga hanya dihargai sekitar Rp 15.000 per kg. Sebaliknya, dengan kondisi harga pakan saat ini, harga telurdiungkapnya, mestinya dihargai sekitar Rp 19.000 per kg.
”Dengan harga Rp 19.000 per kg, kami baru hanya bisa impas dengan biaya produksi. Namun kalau di bawah harga itu, tentu peternak akan menanggung kerugian,” katanya.
Demikian pula dengan ayam pedaging. Gembong mengungkapkan, meski begitu harga ayam pedaging saat ini tidak anjlok terlalu dalam, dibanding telur ayam ras, namun peternak masih harus menanggung kerugian.
”Di Banyumas, sebelum ada wabah Covid-19, ada sebanyak 200 unit usaha peternakan ayam pedaging dan petelur. Namun sekarang, hanya tinggal sekitar 10 unit usaha peternakan yang masih bertahan,” kata dia.
Menurut dia, harga jual telur dan ayam pedaging yang anjlok dan harga pakan ternak yang justru terus mengalami kenaikan, menjadi persoalan yang dihadapi peternak. Kondisi ini masih ditambah adanya wabah Covid 19, yang menyebabkan kondisi pasar semakin sepi sehingga menekan harga telur dan ayam pedaging.
Dalam kondisi seperti ini pun, Gembong menyebut, peternak di Banyumas masih dihadapkan dengan persoalan hukum yang dinilai cenderung dicari-cari oleh oknum petugas.
Terutama mengenai dengan masalah Unit Pengolah Limbah.
”Ada beberapa peternak yang mengeluh karena mereka didatangi oknum penegak hukum, dan diancam akan diperkarakan bila tidak menyetorkan sejumlah uang,” katanya.
Salah satu yang menjadi korban, menurut Gembong, adalah anaknya sendiri yang memiliki peternakan ayam petelur di Desa Limpakuwus Kecamatan Sumbang.
Dia juga mengaku, pada masa awal wabah Covid 19, anaknya didatangi petugas yang menanyakan masalah keberadaan UPL (Unit Pengolah Limbah).
Padahal kata dia, lokasi peternakan anaknya berjarak sekitar 1 km dari lokasi pemukiman penduduk terdekat, dan selama ini tak ada masalah dengan lingkungan.
Lebih dari itu, peternakan tersebut pula telah berproduksi sejak tahun 2008.
Namun oknum tersebut tetap menilai bahwa peternakannya melanggar hukum, karena tidak memiliki UPL. Gembong juga menilai persoalan itu hanya cenderung dicari-cari, karena oknum tersebut berjanji akan menghentikan penyelidikan bila anaknya bersedia membayar Rp 90 juta.
”Ini yang saya sesalkan,” kata dia.
Gembong mengaku menuruti permintaan tersebut. Namun akhirnya, kasus UPL di peternakan anaknya berlanjut ke proses persidangan di Pengadilan Negeri Banyumas.
”Meski pun sejak Juli 2020 lalu, anak saya sudah mulai mengurus rencana pembuatan UPL,” katanya.
Sementara itu, seperti yang sebelumnya diberitakan mediatani.co, kalangan peternak ayam pedaging maupun ayam petelur di Banda Aceh dan Aceh Besar sudah dalam tiga bulan terakhir ini mengeluh atas kenaikan harga pakan ternak yang nilainya sudah mencapai berkisar Rp 40.000 hingga Rp 50.000/sak.
Di sisi lain, harga ayam pedaging dan telur, saat ini cenderung menurun.
Dikutip Rabu (27/1/2021) dari situs serambinews.com, telur ayam ras harga ecerannya sedang turun dari Rp 48.000/lemping dihargai menjadi Rp 45.000/lemping (30 butir) dan satu ikat turun dari 450.000/ikat menjadi Rp 430.000 (300 butir). Untuk ayam pedaging harganya juga turun dari Rp 50.000/ekor menjadi Rp 48.000 – Rp 45.000/ekor untuk ayam seberat 1,5 – 1,8 Kg.
Seorang pedagang pakan ternak Ibnu mengatakan, kenaikan harga pakan ternak terjadi sejak bulan November 2020 lalu.
Besaran kenaikannya pun disebut Ibnu, setiap bulannya mencapai Rp 7.000 – Rp 10.000 per sak.
Total kenaikannya pun sampai bulan Januari 2021 ini, sekitar Rp 40.000 – Rp 50.000/saknya.
Akibat kenaikan harga pakan itu dia membeberkan bahwa omset penjualan pakan ternak ayam petelur maupun ayam pedaging, di tokoknya turun sebesar 30 persen.
Penurunan omset penjualan pakan itu pun disebabkan banyak peternak ayam lokal sudah tidak lagi melanjutkan kegiatan usaha peternakannya. Karena dinilai sudah tak mampu membeli pakan ayam. (*)