Mediatani – Alat penyajian makanan berbahan plastik dan styrofoam telah menjadi salah satu pemicu menumpuknya sampah plastik dan ancaman pemanasan global. Hal itu pun mendorong berbagai kalangan untuk menciptakan berbagai inovasi yang dapat mengurangi limbah tersebut.
Seperti inovasi yang dibuat oleh Warga Desa Sinar Wajo dan Desa Sungai Beras di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Mereka memanfaatkan pelepah pisang untuk membuat piring yang selama ini dikenal terbuat dari bahan seperti keramik, styrofoam, plastik, tanah liat hingga kertas.
Disamping itu, inovasi ini dibuat oleh untuk mengatasi harga pinang yang terus menerus turun selama pandemi Covid-19. Selama ini Warga yang tergabung dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), yaitu KUPS Lojo Kleppaa dan KUPS Kodopi Mitra Madani menjual pinang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Karena hanya menjual buahnya, sampah pelepah pinang di desa tersebut menjadi melimpah. Jika dibiarkan berserakan di perkebunan dan mengering saat musim kemarau, sampah pelepah pinang yang mudah terbakar ini bisa memicu kebakaran lahan.
Dikutip dari CNN Indonesia, Sabtu, (28/8/2021), Fasilitator Komunitas dan Kabupaten KKI Warsi Ayu Shafira mengatakan, hingga menjelang akhir tahun 2020 masyarakat sekitar mulai mengembangkan piring pelepah pinang.
Dengan mengembangkan inovasi piring pelepah pinang ini, petani menjadi lebih untung dan perekonomian masyarakat setempat lainnya juga ikut meningkat. Keuntungan lainnya, mereka tidak harus membersihkan area perkebunan dari pelepah yang setiap hari berjatuhan dan mengotori kebun.
Bahan baku yang melimpah bisa didapatkan secara gratis, perajin boleh mengambil dan memanfaatkan limbah pelepah itu sebagai bahan baku.
Adapun proses pembuatan piring ramah lingkungan ini yaitu pelepah pinang yang baru jatuh diambil sekitar satu-dua hari kemudian. Setelah itu dicuci dengan menggunakan sabun pencuci piring yang aman untuk bahan makanan.
Selanjutnya, piring ini dijemur selama kurang lebih 3 – 4 jam hingga kering. Setelah itu, pelepah dicetak dengan alat molding hot press dengan suhu 120 derajat celcius selama 1 menit. Piring ini kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari.
Jika dibandingkan dengan piring kertas, piring dari pelepah pinang lebih kokoh karena tebal dan berlapis lilin. Bentuknya ada yang persegi panjang, ada juga yang bundar dengan diameter yang berbeda-beda.
Sedangkan dari segi warna, piring tersebut terbagi menjadi 3 grade, yaitu A, B, dan C. Grade A adalah piring nyaris tanpa corak atau polos, grade B adalah piring setengah bermotif, dan grade C adalah piring dengan banyak motif.
“Piring ini juga tahan lama. Jika sudah dijemur hingga benar-benar kering, ia tidak akan berjamur sama sekali, meski disimpan di dalam lemari tertutup. Jika sudah selesai digunakan, piring bisa dibuang seperti membuang daun pisang. Dia akan terurai di alam tanpa merusak lingkungan,” kata Ayu.
Selain itu, piring ini juga bisa dipakai berulang kali hingga maksimal 8 kali. Untuk membersihkannya, Anda bisa mencucinya dengan sabun cuci piring namun jangan dengan cara merendam.