Produksi Sapi Dalam Negeri Masih Minim, Begini Alasan Peternak

  • Bagikan
ilustrasi peternakan sapi/IST

Mediatani – Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) mengungkap, ada beberapa macam alasan perihal minimnya produksi ternak di dalam negeri. Yang juga akhirnya menyebabkan pemenuhan konsumsi daging sapi harus bergantung pada impor daging sapi.

Dikutip Sabtu (23/1/2021), dari laman berita CNN Indonesia, pertama, ialah perihal mahalnya biaya produksi di dalam negeri.

Ketua PPSKI Nanang Purus Subendro menuturkan, biaya atau cost yang tinggi iti utamanya bersumber dari pakan hingga tenaga perawat.

“Semua harus berbayar, dan itu yang saat ini dirasakan peternak yaitu biaya pakan tinggi,” ungkap Nanang kepada CNNIndonesia.com, Kamis (21/1/2021) dikutip Dikutip Sabtu, (23/1/2021).

Menurut dia, biaya produksi yang tinggi tersebut terutama terjadi pada bisnis skala menengah dengan kepemilikan sekitar 10 ekor sapi ke atas.

Sementara, dia melanjutkan, dengan usaha skala rumahan yang memiliki 1-3 ekor sapi masih lebih rendah, asal dapay memenuhi pakan gratis hingga tenaga perawat gratis alias dilakukan sendiri oleh pemilik ternak.

Kedua, lanjut dia, ialah semakin sedikit generasi muda yang tertarik menjadi peternak. Hal ini membuat bisnis ini tak ada penerusnya atau regenrasiyang baru.

Ketiga, lahan yang tersedia sebagai padang angonan /pegembalaan semakin terbatas.

Keempat, dikarenakan faktor cuaca. Yang mana saat musim kemarau tiba, biasanya sapi banyak yang kekurangan gizi, sehingga kemampuan reproduksinya menjadi menurun.

Kelima, adanya kendala geografis. Saat ini, kata dia, sentra sapi lokal cenderung terpencar-pencar atau tersebar-sebar dan jaraknya jauh dari pasar.

“Oleh karena itu, untuk bisa sampai ke rumah potong hewan perlu biaya tinggi,” ucapnya.

Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) Johny Liano dilansir dari laman yang sama, menambahkan bahwa produksi di dalam negeri sendiri memang belum bisa sepenuhnya menutup kebutuhan domestik karena produktivitas yang masih rendah.

“Ada peningkatan populasi dan produktivitas, tapi belum optimal dan maksimal. Ini tugas pemerintah untuk bisa meningkatkan populasi dan produktivitas sapi lokal itu,” ujar Johny.

Selain itu, dia menilai, tingkat kebutuhan konsumsi masyarakat terus-menerus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan penduduk, di sisi lain produksi sapi belum mencukupi. Dari situ, dia menyimpulkan bahwa selalu ada gap yang perlu ditutup oleh impor.

“Sehingga terjadilah defisit daging untuk kebutuhan masyarakat. Kita terpaksa impor untuk menutup defisit tersebut,” ungkapnya.

Masalahnya juga, keran impor sedang seret saat ini. Olehnya itu menimbulkan kenaikan harga daging sapi di tingkat pengecer atau pasar. Hal ini juga disebabkan berkurangnya jumlah impor sapi dari Australia ke negara berkembang.

“Sementara di negara Vietnam dan China, impornya meningkat Sehingga terjadi kenaikan harga. Kenaikan itu tentunya berdampak terhadap harga sapi di Indonesia,” katanya.

Johny sendiri mencatat, harga sapi hidup di tingkat internasional naik dari kisaran US$2,8 sampai US$3 per kilogram (kg) menjadi US$3,8 per kg.

“Ini sejak Juli naik sampai dengan saat ini,” pungkasnya.

Sementara itu, berkaitan juga dengan melambungnya harga daging sapi, para peternak sapi potong mengaku bahwa mahalnya harga daging sapi saat ini merupakan imbas naiknya harga pakan ternak.

Olehnya itu mengakibatkan harga daging sapi di tingkat penggemukan harus disesuaikan dengan biaya produksi di lapangan.

Ketua Asosiasi Peternak Sapi Potong Indonesia, Suparno dilansir, Jumat (22/1/2021) dari situs Radioidola.com, menjelaskan ada beberapa komponen yang ikut menentukan dan menyebabkan harga daging sapi. Di antaranya disebutkannya, ialah biaya produksi untuk proses penggemukan.

Salah satu komponennya yakni pakan ternak, hal itu meliputi nutrisi atau konsentrat dan pula pakan sapi pendamping.

Suparno memaparkan, dari sisi pakan sendiri memang diketahui ada kenaikan harga pada pakan konsentrat merek tertentu.

Biasanya, lanjutnya, harga pakan konsentrat itu berkisar Rp120 ribu per kilogram dan saat ini menjadi Rp180 ribu hingga Rp200 ribu per kilogram.

Menurut dia, karena harga pakan konsentrat yang mengalami peningkatan itu maka mengakibatkan harga daging sapi potong turut terdongkrak atau naik. (*)

  • Bagikan