Mediatani – Menurunnya Indeks Ketahanan Pangan Global (Global Food Security Index) 2020 membuat pemerintah Indonesia terus membuat berbagai program terobosan yang dapat menggenjot produksi pangan dalam negeri.
Salah satunya melalui Program Desa Peternakan Terpadu yang dicanangkan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar menjelaskan bahwa program tersebut diharapkan dapat meningkatkan ketahanan pangan utamanya ketersediaan daging di Tanah Air.
Hal ini perlu dilakukan mengingat posisi Indonesia pada indeks ketahanan pangan ini jauh dibawah negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, bahkan kalah dengan Negara Vietnam dan Thailand.
Posisi Indonesia dalam Global Food Security Index (GFSI) 2020 berada di posisi 65 dari 113 negara. Posisi ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang berada pada peringkat 62.
“Kehadiran Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan ini menjadi salah satu terobosan agar ketahanan pangan kita membaik,” ujar Menteri Desa PDTT, dikutip dari merdeka.com, Selasa (2/11).
Menurutnya, posisi Indonesia yang menurun di GFSI 2020 harus menjadi perhatian bersama, sebab Indonesia lebih mempunyai potensi yang besar untuk menciptakan ketahanan pangan yang lebih baik.
Abdul Halim Iskandar menambahkan, Food and Agriculture (FAO) mendefenisikan empat pilar dalam ketahanan pangan yakni akses, keterjangkauan, ketersediaan, ekonomi, utilisasi atau keragaman (gizi, keberagaman dan nutrisi) serta stabilitas atau keberlangsungan.
“Posisi Indonesia dalam GFSI mengindikasikan belum terpenuhi salah satu atau beberapa pilar dalam ketahanan pangan,” katanya.
Penurunan indeks ketahanan pangan ini juga membuat Presiden Jokowi cukup khawatir. Karena itu, Presiden Jokowi meminta Menteri Desa PDTT untuk memikirkan upaya peningkatan ketahanan pangan terutama ketersediaan daging di Indonesia.
“Presiden meminta, dalam program peningkatan ketahanan pangan agar sebagian dana desa dialokasikan untuk program ini utamanya pada ketersediaan daging. Maka kami menindaklanjuti instruksi tersebut dengan program Desa Peternakan Terpadu,” ujar Abdul Halim.
Abdul Halim menjelaskan, Desa Peternakan Terpadu merupakan sistem yang menggabungkan atau mengintegrasikan beberapa komoditi unit usaha pada satu pasar di suatu Kawasan.
Kedepannya, desa-desa yang memiliki potensi di sektor peternakan akan dikembangkan sebagai sentral-sentral penyedia daging baik dari ayam, kambing hingga sapi. Desa-desa tersebut juga nantinya akan dikembangkan sebagai pusat hortikultura.
“Mengapa Desa Peternakan Terpadu? Sebab dari hulu hingga hilir pengelolaan peternakan nantinya akan dikelola dengan baik. Mulai proses penggemukan hingga pengelolaan kotoran ternak. Semua bisa memberi pendapatan. Kotoran bisa dijadikan pupuk untuk komoditas hortikultura yang dikembangkan secara terpadu,” ungkapnya.
Lebih lanjut Abdul Halim menjelaskan, program ini akan melibatkan beberapa pemangku kepentingan yaitu kementerian/lembaga lain. Program ini juga akan melibatkan pemerintah daerah, desa, hingga kalangan swasta.
“Tentunya program ini, nantinya akan memberikan dampak besar dalam upaya peningkatan ketahanan pangan kita, sehingga harus melibatkan banyak pemangku kepentingan lain. Nantinya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau BUMDes Bersama yang jadi motor program ini,” tuturnya.
Jika tidak ada halangan, tambah Abdul Halim, Program Desa Peternakan Terpadu rencana akan diluncurkan pada akhir 2021. Selain di level desa, program ini nantinya akan dilaksanakan di entitas lain seperti Pondok Pesantren.
Sebagai langkah awal, Kemendes PDTT dalam waktu dekat akan menerbitkan buku panduan tentang Desa Peternakan Terpadu. Dimana buku ini akan dibuat dengan narasi sederhana sehingga bisa mudah dipahami oleh warga desa.
“Buku pedoman ini meskipun tidak bisa dipahami 100 persen masyarakat desa tapi setidaknya 60 atau 70 persen dipahami biar nggak muspro, cuma jadi tumpukan,” ujarnya.