Publik Butuh Tahu, Semua Butuh Cerdas dan Dicerdaskan. KLHK Dipersoal

  • Bagikan

Mediatani.co – Bogor. Berawal dari munculnya P.106 tahun 2018 tentang perubahan atas P.20 tahun 2018 tentang jenis dan tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi. Ragil Satrio Gumilang, Pegiat dan Peneliti bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan kembali mengangkat petisi untuk penolakan Peraturan Menteri tersebut.

“Saya dapat ‘surat cinta’ dari KLHK, dengan ditembuskan ke Bu Menteri, pada Rabu malam lalu. Semalam baru saya balas. Tentunya gegara petisi yang saya awali di change.org. Inti surat itu adalah penjelasan tentang PermenLHK P.106/2018 yang mengeluarkan jenis tumbuhan langka dari daftar dilindungi.” Ungkap Ragil melalui media daringnya.

Petisi berlanjut pada tanggapan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang bersurat secara personal pada Ragil. Lalu Ragil coba mengangkat kembali tanggapan berjudul “SURAT ‘CINTA’ KLHK TENTANG P.106/2018 DAN TANGGAPAN SEMENTARA”.

Isi dari tanggapan ini ia merasa sempat kaget ketika menerima. Karena ia beranggapan bahwa ia bukanlah Botanis ataupun ketua kelompok/forum/lembaga apalagi artis. Hanya individu biasa yang menyempatkan waktu untuk membaca dan menulis perkembangan isu ini.

“Saya cukup mengapresiasi langkah KLHK dengan mengambil jalan bersurat ke pembuat petisi, cukup langka dalam petisi-petisian ke KLHK selama ini.” Akunya.

Ia mengaku bahwasanya dari pengakuan beberapa koleganya di change.org. Dan tentunya juga penjelasan itu sangat dinantikan publik. Namun sayangnya, surat penjelasan yang ia terima masih menyisakan banyak pertanyaan karena ketidakjelasan.

“Surat penjelasan itu (10 poin) saya tanggapi dengan 13 poin berisi tanggapan, pertanyaan dan saran (serta lampiran pendukung). Cukup panjang, itu pun sudah berusaha diringkas sedemikian rupa. Semoga Bu Menteri berkenan membaca dengan seksama secara tumakninah”. Terangnya.

Setelah membaca surat penjelasan tersebut, bagi Pria yang sedang menggeluti kuliah program S2 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB ini masih sama, belum berubah seperti tertuang dalam petisi. Tuntutannya yaitu dimasukkannya kembali jenis-jenis tumbuhan langka dan terancam punah dalam daftar dilindungi, disahkannya RSRAK (Rencana Strategis Riset Aksi Konservasi), serta ditambah diselenggarakannya ruang diskusi/audiensi secara terbuka antara KLHK, otoritas ilmiah (LIPI), dan para pemangku kepentingan.

“Publik butuh tahu, dan sama-sama semua butuh cerdas. Saya masih menanti tanggapan/penjelasan lanjutan dari KLHK. Dan meminta tanggapan tersebut untuk ditujukan kepada publik secara luas. Oleh karena, Permen LHK P.106/2018 adalah dokumen/kebijakan publik, serta petisi yang telah saya awali (secara individu) juga diketahui dan ditandatangani oleh sebagian publik.” Lanjutnya.

Berdasarkan telaah yang ia kaji atas penjelasan KLHK, hal-hal utama yang masih harus diperjelas antara lain mengenai:

  1. basis data yang digunakan sebagai justifikasi dikeluarkannya 10 jenis pohon dari daftar dilindungi harus relevan, ilmiah, akurat/tidak bias, sinkron, dan spesifik.
  2. detail kriteria yang diterapkan harus jelas, terutama mengenai dalil “populasi telah mencapai tingkat pertumbuhan tertentu” untuk tiap spesies.
  3. tinjauan sosial ekonomi harus menitikberatkan secara spesifik pada 10 jenis tumbuhan yang dimaksud.
  4. prinsip kehati-hatian harus benar-benar dilakukan, tidak sekedar dalih dan jargon. Dalam penjelasan masih terkesan kurang hati-hati dalam mendasari justifikasi, serta grusa-grusu dalam mengambil keputusan dan tindakan.

“Ringkasnya seperti itu kira-kira. Dan sebenarnya masih banyak hal lain yang penting mendapat perhatian dan kejelasan. Namun apapun itu, semoga momentum ini bisa menjadi sarana perbaikan upaya konservasi tumbuhan dan satwa liar di Indonesia.” Jelasnya.

Ucapan terima kasih pula ia haturkan kepada para pendukungnya baik melalui diskusi, tanda tangan petisi, informasi, atau apapun itu, sangat ia apresiasi.

“Untuk terlibat dalam upaya konservasi, kita tidak harus menjadi seorang ahli pada objek yang harus diupayakan konservasinya. Dengan tahu pemahaman dasarnya saja, sebenarnya itu sudah sangat cukup. Ditambah kesediaan kita menyempatkan waktu untuk membaca dan berjejaring. Artinya, semua orang sebenarnya bisa untuk terlibat.” Ungkap Ragil.

Ia mengaku setidaknya itu pelajaran yang bisa ia dapat dalam beberapa waktu terakhir ini. Salah satu contoh nyata yang ia alami adalah mengenai objek tumbuhan bernama Dipterocarpus littoralis atau dikenal dengan nama palahlar Nusakambangan. Jenis keluarga keruing ini endemik Pulau Nusakambangan. Status IUCN Redlist sudah Critically Endangered, satu tahap lagi berstatus punah.

Ragil berterus terang, sebelum Permen LHK P.106/2018 keluar, ia tidak tahu menahu soal spesies ini. Baru setelah jenis ini dikeluarkan dari daftar jenis dilindungi, ia baru coba mencari tahunya.

“Rupanya, dasar ilmiah penentuan status dilindungi dan status keterancaman (IUCN Redlist) tidak begitu saja dilakukan. Pembahasan dan kajiannya telah melalui proses yang panjang dan dengan hati-hati. Ada banyak pertimbangan, utamanya adalah kelimpahan populasi dan sebaran yang sempit.” Terangnya.

Pada awal diterbitkannya Permen LHK P.106/2018, Ragil langsung menghubungi koleganya di Cilacap yang secara intens menangani permasalahan di Nusakambangan.

“Satu jenis ada endemic Nusakambangan. Bisa diangkat isu ini di sana Ebet (nama orang yang dihubungi –red)” ungkapnya melalui media daring kepada salah satu staf Save Our Nusakambangan Island (SONI).

Rupanya teman-teman di sana pun kaget, karena baru beberapa hari sebelumnya melaksanakan FGD membahas jenis ini. Komunikasi pun berlanjut. Staf yang lain, Agus, mengirimkan dokumen tesis mahasiswa ITS yang baru dirilis 2018. Agus secara langsung membantu pengambilan data di lapangan.

“Agak mengejutkan bagi saya membaca tesis tersebut. Rupanya hasil kajian populasi di Nusakambangan mengatakan hanya terdapat 164 individu palahlar. Itu pun terdiri dari tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai. Jenis ini tumbuh mengelompok.” Jelasnya.

Analisisnya mengatakan pula bahwa daya regenerasi cenderung rendah sehingga struktur populasi tidak stabil. Tesis ini hanya 1 dari berbagai dasar ilmiah yang telah beredar luas publikasinya.

“Semakin dalam mencari tahu, ditambah komunikasi dengan banyak pihak (termasuk Prof Tukirin FPLI, Mas Iyan (LIPI), dan Mbak Annie (Pendiri SONI), semakin saya tidak habis pikir. Bisa-bisanya jenis ini dikeluarkan dari daftar dilindungi.” Pungkasnya.

Mari bergerak bersama! Publik butuh tahu. Dan sama-sama semua butuh cerdas dan dicerdaskan.

/J

Ragil Satriyo Gumilang
(foto: istimewa)
  • Bagikan