Retribusi Minim, Transaksi Hasil Laut di Luar TPI Pangandaran Akan Ditertibkan

  • Bagikan
TPI di Pangandaran

Mediatani – Minimnya retribusi untuk Pemkab Pangandaran tidak lepas dari maraknya transaksi yang dilakukan di luar tempat pelelangan ikan (TPI). Oleh karena itu, Pemkab Pangandaran berupaya untuk menertibkan kondisi tersebut.

Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata mengatakan bahwa dirinya telah membentuk tim terpadu untuk mengatasi masalah tersebut. Tim yang dibentuk rencananya akan mulai melakukan penertiban pada minggu depan.

“Saya sudah koordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan serta pihak terkait untuk menertibkan transaksi hasil laut di luar TPI,” ungkap Jeje, Kamis (8/4/2021).

Menurutnya, subtansi dari permasalahan tersebut adalah hilangnya potensi retribusi transaksi hasil laut, sebesar 3 persen yang seharusnya didapatkan dari setiap transaksi.

“Itu kan berarti ada aturan yang dilanggar, maka harus kita tertibkan. Ada retribusi sebesar 3 persen dari setiap transaksi ikan atau udang,” kata Jeje.

Bupati Jeje berharap sejumlah bakul ikan yang terdapat di Pangandaran bisa kembali beraktivitas di dalam TPI, sehingga hasil laut yan dimanfaatkan bisa berjalan sesuai dengan aturan dan kepentingan semua pihak yang teribat bisa terlindungi.

Lebih lanjut Jeje menjelaskan bahwa dengan terlindunginya semua transaksi di TPI, nelayan mendapat kepastian harga bahkan bisa mendapatkan harga tertinggi karena melalui proses lelang.

“Bakul pun bisa berdagang sesuai dengan aturan dan turut berkontribusi bagi pemerintah. Kemudian koperasi sebagai pihak yang ditunjuk untuk mengelola TPI bisa hidup dan melayani kebutuhan nelayan,” papar Jeje.

Jeje juga menuturkan bahwa saat ini ada banyak nelayan yang sudah terjerat sistem ijon, yang membuat mereka mau tak mau harus menjual hasil tangkapannya ke bakul.

Adapun alasan banyak bakul yang bertransaksi di luar TPI, Jeje mengatakan alasan yang pertama karena mereka menghindari dikenakan retribusi transaksi sebesar 3 persen.

Alasan kedua, lanjutnya, di dalam TPI mereka harus bersaing karena melalui sistem lelang. Hal itu tentunya membuat mereka tidak mudah untuk mendapat ikan dari nelayan, karena harus beradu penawaran harga terlebih dulu.

Dia mengatakan sistem tersebut sudah harus dibenahi agar alur pemanfaatan hasil laut bisa lebih tertib. Menurutnya, pembayaran retribusi ke pemerintah sebesar 3 persen itu bukan hal yang memberatkan.

“Teu pernah melak, teu pernah maraban, tapi ngala unggal poe,” kata Jeje.

Sebelumnya, sejumlah nelayan yang tergabung dalam HNSI Pangandaran menyampaikan keluhannya ke DPRD. Sejumlah aspirasi yang disampaikan, salah satunya mendesakan Pemkab agar menertibkan bakul yang kerap beroperasi di luar TPI.

Selama tahun 2020, jumlah retribusi hasil laut yang diperoleh Pemkab Pangandaran berada di kisaran Rp 1,5 miliar. Jumlah tersebut dinilai masih jauh dari target, apalagi bagi Pangandaran yang dikenal memiliki garis pantai 91 kilometer.

Hal tersebut diungkapkan Ketua DPRD Pangandaran Asep Noordin setelah menerima audiensi dari nelayan HNSI, Kamis (8/4/2021). Menurutnya, saat ini perlu dilakukan optimalisasi, karena telah terjadi kebocoran dalam bentuk hasil laut yang tidak tercatat dan lolos dari retribusi.

Asep menegaskan bahwa siapapun yang telah mengambil hasil laut, maka wajib untuk melakukan penjualan melalui proses lelang di tempat pelelangan ikan (TPI). Ia mengatakan, hal tersebut telah diatur dalam undang-undang dan Pemkab Pangandaran juga sudah membuat Perda.

“Artinya jika menjual di luar tempat lelang itu adalah pelanggaran. Itu termasuk illegal fishing,” kata Asep.

Sementara itu, Wakil Ketua HNSI Pangandaran M. Yusuf menyampaikan bahwa pihaknya sudah sepatutnya untuk melakukan audiensi ke DPRD untuk menyampaikan beberapa aspirasi, termasuk mengenai maraknya transaksi ilegal hasil laut.

“Kami datang mewakil 3.000 nelayan yang sudah membubuhkan tandatangannya. Ada 3 poin yang kami sampaikan ke dewan. Yang pertama soal baby lobster, soal keberadaan bagang dan penjualan hasil laut di luar tempat pelelangan,” kata Yusuf.

Yusuf mengatakan bahwa bukan tidak boleh hasil nelayan ditampung oleh bakul. Tapi transaksi tersebut harus dilakukan di tempat pelelangan ikan.

“Jadi prinsipnya baik bakul, nelayan dan koperasi harus untung,” kata Yusuf.

  • Bagikan