Mediatani – Seekor bangkai gajah sumatera (elephas maximus sumatrensis) berjenis kelamin jantan yang ditemukan mati di pedalaman Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya juga tampak dalam kondisi memiliki jeratan pada kaki kirinya.
“Secara kasat mata memang kita lihat ada ikatan tali, namun kita tidak bisa simpulkan itu jeratan apa, nanti setelah otopsi oleh pihak BKSDA baru bisa kita pastikan,” kata Kasat Reskrim Polres Aceh Jaya AKP Miftahuda Dizha, Jumat, lalu yang dikutip mediatani.co, Selasa (9/3/2021) dari situs berita liputan6.com.
Menurut dia gajah itu diprediksi telah lama terjerat. Hal itu nampak dari tali jeratannya yang melekat di kakinya yang sudah dalam jangka waktu lama. Hanya saja gajah itu tetap memaksakan diri untuk berjalan.
“Jikalalu pun benar BKSDA menyampaikan itu jeratan kita juga tak bisa pastikan itu terjadi di wilayah tersebut. Bisa saja di tempat lain atau di kabupaten lain karena kaki sudah lama,” dikutip mediatani.co, Selasa (9/3/2021) dari situs berita liputan6.com yang juga mengutip dari Antara.
Kasat menambahkan bahwa gajah jantan yang ditemukan mati itu masih dalam kondisi utuh, lengkap dengan gadingnya.
“Dari kasat mata, dugaan kami itu gajah jantan, dan ditemukan juga gading gajah yang masih utuh,” jelas Kasat.
“Namun perihal penyebab kematian dan berapa lama udah mati serta usianya itu kami belum bisa pastikan juga, nanti biar pihak BKSDA yang menyampaikannya,” katanya lagi.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh sendiri telah melakukan nekropsi bangkai gajah liar sumatera (elephas maximus sumatrensis) yang ditemukan mati di Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya itu pada Jumat (5/3) kemarin.
Tim medis BKSDA Aceh drh Rosa Wahyuni, satu hari setelah ditemukan, mengatakan nekropsi dilakukan guna mengetahui sebab kematian gajah jantan muda itu. Menurut hasil pemeriksaan awal, kematian diduga akibat infeksi berat karena terjerat seling di bagian kaki kiri depan.
“Dikarenakan luka terjeratan seling tersebut telah lama terjerat di kaki satwa, mengakibatkan satwa mengalami kesakitan yang hebat, sehingga dia tidak bisa bergerak bebas mencari pakan dan minum sehingga mengakibatkan tubuhnya nampak kurus,” kata Rosa.
Kemudian, lanjut Rosa, untuk sementara, hasil nekropsi diagnosanya secara makro, gajah nampak sangat kurus, kemudian jaringan di bawah kulit sangat kering dan tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik selain luka serius di bagian kaki kiri depan.
Luka itu pula menurut dia, juga memperburuk kondisi imun satwa, sehingga menyebabkan penyebaran bakteri dari infeksi luka yang terjadi itu lebih cepat ke tubuh sehingga mengakibatkan bakterimia yang berujung pada kematian.
“Jadi, kita menduga satwa ini mati karena infeksi berat yang terjadi pada lukanya,” kata Rosa.
Selain itu, tim medis BKSDA Aceh juga membawa sejumlah sampel untuk diperiksa kembali di laboratorium guna mempertegas diagnosa penyebab kematian, berupa organ hati, paru, jantung usus dan limpa dari gajah.
Gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus), dikutip dari Wikipedia.org, merupakan subspesies dari gajah asia yang hanya berhabitat di Pulau Sumatra. Gajah sumatra berpostur lebih kecil daripada subspesies gajah india.
Namun kini, populasinya semakin menurun dan menjadi spesies yang sangat terancam. Sekitar 2000 sampai 2700 ekor gajah sumatra yang tersisa di alam liar berdasarkan survei pada tahun 2000. Sebanyak 65% populasi gajah sumatra lenyap akibat dibunuh manusia, dan 30% kemungkinan dibunuh dengan cara diracuni oleh manusia.
Selain itu, sekitar 83% habitat gajah sumatra telah menjadi wilayah perkebunan akibat perambahan yang agresif. Gajah sumatra merupakan mamalia terbesar di Indonesia, beratnya mencapai 6 ton dan tumbuh setinggi 3,5 meter pada bahu.
Periode kehamilan untuk bayi gajah sumatra adalah 22 bulan dengan umur rata-rata sampai 70 tahun. Herbivora raksasa ini diketahui sangat cerdas dan memiliki otak yang lebih besar dibandingkan dengan mamalia darat lain.
Telinga yang cukup besar membantu gajah mendengar dengan baik dan membantu mengurangi panas tubuh. Belalainya digunakan untuk mendapatkan makanan dan air dengan cara memegang atau menggenggam bagian ujungnya yang digunakan seperti jari untuk meraup. (*)