Mediatani – Di Desa Wonosari, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak terdapat sebuah sentra pengasapan ikan yang baru-baru ini dijadikan pasar percontohan nasional dalam penataan dan pengolahan pengasapan ikan.
Dilansir dari Detik Finance, Jumat, (19/3), ikan asap yang diproduksi di Desa tersebut cukup melimpah, yaitu hingga 25 ton per hari. Hal tersubut membuat sentra pengasapan ini sangat potensial untuk terus dikembangkan.
Ketua Kelompok Koperasi Serba Usaha Asap, Indah Tejo Purwoto menuturkan, pengolahan ikan asap ini sudah menjadi aktifitas yang dilakukan anggota masyarakat hingga turun temurun.
Awal mulanya, teknik pengolahan ikan asap ini hanya dilakukan di masing-masing rumah warga, namun karena polusinya mulai mengganggu, akhirnya usaha ini dilakukan di sebuah bangunan terpadu.
Saat itu, terang Tejo, Pemkab Demak bekerja sama dengan KKP untuk membangun tempat pengasapan ikan terpadu tersebut. Awalnya, tempat itu merupakan bekas bangunan PSDA milik pemerintah pusat.
“Terus mereka hibahkan ke provinsi, terus dihibahkan ke pemerintah daerah,” ujarnya.
Tejo mengaku perekonomian masyarakat sekitar mampu ditopang berkat adanya sentra pengasapan ikan ini, terutama di masa pandemi.
Pihaknya yang menjadi pengurus koperasi juga terus berupaya menjaga dan mengembangkan kualitas pengelolaan penjualan pengasapan ikan tersebut dengan terus meluaskan pemasaran produk tersebut.
“Jadi kalau bicara mengenai prospek, sebenarnya sangat menjanjikan pengasapan ini. Di masa pandemi aja, dibandingkan desa-desa yang punya potensi lain, kita masih bertahan. Produksinya masih stagnan sekitar puluhan ton,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ungkap Tejo, putaran transaksi per harinya di sentra pengasapan ikan ini terbilang cukup tinggi. Bahkan, dengan 20-25 ton produksi ikan asap per hari saja, ada sekitar ratusan juta rupiah yang berputar di sentra pengasapan ikan andalan Kabupaten Demak ini.
“Putaran uang di sini nggak kecil untuk ukuran 1 desa. Rp 500 juta loh per hari, belum matangnya, sedangkan rata-rata untuk 1 kwintal itu menguntungkan mereka Rp 200 ribu – Rp 300 ribu minimal, jadi kalau 20 ton itu berapa keuntungannya. Jadi putarannya ini lebih dari 500 juta per hari,” jelasnya.
Tejo menjelaskan putaran transaksi sebesar itu juga turut membuat investor lokal ingin ikut menanamkan modalnya. Namun, menurutnya, hal itu tidak berlangsung lama karena sistem kesepakatannya tidak sesuai dengan sistem yang diterapkan pihaknya.
Ia mengatakan, investor tersebut berani menanam Rp 480 juta, namun hanya selama 15 hari. Menurutnya, hal tersebut beresiko tinggi.
“Mereka investasi segitu dengan harapan kan, mereka maunya bagi hasil dari ikan mentahnya, bahan baku, jadi ada sistem yang gak sesuai di kita,” ungkapnya.
Sementara itu, berkat produksi ikan asap yang sudah cukup melimpah itu, pihaknya juga sudah kerap mendapatkan permintaan ekspor, salah satunya dari Thailand. Namun, pihaknya masih kewalahan untuk mengurus segala bentuk perizinan dan lain sebagainya.
“Sampai sekarang link nya masih ada, tapi secara prosesnya kami belum bisa, karena pengiriman harus di frozen dan lain sebagainya, jadi kami belum siap dengan perizinannya juga,” jelasnya.
Adapun bahan baku ikan yang digunakan di sentra pengasapan ikan ini hanya sebagian kecil yang berasal dari Kabupaten Demak, akan tetapi banyak yang diambil dari pelabuhan perikanan dari Pekalongan, Cirebon, Indramayu, Lamongan, dan Situbondo. Selain itu, ikan tongkol diperoleh dari wilayah Indonesia timur.
Menurutnya, para pelaku usaha pengolahan ikan Desa Wonosari dan sekitarnya sangat merasakan manfaat dari adanya sentra pengolahan ikan asap ini, karena telah mampu menggerakkan roda perekonomian dan meningkatkan pendapatan mereka.