Mediatani – Serat halus dari sabut kelapa, atau cocopied saat ini menjelma menjadi komoditas unggulan dalam sektor pertanian. Tak tanggung-tanggung sabut kelapa ini menjadi ekspor baru asal daerah Sulut.
Produk turunan dari komoditi kelapa yang sebelumnya dianggap limbah, sekarang menjadi komoditas yang berniali. Hal itu berkat kejelian pelaku usaha di bidang agribisnis.
Tak kurang dari 75 ton cocopead asal Sulut yang untuk pertama kalinya berangkat menuju Negeri K-Pop, Korea Selatan.
“Kami mendukung dan mengapresiasi hadirnya ragam komoditas ekspor baru ini dan siap mengawal dengan memberikan fasilitasi pengarantinaan untuk proses ekspornya,” kata Kepala Karantina Pertanian Manado Donni Muksydayan Saragih, Senin (8/2/2021) yang dikutip Kamis (11/2/2021) dari situs berita Liputan6.com.
Donni mengatakan, bahwa sebelum diberangkatkan melalui Pelabuhan Bitung pada Selasa (2/5/2021) pekan lalu, seluruh komoditas itu sudah melewati serangkaian tindakan karantina tumbuhan.
Hal ini menyesuaikan dengan persyaratan negara tujuan. Setelah dinyatakan sehat dan aman, maka pihaknya menerbitkan sertifikat kesehatan tumbuhan atau Phytosanitari Certificate (PC).
“Pihak CV Putri Bitung Gemilang yang selaku pemilik barang menyebutkan bahwa di negara tujuan, komoditas tersebut bakal dijadikan media tanam. Hal ini seiring dengan kegiatan menanam yang digemari warga Korsel akibat pandemi berkepanjangan di Korea Selatan,” kata Donni.
Berdasarkan data pada sistem pengarantinaan, IQFAST Badan Karantina Pertanian (Barantan) pada tahun 2020 mencatat ekspor cocopead asal Indonesia ada sebanyak 20 ribu ton, dengan tujuan negara Cina, Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa.
“Angin segar bagi petani dan industri Kelapa di Sulut, semoga dengan produk yang terjamin ini dapat terus bertumbuh,” ujar Donni.
Untuk mendukung keberlanjutan dan standar mutu produk turunan kelapa itu, Donni selaku koordinator mengupayakan peningkatan ekspor produk pertanian di wilayah Sulut.
Pihaknya juga berencana untuk melakukan sinergi dengan berbagai instansi, antara lain Bank Indonesia Sulut, Pemda, dan pelaku usaha Industri Kecil Menengah (IKM).
“Skema berupa penyediaan fasilitas olahan sabut sederhana dan kami dari Karantina Pertanian memberikan pendampingan teknis agar dapat diekspor,” terang Donni.
Kepala Barantan Ali Jamil menyebutkan bahwa usaha meningkatkan sinergisitas merupakan langkah operasional jajarannya dalam mengawal pencapaian target upaya peningkatan ekspor pertanian.
Sebelumnya, gerakan tiga kali lipat ekspor pertanian (Gratieks) yang merupakan program strategis digagas oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Dari rilis data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat ada peningkatan kinerja ekspor pertanian tahun 2020 sebesar 16,61% dibanding tahun lalu (YoY) atau dengan total capaian sebesar Rp460 triliun.
Sesuai skema empat tahun Gratieks, maka dari itu peningkatan pada 2021 ditetapkan sebanyak 20% atau target sebesar Rp552 triliun.
“Bukan hal yang mudah, tetapi dengan sinergisitas seperti yang dilakukan di Sulut ini saya optimis,” sebut Jamil.
Jamil menuturkan bahwa ekspor produk dalam bentuk olahan menjadi pilihan terbaik saat ini. Selain memiliki nilai tambah juga tahan lama, dan mudah mengemasnya.
“Sulut sudah menerapkan hal ini pada komoditas kelapa, dan harapannya, kedepan juga dilakukan pada komoditas pertanian segar unggulan ekspor lainnya,” ucap Jamil.
Sabut kelapa sendiri, dikutip dari situs wikipedia.org merupakan bagian mesokarp (selimut) yang berupa serat-serat kasar kelapa. Sabut biasanya disebut sebagai limbah yang hanya ditumpuk di bawah tegakan tanaman kelapa lalu dibiarkan membusuk atau kering.
Pemanfaatannya paling banyak hanyalah untuk kayu bakar. Secara tradisional, masyarakat telah mengolah sabut untuk dijadikan tali dan dianyam menjadi kesed.
Padahal sabut masih memiliki nilai ekonomis cukup baik . Sabut kelapa jika diurai akan menghasilkan serat sabut (cocofibre) dan serbuk sabut (cococoir).
Namun produk inti dari sabut adalah serat sabut. Dari produk cocofibre akan menghasilan aneka macam derivasi produk yang manfaatnya sangat luar biasa. Di beberapa Negara termasuk Indonesia sabut kelapa diolah menjadi pupuk tanaman. (*)