Sushi Zaman Dulu Ternyata dari Ikan Fermentasi

  • Bagikan
Funazushi

Mediatani – Ada satu keluarga di Jepang yang memiliki resep sushi yang berbeda dari sushi yang biasa kita temukan di zaman modern ini, yaitu menggunakan ikan mentah. Keluarga ini selama 18 generasi terakhir membuat sushi dengan menggunakan ikan yang diawetkan selama kurang lebih dua hingga tiga tahun lamanya.

Resep yang telah berusia 400 tahun lamanya itu masih terus dipertahankan oleh Mariko Kitamura dan suaminya, Atsushi di Toko Kitashina, toko sushi yang terletak kota kecil Jepang, Takashima. Mereka biasanya membuat sushi dari ikan mas.

Uniknya, ikan tersebut dikemasnya dengan garam, dimasukkan dalam bak kayu, menutup dan menindihnya dengan 30 kg batu. Setelah itu dibiarkan melalui proses pengawetan selama dua tahun.

Tidak sampai disitu, setiap ikan dicuci bersih, dibiarkan mengering di bawah sinar matahari selama sehari. Setelah itu ikan kembali difermentasi satu tahun lagi di dalam nasi matang sebelum siap untuk dimakan.

Sushi ini bukan jenis sushi yang bisa ditemukan di New York atau London, dan bahkan di Jepang pun tak mudah didapatkan. Sushi inilah yang menjadi awal mula dari sushi modern yang selama ini kita kenal. Masyarakat Jepang bahkan mengatakan bahwa narezushi (sushi fermentasi) ini adalah sushi yang “asli”.

Keluarga Kitamura telah membuat sushi fermentasi ini sejak Kitashina dibuka pada tahun 1619. Toko yang telah berusia ratusan tahun ini menjadi salah satu dari segelintir toko sushi fermentasi yang masih tersisa di Jepang.

Metode pembuatan Nerezushi yang telah berusia ribuan tahun ini mengadopsi metode sawah China, di mana pengawetan dengan menggunakan garam dan fermentasi ikan sawah dilakukan agar tangkapan musiman bisa disimpan dalam waktu lama.

Metode ini baru digunakan di Jepang, tepatnya di ibukota kuno, Nara, sekitar abad ke-8. Hingga selama 1.000 tahun berikutnya, narezushi telah menjadi sumber protein yang umum dikonsumsi karena kaya akan gizi, dan rasanya lezat. Pada abad ke-18, makanan ini berubah menjadi makanan laut yang diiris kecil di atas gundukan nasi, seperti yang dikenal saat ini.

Pembuatan Funazushi

Untuk menikmatinya, narezushi dimakan beberapa potong bersama nasi yang juga difermentasi. Potongan makanan ini juga bisa dimasukkan ke dalam air panas untuk membuat teh obat. Namun, keluarga bangsawan dan samurai umumnya menikmati makanan ini bersama dengan sake.

Berbeda dengan sushi modern yang biasanya menggunakan makanan laut, narezushi dulunya dibuat dengan menggunakan hampir semua ikan jenis air tawar, termasuk ikan loach kecil, ayu (ikan manis kecil), dan belut.

Namun, toko Kitashina membuat jenis narezushi yang jauh lebih langka dan dianggap sebagai prototipe sushi yang sebenarnya. Narezushi ini disebut funazushi, karena menggunakan jenis ikan funa (ikan mas).

Di Jepang, ikan mas dianggap sebagai raja ikan air tawar. Namun ikan mas yang digunakan oleh Kitashina adalah jenis ikan mas Jepang (nigorobuna), yakni salah satu ikan mas yang memiliki nilai yang tinggi. Nigorobuna adalah spesies liar yang memiliki cita rasa yang tinggi dan hanya dapat ditemukan di Danau Biwa, danau terbesar di Jepang dan tertua di dunia.

Toko sushi yang bisa membuat funazushi berkualitas tinggi hanya ada di sekitar danau. Jumlah toko tersebut hanya ada lima, karena nigorobuna sudah menjadi sangat langka dan sulit ditemukan.

Di beberapa tempat lainnya, ikan mas yang digunakan biasanya jenis yang lebih umum dan relatif lebih mudah dibuat. Sementara funazushi harus diawetkan dengan garam selama musim panas dan difermentasi dengan nasi selama beberapa bulan di musim gugur.

Di antara semua toko itu, hanya Kitashina yang mampu membuat funazushi paling otentik, karena menggunakan nigorobuna dan metode persiapan tertua serta cara yang tradisional.

Permintaan terhadap funazushi yang dibuat Kitashina biasanya mencapai puncaknya pada November hingga Februari, dimana banyak pelanggan memesannya sebagai hadiah Tahun Baru dan merayakan musim semi. Funazushi pada saat itu akan terjual habis dan stok barunya baru kembali ada pada pertengahan musim panas selanjutnya.

Kitamura menjelaskan bahwa bahwa rasa funazushi ini seperti keju. Pasalnya, proses fermentasi telah membuatnya menjadi asam, asin, dan kaya umami. Rasanya seperti jenis keju yang funky dan lembut, apalagi funazushi yang dibuat Kitashina menggunakan nigorobuna betina yang biasa bertelur pada Maret hingga Mei.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version