Mediatani – Kelangkaan pupuk adalah salah satu permasalahan yang sering terjadi bahkan hampir setiap tahunnya pada sektor pertanian di Indonesia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab langkanya pupuk subsidi adalah dikarenakan adanya kesalahpahaman antar distributor, penyalur dan juga para petani yang berhak mendapatkan pupuk subsidi tersebut.
Terkait hal itu, Bustanul Arifin selaku Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) menyampaikan pendapatnya tentang adanya kelangkaan pupuk terkhusus pada tahun 2021 ini yang masih berpotensi cukup besar. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan yang signifikan antara kebutuhan dengan alokasi.
Melihat hal tersebut, dalam keterangan persnya, Bustanul Arifin kemudian mengungkapkan bahwa salah satu yang bisa menjadi solusi atas permasalahan kelangkaan pasokan pupuk di Indonesia ini adalah dengan pemanfaatan teknologi pupuk batubara. Sehingga para petani bukan hanya mengenal dua jenis pupuk saja yaitu organik dan kimia tetapi alternatif terbaru yaitu pupuk batubara.
Berdasarkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produk domestik bruto (PDB) pada Kuartal II pada tahun 2020 minus hingga 5,32 persen. Semua sektor dilaporkan rata – rata mengalami pertumbuhan yang minus, kecuali pada sektor pertanian, pengadaan air dan infokom. Sektor pertanian sendiri bahkan tercatat mengalami pertumbuhan positif hingga 16,24 persen.
Kontribusi pertanian, perikanan dan kehutanan juga mencatatkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) positif terbesar kedua, yaitu sebesar 14,68 persen. Hanya di bawah industri pengolahan, yang kontribusinya 19,86 persen, meski pertumbuhannya terkontraksi 4,31 persen year-on-year (yoy). Hal itu menandakan bahwa pertanian merupakan sektor yang relatif mendongkrak dan berperan penting sebagai kontributor bagi pertumbuhan ekonomi di Kuartal II tahun 2020.
Pupuk karbon yang berbahan baku batubara ini disebut sebagai salah satu penemuan inovatif yang terbaru karya anak bangsa pada sektor pertanian. Pembuatan pupuk karbon ini akan diproduksi di Jawa Tengah tepatnya di Klaten. Pada tahun 2020, H. Umar Hasan Saputra selaku pemilik, penemu dan juga pengguna dari produk pupuk batubara tersebut mendapat US Patent/Patent Amerika. Dengan kategori sebagai penemuan baru di sektor pertanian.
Sekadar informasi, sebenarnya batubara ini adalah fosil tanaman yang sudah mati sekitar ribuan tahun lamanya. Tetapi benda ini masih menyimpan kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah. H. Umar Hasan Saputra kemudian memanfaatkan batubara ini dan membuat inovasi agar unsur hara yang terkandung pada batubara ini dapat terlepas dari ikatan karbon lalu dikembalikan ke dalam tanah melalui proses aktivasi. Sehingga akan membantu memperkaya unsur hara pada tanah.
Setelah melakukan percobaan selama satu tahun terakhir, hasilnya menunjukkan bahwa pupuk batubara ini telah terbukti dapat meningkatkan hasil panen. Sebagai contoh misalnya pada komoditas padi yang dapat meningkatkan produksinya sebesar 23,5 persen, selain itu, meningkatkan pendapatan bersih sebesar Rp 5,5 juta per 1,35 hektar dibandingkan dengan budidaya tanpa menggunakan teknologi pupuk batubara.
Tak bisa juga dipungkiri bahwa setiap ciptaan pasti memiliki kekurangan. Tetapi meskipun ada kekurangan yaitu supply yang begitu besar, jumlah pemain di industri pupuk tidak bertambah secara signifikan karena terkendala entry barrier terlalu tinggi, kelangkaan supply bahan baku pupuk, serta sumber daya manusia (SDM) yang terpusat di desa.
Vito Tjahyadi selaku Director & Founder Casagro Group menyampaikan bahwa di sisi lain dengan adanya pemanfaatan batubara sebagai pupuk menjadi jawaban atas keinginan pemerintah guna meningkatkan nilai tambah dari batubara yang selama ini hanya digunakan sebagai bahan bakar saja.